6 Agustus 2017
Salah satu momen terkeren dalam hidup menurut gue adalah saat gue jalan sok tergesa-gesa dengan telinga terpasang earphone dan tangan memegang Handy Talkie. Sementara seseorang di telinga gue sedang sibuk berbicara, gue sibuk mengatakan permisi berulang-ulang kali di tengah-tengah lautan manusia.
Kayak orang sibuk ya? Hehe. Tapi, emang beneran sibuk kok!
Gue ingat semalam masih berbaring di atas karpet dengan kepala tersangga tas. Nggak nyaman memang, gue sampai terbangun beberapa kali, selain karena gigitan nyamuk dan udara malam yang menusuk ada satu kejadian yang cukup bikin geger sampai gue dan beberapa panitia lain harus update instastory jam 1 pagi tadi dan bikin Pak Suroso ikut turun tangan sama kejadian ini. Antara panik dan mau ketawa sih sebenarnya.
Entah untuk ke berapa kalinya gue harus bangun kali ini. Pasalnya suara ketawa Jessica tuh kencang banget, meskipun setelahnya dia berbisik, "Ssstt! Yang lain masih pada tidur."
Percuma mbak Jessica, gue udah keburu melek dan kepo kalian ngapain ketawa-ketawa jam segini.
Sepertinya sih jam tiga pagi saat Jessica, Gibran, dan Raka mengelilingi dua kardus berisi Handy Talkie. Pagi itu, Jessica bertindak sebagai tutor yang sedang mengajarkan cara mengatur dan menggunakan Handy Talkie dengan benar. Wajar sih mengingat Handy Talkie ini fasilitas yang dipinjamkan perusahaan omnya."Kodenya apaan yak?" kepalanya terangkat seperti sedang mengingat sesuatu, namanya boleh aja mancanegara logat mah tetap betawi asli. "Oh iya!" serunya baru kemudian jarinya kembali bergerak.
"Udah bisa, Je?" tanya Raka penasaran.
Jessica mendekatkan Handy Talkienya ke mulut, "Halo?"
Raut wajah Gibran langsung berbinar cerah, "Bunyi, Je!"
"Gib, Gib, coba lo ke lapangan deh. Gue di sini, kedengaran nggak?" ujar Jessica memberi perintah.
Gue yang masih berbaring di karpet masih diam tanpa suara, sepertinya mereka pun nggak menyadari kalau dari tadi ada gue yang mengawasi.
Cahaya dari koridor depan kelas menyinari sedikit wajah Gibran sehingga gue bisa melihat ada lingkaran hitam di bawah matanya, jangan-jangan dia belum sempat tidur karena nungguin panggung dipasang.
Gibran langsung merespon ogah-ogahan, "Mager ah, Je."
"Heh! Lo kan duduknya deket pintu, sekalian aja keluar."
"Gue aja," Raka menawarkan diri yang mana cukup membuat atmosfer sedikit canggung mengingat Raka berada di kubu yang berbeda dengan Gibran.
Seakan mengusir kecanggungan yang ada, Jessica berdeham sedikit. "Nah, boleh tuh, Rak."
Dengan membawa Handy Talkie di tangannya, Raka langsung berjalan ke luar ruangan sementara Jessica dan Gibran berdiri di depan pintu.
"Test 123. Dengan Jeje cantik di sini."
Nggak lama kemudian suara berisik dari Handy Talkie yang Jessica pegang terdengar. "Cantik apaan? Nenek sihir lo mah."
"HAHAHAHAHA sialan lo." Jessica kembali berucap, "Dari Jeje untuk Raka, sini balik ntar baterainya habis.”
"Siap komandan."
Akhirnya gue sampai juga di pintu belakang lobi. Mobil van yang berisikan anggota JKT48 sudah memasuki lahan yang berada tepat di hadapan gue. Beberapa panitia lain sudah berjaga di sekitar mobil khas bodyguard gadungan, walaupun sebenarnya kebanyakan pengunjung sudah terpusat di dekat panggung sehingga kemungkinan adanya pengunjung yang tau cuma sedikit. Gue akhirnya cuma berdiri diam di samping Tristan yang juga sedang berdiri di dekat pintu lobi. Satu per satu membernya turun dari mobil dan tersenyum ke arah panitia termasuk gue dan Tristan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMMATURE
Teen FictionImmature (adj.) not completely developed physically, mentally, or emotionally. ~~~ "Iya maaf, gue cuma anak SMA labil yang nggak bisa ngertiin kakak." "Jangan minta maaf terus. Emangnya lebaran?" alohomosa ©2018