[27] ditemukan

1.4K 103 0
                                    

/terlalu fokus dengan kesedihan hingga melupakan bahwa dirinya masih mempunyai keluarga dan sahabat yang begitu penuh cinta/

Seperti tidak ada alasan lagi untuk kembali bangkit, dengan apa yang pernah dilakukannya sebelum ini. Seperti tak ada lagi api membara untuk memaksanya kembali melihat dunia, dengan pandangan yang berbeda. Seperti benar-benar tak ada lagi kisah yang harus diperbaiki, karena semua seakan berhenti di mulai saat ini.

Entah itu Fakhira yang terlalu merasa bahwa kesedihannya akan berdampak buruk bagi hidupnya. Entah apa, tapi Fakhira begitu yakin semua tak akan kembali membaik seperti semula. Semua perkataan, tindakan, rasa, dan semuanya yang berhubungan seakan mati dan memudar tanpa sisa.

Fakhira tak pernah tahu apakah pemikirannya benar untuk semua rasa yang dia dapatkan, hanya saja ... semua semakin dipersulit keadaan. Pun dengan apa yang kemarin ini Alan katakan, titik-titik negatif dalam diri Fakhira tak hentinya saling memberitahu bahwa dirinya memang harus melepaskan.

Tuk-tuk-tuk

Suara pintu terketuk di setiap jam delapan malam adalah pertanda bahwa pesanan makan malamnya telah tersaji. Dengan malas Fakhira beranjak dari kasur dan membukakan pintu apartemen minimalis yang baru tiga hari ini disewanya.

Setelah mengucapkan terima kasih, Fakhira mengambil alih troli yang dibawakan seorang pelayan itu ke dalam. Sudah sejak tiga hari ini, Fakhira tak pernah menyalakan handphone dan juga keluar dari gedung apartemen. Entah sampai kapan, tapi dia merasa perlu 'tuk melakukan.

Fakhira terduduk di atas sofa dan memindahkan mangkuk sup dan juga piring berisi nasi putih ke atas meja kaca. Meski mulutnya merasa enggan untuk menerima makanan, tapi perutnya memberontak meminta gizi. Dengan malas, Fakhira mengambil sendok dan memakan nasi beserta sup dengan asap yang mengepul di atasnya. Karena hujan baru saja turun, kehangatan akan jauh lebih baik untuk malam sedingin ini.

Ketika tengah menikmati sup hangatnya, tiba-tiba saja Fakhira teringat pada Lisa yang mungkin saja telah pulang ke Jakarta. Dengan handphone yang tak Fakhira nyalakan, dia yakin bahwa Lisa pasti akan mencari di mana keberadaannya. Karena takut tantenya itu khawatir, Fakhira mengambil handphone ke dalam kamarnya dan kembali terduduk di sofa.

Setelah menyalakan handphone-nya, Fakhira segera mengabari Lisa dan Widia tentang keberadaannya saat ini. Mungkin saja, hatinya telah jauh lebih baik untuk menerima berbagai pertanyaan tentang mengapa dia pergi dari rumah tiga hari belakangan ini.

Berselang satu menit setelah itu, handphone-nya berdering nyaring. Menandakan telepon masuk untuknya. Melihat nama "T. Lisa BP" di layarnya, Fakhira dengan segera mengangkat telepon itu.

"Halo, Tan?" Suara Fakhira masih terdengar begitu rendah dibanding hari-hari biasanya.

Terdengar suara gaduh di seberang sana sebelum Lisa benar-benar menyahut Fakhira. "Fak! Kamu ke mana aja? Dari tiga hari yang lalu aku cariin loh, tapi nggak ada yang tahu kamu di mana. Kamu di mana sekarang? Sama siapa? Kamu baik-baik aja, 'kan?"

Respons Lisa yang begitu panjang lebar membuat Fakhira menarik kedua sudut bibirnya. Di luar sana, ada orang yang peduli padanya. Hanya saja Fakhira terkadang mengabaikan hal demikian.

"Aku baik-baik aja, Tante. Tante mau ketemu aku, 'kan?"

"Ya iyalah, Fak! Kamu pikir, alasan aku cari kamu selama ini untuk apa? Ya untuk ketemu kamu!"

Terdengar cukup keras dan juga kesal, tapi Fakhira tersenyum ketika mendengarnya karena sembari membayangkan ekspresi Lisa ketika mengucapkannya.

"Maaf udah bikin Tante khawatir," ujar Fakhira sembari berdehem dan berusaha agar air matanya tak kembali mengucur di saat seperti ini. "Aku pergi dari rumah tanpa ngabarin Tante, aku minta maaf."

Komunikator (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang