"Asiiikkk udah mateng nih ayamnya!"
Gue menoleh begitu mendengar suara Kak Yuta yang baru saja memasuki halaman belakang rumah orang tua gue diikuti teman-temannya yang udah gue kenal dengan akrab.
Kayaknya Bang Fariz ngebawa semua pasukannya deh, kalau tau gitu gue juga ngajak temen-temen gue ke rumah biar di sini nggak berasa kayak kos-kosan putra.
"Ca, gosong tuh sosisnya!" Bang Fariz menunjuk dengan tangannya yang memegang tusuk sate. Gue pun langsung membalik sisi sosis yang lain supaya matengnya merata.
"Sini-sini gue yang lanjutin, lo makan dulu gih," tawar Bang Fariz setelah menghabiskan satu tusuk sate yang diambilnya tadi.
Gue pun mengangguk membiarkan Bang Fariz mengambil alih pekerjaan gue lalu pergi ke arah meja dimana hasil bakar-membakar tadi sudah dihidangkan.
"Mana nih masa nggak ada ubi bakar?"
Gue menoleh dan mendapati Kak Yoga yang tersenyum jahil. "Sana gihh bakar diri sendiri," kata gue bercanda.
"Sayangnya gue bukan Nabi Ibrahim yang mempan dibakar api," jawabnya.
"Kan lo ubi?"
"Oh iya," ucapnya sambil menepuk jidat. "Lagi hiatus dulu deh jadi ubi mau jadi Yoga aja biar keliatan gantengnya."
"Ya udah gue juga jadi Rhesa dulu, nggak mau jadi singkong."
"Heh! Ubi singkong ubi singkong mulu lo berdua, udah bagus diciptain jadi manusia malah pengen jadi singkong. Aneh!" tiba-tiba Kak Yuta datang menghampiri kami. Tangannya bergerak mengambil sosis bakar lalu mengunyahnya dengan lahap. "Tapi kalo Yoga ubi, Rhesa singkong, gue apaan yang cocok ya?" tanya Kak Yuta disela-sela gigitannya.
Gue menaikkan sebelah alis, bingung. Tadi marah-marah sekarang ikut-ikutan. Maunya apa sih?
"Lo mah cocoknya kentang Yut," ucap Kak Alfa yang baru aja datang ke meja.
"Sialan! Ganteng begini dibilang kentang!" protes Kak Yuta sambil pura-pura meninju Kak Alfa namun tidak digubris, malah setelah mengambil sepiring daging dia langsung kembali ke tempat duduknya.
"Ngumpul di sana yuk?" ajak Kak Yoga sambil menunjuk ke arah Kak Alfa yang sedang duduk bersama Kak Rangga.
"Gue bantuin Fariz bakar-bakar deh ya kasian jomblo nggak ada yang nemenin," Kak Yuta kemudian berlari ke arah Bang Fariz yang sedang membakar sosis.
i m m a t u r e
"Traktir makan di luar lah Al kalo sukses begini, BBQan doang mah udah biasa," ucap Kak Rangga.
"Lo kira gue sama Fariz yang bisnis?"
"Mana bisa si Alfa bisnis? Dia mah ngertinya nyunat anak orang," sambung Kak Yoga setelah duduk di samping gue.
"Yee lo kira gue kuliah cuma belajar sunat doang?" Kak Alfa menanggapi sambil melempar bekas tusuk sate ke arah Kak Yoga.
"Ditunggu traktirannya kalo udah sukses jadi dokter ya, Pak. Jangan kelamaan, keburu ditinggal kawin sama kita semua," ujar Kak Yoga lagi.
"Lah kok ngomongnya ke gue doang? Ini Rangga kan juga sama kayak gue," protes Kak Alfa sambil menunjuk Kak Rangga.
Kak Yoga meminum spritenya kemudian meletakkan kalengnya beberapa detik kemudian, "Beda lah, walaupun lo sama Rangga sama-sama ganteng tapi Rangga lebih banyak fansnya secara dia murah senyum, kalem, nah lo? Coba, banyak nggak cewe yang deketin lo? Pasti dikit karena udah takut duluan liat muka lo yang galak begitu."

KAMU SEDANG MEMBACA
IMMATURE
Ficção AdolescenteImmature (adj.) not completely developed physically, mentally, or emotionally. ~~~ "Iya maaf, gue cuma anak SMA labil yang nggak bisa ngertiin kakak." "Jangan minta maaf terus. Emangnya lebaran?" alohomosa ©2018