[5] pertemuan pagi hari

4K 338 14
                                    

/cukup datang dengan satu niat terbaik, yaitu hanya untukku dan aku akan senang mendengarnya/

Kedatangan Alan yang gagal, disambut dengan raut wajah kecewa mendalam dari Fakhira. Rasa bahagianya entah mengapa lenyap begitu saja saat pesan itu masuk. Bahkan setelah mendapatkan pesan itu, Fakhira tak lagi mengecek handphone-nya sampai pagi. Dia biarkan benda pipih itu tergeletak di atas nakas samping kasurnya ketika dia memutuskan tidur sejak sore. Lalu kembali mengambil benda itu ketika dia bangun beberapa menit yang lalu.

Kedatangan Lisa pun Fakhira tak tahu, sehingga dia tak lagi menginterogasi pertemuan tantenya dengan Rafi.

Pagi ini, Fakhira bangun lebih lambat tanpa bergegas mandi untuk pergi ke kampus. Selain tak ada jadwal kelas pagi, Fakhira memang malas untuk beranjak dari kasur. Tapi ketika dia pergi ke dapur, ternyata tak ada apa-apa di sana. Sampai dia harus meredam rasa lapar dengan tiga gelas air putih dingin dari dalam kulkas. Akhir bulan, pasti Lisa belum belanja apa-apa.

Fakhira mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. Terduduk di samping kulkas dengan kedua kaki tertekuk dan kedua tangan memeluk kaki yang masih terbalut celana tidurnya. Menenggelamkan wajah di antara celah lututnya dengan sesekali membenturkan kening ke atas permukaan lutut.

"Astaga, Fakhira!" pekik Lisa ketika dia melihat keponakannya sangat menyedihkan. Lisa bergegas berjongkok di depan Fakhira dan menyingkirkan rambut panjang yang menghalanginya. "Ada apa? Kamu kenapa?"

Fakhira perlahan mengangkat wajah dan menampilkan ekspresi memelasnya saat itu juga. Membuat Lisa khawatir dan bergegas mengecek suhu badan Fakhira menggunakan telapak tangannya.

"Kamu sakit?" tanya Lisa dengan khawatir.

"Emangnya panas ya, Tan?" Fakhira balik bertanya sembari memiringkan sedikit kepalanya.

"Anget doang, pasti kurang tidur, ya?" Lisa memberi tatapan menyelidik kepada Fakhira.

"Aku bahkan tidur sebelum jam lima, mana mungkin kurang tidur?"

"Terus kenapa?"

Fakhira memanyunkan bibirnya dengan tatapan mata yang meredup. Semakin membuat Lisa terheran.

"Laper, Tan. Astaga! Kenapa ini dapur nggak guna banget, sih? Masa dapur sebersih ini enggak nyimpen makanan sedikit pun? Roti aja enggak ada. Tante mau buat aku tambah kurus dengan diet akhir bulan, gitu?" cerocos Fakhira sembari merengek dan kedua tangan yang kini mengelus-elus permukaan perutnya yang dilapisi baju tidur.

"Yaelah!" Lisa melengos sembari bangkit dari jongkoknya. Mengulurkan tangan agar Fakhira ikut bangkit saat itu juga. "Kalau cuma laper jangan selebay itu, dong! Kan bisa minta aku?"

Fakhira mengembuskan napasnya dengan kasar. Berjalan ke arah depan kulkas dan membukanya. "Tante mau masak? Masak apa? Kulkas aja bersih gini!" Fakhira memperlihatkan isi kulkas yang hanya ada air putih dan beberapa es batu.

Lisa menggaruk tengkuknya sembari senyum-senyum sendiri. Akhir-akhir ini dia memang belum pergi untuk membeli keperluan rumah, jadi pantas saja jika kulkas kosong dan di dapur tak ada makanan sama sekali.

"Ya udah makan di luar aja, yuk! Kamu cepet mandi! Ada kelas pagi, nggak?"

Fakhira menggeleng masih dengan bibirnya yang maju beberapa centi.

"Kamu tunggu di rumah biar aku beli makanan dulu ke luar, oke?"

Fakhira mengangguk dengan senyum terpancar di kedua belah bibirnya.

Saat Lisa berjalan ke luar dapur, Fakhira mengekor dari belakang. Sampai pada depan pintu ruang utama, Lisa membukakan pintu dan terpampang jelas seorang pria yang berdiri di depan teras dengan dua kresek berwarna putih dijinjing tangan kanannya.

Komunikator (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang