#15

2.6K 182 34
                                    

Jinan ia tengah terdiam sendiri di cafe tempatnya biasa nongkrong. Kopi yang sudah dipesannya sekitar setengah jam yang lalu kini mulai mendingin saat pikirannya kembali gelisah karena Bundanya yang akan menikah dua hari lagi dengan Ayah Eunji.

Sebenarnya ia sudah menyetujui soal pernikahan Bundanya. Alasan yang membuat Jinan gelisah yaitu ia masih merasa ragu. Ia takut jika terjadi sesuatu yang akan membuat Bundanya kembali sedih seperti saat ditinggalkan sang Ayah dua belas tahun yang lalu.

Tidak ada yang tahu seorangpun dari rencana Tuhan.

Jinan mulai meneguk kopinya yang dingin dan beranjak melangkahkan kakinya ke keluar cafe.

Jam menunjukan pukul sembilan malam, jalanan masih ramai karena belum terlalu malam. Titik matanya berhenti pada seseorang yang sudah mulai ia lupakan. Tera.

Ia melihat kalau Tera tengah berjalan sendiri dengan tatapan yang kosong menuju ke arah Jinan.

Tera tidak sadar kalau saat ini ia sudah berada didepan Jinan, atau bahkan..

Dug

"Awwww"

Seperti saat beberapa bulan yang lalu. Awal pertama Tera mengetahui kalau Jinan satu angkatan dengannya. Dulunya ia mengira kalau Jinan adalah adik kelasnya karena tubuhnya yang tidak terlalu tinggi.

"Aduh bisa gak sih jalan yang bener!"

Tera masih tidak sadar kalau ia sedang memaki Jinan. Tera masih memegangi kepalanya yang mungkin mengenai ponsel Jinan yang disimpan disaku kemeja khaki yang dipakainya.

Ia berjalan sambil meringis meninggalkan Jinan yang masih diam mematung.

Srrttttt

Jinan meraih tangan Tera dan refleks memeluknya. Ia memeluk erat tubuh mungil gadis yang masih ia sayangi.

Tera yang mendapat perlakuan tiba-tiba dari seseorang yang menurutnya asing ia meronta dan berhasil melepaskan pelukannya.

Ia terkejut karena yang memeluknya adalah Jinan.

Mereka saling tatap tanpa ekspresi apa-apa. Tera juga merindukan Jinan, tapi ia sadar untuk tidak terus jatuh dalam bayang-bayang kenangan antara mereka.

"Oh sorry"

Tera melangkahkan kakinya dengan cepat, ia tidak peduli meskipun beberapa orang melihatnya yang sedang berjalan sambil mengeluarkan airmata.

Tidak ada yang bisa dilakukan lagi oleh Jinan selain menatap punggung Tera yang sudah semakin jauh darinya.

Malam rasanya cepat berlalu, sinar matahari mulai memasuki ke celah-celah kamar Eunji yang sekarang masih teridur lelap.

Berbeda dengan Hanbin, yang malah bangun pagi dan pergi mandi. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Hanbin pada saat weekdays yang bangun siang dan sulit mandi.

"Mau kemana sih kak?" tanya Bundanya pada saat Hanbin berjalan ke arah ruanh tv untuk duduk disamping Hanbyul dan sang Ayah.

"Mau jalan lah sama pacarnya" jawab sang Ayah.
"So tau deh" sambar Hanbin.
"Kakak? Pacar itu apa?"
"Pacar itu kaya gula, manis"
"Ohhh.. Bunda! Aku mau pacar!" ucap Hanbyul polos.

"Loh?!" Hanbin, Ayah, dan Bundanya kebingungan karena ucapan Hanbyul yang tiba-tiba.

"Pacar?"
"Mau susu!" teriaknya yang kemudian tertawa. "Pacar kan manis. Kan susu juga manis Bunda" jelasnya.

"Ih kakak ya ngajarinnya suka aneh-aneh!" Bunda memukul pelan Hanbin yang malah tertawa keras bersama sang Ayah.

Motor Hanbin mulai berjalan setelah dipanaskan sepuluh menit. Ia mulai memasuki perumahan Permai yang tak lain adalah daerah komplek perumahan Eunji.

Someting Of Beautiful [Kim Hanbin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang