[37] kebohongan besar

1.9K 139 3
                                    

/kebohongan adalah sebuah alat penunda keretakan hubungan dalam kehidupan. bahagia pada awalnya memang, tapi fakta pahit 'kan selalu menghantui sandiwara yang terjadi/

Setelah Alan dan Fakhira sarapan bersama di apartemen, keduanya segera mandi secara bergantian seperti kemarin. Ketika Fakhira telah selesai mandi, dia mengganti pakaiannya di dalam kamar. Meski dia tahu, Alan memang sedang di kamar mandi yang memang berada di dalam kamar, tapi Fakhira yakin dokter itu tak akan mengintipnya.

Dengan rok berwarna merah muda di atas lutut bermotif kotak-kotak putih di bawahnya dan baju putih polos dengan kotak-kotak di lengannya, Fakhira terlihat sangat manis dan seakan menjadi anak ABG lagi. Terlebih lagi, rambut panjangnya tergerai dengan sangat indah. Ketika dia tengah memoles wajah dengan make up tipis di depan cerminnya, Alan tiba-tiba keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Fakhira dengan segera menutup mata. "Maaf Kak, aku keluar sekarang deh," ujar Fakhira dengan kedua tangan menutup matanya. Dia segera berlari ke luar kamar dan membiarkan Alan mengganti pakaiannya di sana.

Setelah Alan pun telah siap dengan kemeja polos berwarna putih dan celana bahan cream-nya, dia segera menyeret koper keluar apartemen bersama Fakhira. Pergi bersama-sama untuk menemui keluarga Alan di rumahnya.

Di sepanjang perjalanan, entah mengapa Fakhira merasa sangat gugup. Bahkan, sedari tadi dia memainkan tas kecil yang tersampir di pundaknya terus-terusan. Karena, ini untuk pertama kalinya dia akan bertemu dengan orangtua Alan dan juga pertama kalinya dia mengetahui di mana tempat tinggal utama Alan selain rumah sakit.

Di saat kegugupan yang melanda Fakhira, Alan bahkan terlihat sangat tegang. Sehingga menjadikan perjalanan mereka terasa sangat membosankan.

"Di sini, Kak?" tanya Fakhira ketika mobil Alan masuk ke dalam sebuah gerbang rumah dan terparkir tepat di depan teras rumah yang menjulang itu.

Alan mengangguk dan mematikan mesin mobilnya. "Ayo, Kira!"

Buru-buru Fakhira melepas sabuk pengaman dan membuka pintu mobilnya sendiri tanpa menunggu Alan melakukannya. Sebelum benar-benar dapat mengetuk pintu berwarna cokelat itu, mereka berdua menaiki beberapa anak tangga terlebih dahulu. Sebelum akhirnya, Alan ternyata tak mengetuk pintu dan langsung masuk begitu saja.

"Ayo duduk, Kira!" titah Alan ketika mereka berdua memasuki rumah itu.

Kedua kaki Fakhira tak bisa berjalan lebih jauh. Bahkan, kedua matanya tak dapat berkedip untuk memandangi sebuah kayu yang tertempel di dinding dengan ukiran angka-angka di atasnya. Jantungnya seakan merosot entah ke mana dan dia kehilangan oksigen untuk bernapas. Karena entah kenapa, dari sekian banyak lukisan dan juga pigura yang tertempel di dinding rumah itu, kayu berukiran angka benar-benar menyita perhatiannya.

"Kira, kamu kenapa?" tanya Alan, khawatir. Dia sedikit memiringkan wajahnya ketika masih berada di samping Fakhira.

Di atas sebuah kayu dengan ukiran yang menjadi pusat perhatian Fakhira, di sana terdapat sebuah pigura yang tertutupi sehelai kain berwarna putih. Terlalu penasaran dengan apa yang disembunyikan di balik kain itu, Fakhira perlahan melangkahkan kakinya dengan dada yang telah naik-turun akibat tak dapat mengontrol pernapasannya.

Karena, angka-angka yang terukir di kayu itu ... itu adalah tanggal, bulan, dan tahun yang sama dengan kelulusan masa SMA Fakhira yang memang bertepatan dengan kepergian Angela. Apa pun yang berhubungan dengan Angela, Fakhira selalu mengingatnya.

Alan tak dapat mencegah Fakhira. Kedua kakinya tetap menapak di lantai yang sama ketika Fakhira berjalan menjauhinya. Meski Alan tahu, sesuatu akan terjadi ketika kain putih itu terlepas dari tempatnya. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, karena memang sudah saatnya untuk Fakhira mengetahui semuanya.

Komunikator (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang