/mungkin karena rasa sakitnya sudah teramat mendalam, alasan untuk memutuskan pergi lebih awal akan menjadi keputusan yang benar/
✓
"Lepasin! Aku bilang lepas!" teriak Fakhira sembari berusaha keras meloloskan diri dari kungkungan seorang satpam yang kini mencengkeram erat kedua tangan Fakhira di belakang punggungnya.
Karena bagaimana pun, Fakhira hanya seorang gadis dan bukan tandingan bagi seorang satpam dengan tubuh tegap dan tinggi yang kini berdiri di belakang untuk menahannya. Beberapa suster dan perawat laki-laki yang tadi mengawasi Fakhira sejak di lobi pun, kini ikut berdiri di sekitar Fakhira. Berdiri seakan menjadikan dia sebagai buronan besar bagi rumah sakit tempat mereka bekerja.
"Fakhira, tolong ...." Friska mencoba mendekati Fakhira untuk menenangkannya, tapi Fakhira berjalan mundur untuk menghindar. Sehingga satpam itu pun mengikuti pergerakannya. "Ini rumah sakit, jadi jangan buat keributan di sini."
"Yang buat aku kayak gini tuh kalian!" teriak Fakhira sembari terus-menerus berusaha agar satpam itu melepaskan tangannya.
"Kita hanya ingin menjalankan tugas, itu saja," jawab Friska dengan lembut dan tenang. Berharap Fakhira dapat mengerti maksudnya.
"Aku juga cuma mau ketemu kak Alan!"
Karena geram dan terlanjur emosi, Fakhira menginjak keras kaki satpam itu sehingga sang satpam merintih kesakitan dan melepaskan cekalannya. Fakhira memanfaatkan kesempatan untuk bergerak menjauh sehingga para suster lainnya ikut bergerak waspada untuk mengikuti pergerakan Fakhira.
Napas Fakhira berburu di tengah kekesalannya terhadap semua orang yang ada di sekitarnya. Kedua matanya bergerak liar untuk mencari pertolongan. Hingga akhirnya, dia melihat seorang pria dengan jas putih khas dokternya berlari dari ujung koridor untuk menghampirinya.
Alan menghampiri Fakhira dan hanya memfokuskan pandangan padanya dengan rasa khawatir yang melanda.
"You okay?"
Satu kali anggukan mampu Fakhira keluarkan di depan Alan. Memberitahu bahwa dia sangat kesal saat ini.
"Kalian semua boleh pergi," ujar Alan dengan sangat tenang dan mampu membuat semua staff rumah sakit yang tadi mengerubungi Fakhira, kini bubar begitu saja.
Melihat pemandangan seperti itu, Fakhira memandang Alan dengan tak suka. Menurutnya, ini terlalu berlebihan. "Ini nggak adil!" seru Fakhira dengan luapan emosi yang tertahan di ujung lidahnya.
Alan mengalihkan pandangan pada Fakhira dengan sangat lembut saat telah melihat para staff rumah sakit baru saja bubar. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik."
"Baik-baik apa?" Fakhira mengangkat wajahnya. Melihat bagaimana Alan tetap terlihat tenang seperti biasanya. "Nyatanya, ini bukan yang pertama kali terjadi buat aku. Ini bener-bener nggak adil!"
"Tapi kamu juga nggak bisa nyalahin mereka semua kayak gini, ini bukan salah mereka," jelas Alan dengan intonasi yang masih stabil. "Mereka hanya menjalankan tugas, itu saja."
"Ya, tugas. Tugas untuk tak memperbolehkan aku ketemu sama ayah maupun Kak Alan, begitu?" Dengan sedikit mata menyipit, suara Fakhira perlahan mulai bergetar. "Apa aku telah membuat kesalahan sehingga mereka semua diberikan tugas seperti itu? Atau karena apa? Apa salah aku?"
Titik ini terasa berat bagi Fakhira. Dia ada, tapi tak pernah diinginkan kehadirannya. Bagi dia, rumah sakit ini hanya sebuah tempat biasa yang selalu mengasingkannya. Padahal, fakta telah memberitahu bahwa Fakhira adalah anak dari pemilik rumah sakit ini. Tapi bukannya mendapatkan perlakuan istimewa, Fakhira bahkan selalu mandapatkan usiran seperti tadi contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komunikator (Completed) ✓
RomanceSeri #1 Komunikasi A New Story by Kazzalisa ©2018 "Maintain good communication, why not?" Hati adalah penentu untuk sebuah rasa yang tak bisa dielakkan. Ketika hati mencinta, masa lalu entah mengapa selalu ikut andil di dalamnya. Tak akan pernah tah...