Chap 4

2.2K 282 47
                                    

Cinta bukan hanya sebuah perasaan. Cinta adalah seni. Dan seperti seni apapun, cinta tidak hanya membutuhkan inspirasi, melainkan juga banyak kerja keras

-Adultery, Paulo Coelho-

.

.

.

"Kota ini tidak berpenghuni?"

Pemandangan kosong yang meninggalkan banyak sisa reruntuhan. Tempat yang sangat indah, dengan pegunungan di kejauhan dan lembah terbentang di hadapan. Terlalu sayang untuk tidak ditinggali.

"Foncebadon, desa besar yang sengaja ditinggalkan."

"Kenapa?" reflek Jaejoong bertanya dengan mata yang mengedar antusias. Suasana pedesaan yang mulai sulit ditemukan, dimana ketenangan kental yang melingkupi. Dan Jaejoong merasa beruntung karena telah menikmatinya kini.

"Entahlah... lagipula beberapa tahun yang lalu, sebelum perang dan rezim Franco berakhir, desa ini masih didatangi para penziarah yang melalui rute abad pertengahan. Jalan Misterius menuju Santiago."

Jaejoong memperhatikan Yunho yang meninggalkan sebuah batu di dekat monumen Salib besi "Apa yang sedang kau lakukan?"

Sedangkan Yunho hanya memandang pilar kayu yang menompang monumen besar itu "Menghormati tradiri paganisme," kepalanya menoleh pada Jaejoong "Ingin melakukannya juga?"

"Haruskah?" namun Jaejoong sama sekali tidak menolak dan mulai mengambil salah satu batu dari puing reruntuhan untuk diletakkannya di sisi batu milik Yunho "Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Suatu hal membuatku memiliki kenangan tersendiri dengan tempat ini, lagipula sedikit mencari tahu kisahnya tidak mungkin merugikan."

Jaejoong hanya mengedikan bahunya tak begitu paham, namun pengetahuan Yunho yang seolah mengenal baik tempat mereka kini sempat menggelitik keingintahuannya "Kulihat tidak banyak yang melintas di sekitar?" berharap jika Yunho akan menjelaskan lebih banyak akan desa cantik ini.

"Karena seseorang telah membangun jalan raya, sehingga mereka tidak perlu membuang waktu dengan menambal jalur Foncebadon sebagai tujuan mereka, pun begitu aku bersyukur."

"Karena tidak banyak orang yang mendatangi tempat ini?"

Dan Jaejoong dikejutkan oleh manik musang yang memandangnya dalam "Karena kau mengetahuinya dariku,"

"Yunho-shi?"

Bibir hati itu mengulaskan senyum tipis, namun mampu menggetarkan hatinya. Kini Jaejoong seolah terjebak pada sebuah dimensi yang Yunho ciptakan, sama sekali terperangkap di sana dan tidak dapat melepaskan diri.

"Apakah tawaranku masih berlaku?"

"N-ne?" Jaejoong terlihat linglung sejenak, pun begitu tatapannya sama sekali tidak teralih dari Yunho. Seolah seluruh jiwanya terserap pada sepasang keping kelam itu.

Yunho meraih wajah Jaejoong dengan jarak yang kian sempit, membelai penuh damba pipi pucat yang terasa amat lembut pada permukaan jarinya "Berkencanlah denganku."

Sekejap Jaejoong tersadar, kemudian mundur perlahan seraya menggeleng tak berdaya "Maafkan aku,"

Namun perkataannya terpotong oleh rengkuhan Yunho, dengan aroma pria tampan itu yang memenuhi penciumannya "Tidak perlu," usapan penuh kehati-hatian menyapa punggungnya dan membuat Jaejoong sempat gemetar "Kau tidak perlu meminta maaf, tapi biarkanlah aku melakukan apa yang seharusnya kulakukan."

"Tapi kita tidak harus melakukannya," cicit Jaejoong lirih dan masih terdengar sama oleh Yunho.

Namun senyum Yunho mengartikan hal lain, pria tampan itu memang tidak akan mengutarakan secara terbuka dan Yunho pikir jika Jaejoong akan memahami maksudnya "Kurasa dari apa yang kita ketahui, maka kau akan mendapat jawaban terbaik atas keresahanmu itu."

GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang