Hari-hariku berada dekat dengan Rifal sungguh sangat menyenangkan. Dia seperti obat penawar dahaga dalam menjalani kerasnya kehidupan di kota Jakarta. Aku menyayangi dengan sangat tulus meskipun dia tidak mengetahuinya. Aku memang menyimpan perasaan ini dengan tertutup rapat. Walaupun aku tahu ini sangat sakit sekali, tetapi aku tidak punya pilihan lain. Berada di sampingnya saja aku sudah bahagia.
Rifal juga sepertinya tidak pernah curiga kalau aku memendam perasaan terhadapnya. Yang dia tahu, aku hanya seorang laki-laki normal dan sahabat terbaiknya. Dia juga tidak pernah protes saat aku diam-diam memeluknya dari belakang ketika kami sama-sama dalam satu ranjang. Aku memang pintar memanipulasi situasi apa pun menjadi momen yang tak terlupakan. Namun tidak mengundang reaksi negatif dari siapa pun. Meskipun demikian aku tak selamanya bisa membohongi diriku sendiri. Aku sadar dengan kondisiku bahwa aku ini adalah salah satu makhluk melenceng, tak lurus, belok, menyimpang, atau gay.
''Iqbal... aku mungkin pulang agak larut, ya, malam ini,'' ujar Rifal suatu sore. Iqbal itu namaku.
Iqbal
''Mau ke mana kamu, Fal?'' tanyaku agak kepo, karena dandanan Rifal tampak berbeda dari biasanya. Dia terlihat lebih rapi dan berseri-seri.
''Aku ada janji dengan seseorang,'' terang Rifal enteng.
''Kamu mau ketemuan dengan siapa?''
''Mau tahu aja, atau mau tahu banget, neeh?" timpal Rifal menggoda.
''Pasti orang itu sangat spesial ya, buat kamu, Fal?''
''Ya... begitulah...''
''Cewek... atau cowok?''
"Ceweklah... masa' cowok, emangnya aku cowok apaan? Sorry, ya... aku masih normal, dan bukan pengikut kaum jeruk minum jeruk.''
Aku hanya terdiam, ucapan Rifal kali ini cukup membuatku ... Jlebbb! Mati kutu. Speechless auto mode on.
''Oke, Kawan... aku pergi dulu, ya!'' kata Rifal sambil mencubit manja daguku, "jaga rumah baik-baik... Daaahhh!'' imbuhnya dengan nada super riang, lalu dia pun berjingkat pergi meninggalkan aku yang masih berdiri termangu.
Aku memandang kepergian Rifal dengan perasaan yang sedikit kezel, cemas, bingung dan aneh. Apa pun itu yang jelas aku memiliki rasa jelouse, tetapi aku tidak bisa menunjukan rasa itu. Aku hanya bisa memberikan dukungan kepada Rifal, agar dia mendapatkan yang terbaik buatnya.
Beberapa jam kemudian ....
Aku gelisah menunggu kepulangan Rifal. Tanpa sadar aku telah menghabiskan beberapa gelas kopi mocca. Entahlah, aku tidak merasa tenang sebelum dia kembali ke kost-an. Aku menengok jam di pergelangan tanganku, waktu sudah menunjuk angka 11, tetapi di luar sana belum ada tanda-tanda gelagat kedatangan Rifal. Sungguh aku jadi cemas, takut terjadi sesuatu sama dia.
Ahhh ..., aku terlalu berpikir yang tidak-tidak, Rifal sudah dewasa. Dia juga seorang laki-laki, mengapa aku mencemaskan dia? Lagi pula siapa itu Rifal? Dia hanya temanku saja.... tidak lebih...
Rifal memang teman lelakiku, tetapi aku menyimpan rasa pada dirinya. Rasa yang tak mampu kubuang jauh-jauh. Rasa cinta yang seharusnya tidak ada. Ooh...Tuhan, mengapa aku harus menderita dengan perasaan yang aneh ini?
Jatuh cinta dengan cowok straight itu sangat menyiksa batin. Tidak ...! Lebih baik aku tidur saja. Namun, kenapa aku tidak bisa memejamkan mataku?
Aku kembali menyeruput kopi yang masih tersisa di gelas kaca, rasanya pahit, sepahit perasaanku mencintai Rifal. Uuuh ... Bikin baper, ingin aku berteriak biar sesak di dada ini plong dan lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE U, BRO! (Kasih Tak Lurus)
القصة القصيرةUntuk 13++ Dia sahabatku, aku menyukainya. Dia normal, aku abnormal. Kasih ini hadir, tetapi tak sampai. Karena kasihku, kasih tak lurus.