14 : Allegory

1.7K 300 123
                                    

5 Agustus 2017

Intensitas air hujan yang turun kian lama kian reda, namun rintikannya dari atas atap sebuah gedung masih tercipta. Telapak tangan gue terulur ke depan, menampung tetesannya sampai air di mangkuk yang gue ciptakan dari tangan melebar dan berakhir di tanah basah.

Gue ingat beberapa menit tadi masih ada di dalam balairung kampus untuk menyaksikan seminar —entah tentang apa gue nggak mengerti karena fokus gue sejak tadi adalah Kak Alfa.

Gue ingat beberapa menit tadi masih ada di dalam balairung kampus untuk menyaksikan seminar —entah tentang apa gue nggak mengerti karena fokus gue sejak tadi adalah Kak Alfa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia juga ada di dalam ruangan tadi, menatap lurus ke depan, sama sekali tidak terdistraksi padahal gue sudah mencoba berbagai macam cara dalam menatapnya. Melotot, sinis, bahkan metode menghitung sampai tiga detik seperti di film A Little Thing Called Love. Namun takdir jodoh gue memang harus bersama Tom Holland bukan Alfa Fahrizy.

Akhirnya gue memilih bangkit dari kursi lalu keluar dari ruangan. Sayangnya hujan langsung menyapa tanpa aba-aba. Sepertinya otak gue sudah tidak berfungsi sampai tidak mendengar suara hujan yang sebegini derasnya dari tadi.

Hanya ada gue sendiri yang berjalan menyusuri koridor bangunan megah kampus ini. Meskipun lingkungan ini terasa asing, gue membiarkan langkah kaki gue menuntun sampai akhirnya berhenti untuk menyandarkan diri di dinding koridor, menyaksikan hujan.

"Ca, gue cariin dari tadi juga!"

Kayla berdiri di samping gue setelah menepuk pundak. Punggungnya ia sandarkan di dinding koridor sehingga arah tatapan kami saling berlawanan.

"Itu bukannya Kak Alfa?" katanya tiba-tiba.

Berbalik, gue menatap Kak Alfa yang sedang berjalan bersama Kak Yoga. Mereka berdua berjalan ke arah gue dan Kayla, namun sebelum mereka berdua sampai dua orang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit hitam —bukan maksud menjelekkan tapi memang mereka sepertinya berasal dari ras Negro— keburu menghampiri gue.

"Ca, ikut nggak? Katanya mau tur kampus," tanya salah satu dari mereka.

Oh, jangan-jangan tujuan gue ikut seminar karena mau ikut tur kampus?

Entah siapa nama mereka gue bahkan nggak tau, gue juga nggak berusaha bertanya karena gue merasa nggak enak. Gue menebak mereka sudah tau nama gue dari panggilan "Ca" sebelumnya, kalau gue nanya siapa nama mereka pasti akan dikira nggak sopan, kan? Ah, maafkan otak gue yang lemot hari ini.

Seketika gue dan Kayla sudah berada di rombongan orang-orang yang juga mau tur kampus. Hebatnya, Kak Alfa dan Kak Yoga juga berada dalam rombongan kami.

Lagi-lagi Kak Alfa sama sekali nggak menggubris keberadaan gue. Padahal Kayla sudah menyapanya dan mengenalkan diri sebagai teman Rhesa. Bahkan dia cuma tersenyum tipis sebagai respon, setelahnya baru menatap gue dengan wajah datar. Sebenarnya yang lagi ngambek tuh dia atau gue sih?

Seseorang sedang berbicara ketika kami semua menapaki tangga, melihat ke dalam ruang kelas, dan juga selama berjalan di koridor kampus. Gue dan teman cowok berkulit hitam itu sengaja berada di barisan belakang hanya untuk mengobrol.

IMMATURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang