Typo, sudah kuduga..
.
.
.
.
Happy reading...***
Pukul 01.39 dinihari, Nada terbangun dari tidurnya. Ia sedikit terganggu mendengar suara seperti rintihan orang sakit yang berasal dari sampingnya. Ia menoleh kearah Gilang, laki-laki itu tertidur namun keringatnya bercucuran. Nada memberanikan diri menyentuh dahi laki-laki itu, sangat panas.
Nada panik, apa yang harus ia lakukan sekarang. Menelpon Desi? Tidak, ia tidak mau mengganggu mertuanya. Ia harus bisa menangani Gilang.Nada mulai membangunkan Gilang, sebenarnya ia tidak tega apalagi saat melihat wajahnya yang tampak pucat dan bibirnya tak henti-henti meringis sakit.
"Kak" Nada menggoyang-goyangkan bahu Gilang agar laki-laki itu terbangun.
Perlahan-lahan mata laki-laki itu terbuka, mata yang biasanya menatap tajam kini berubah sayu."Kakak butuh sesuatu?"
Gilang hanya menggeleng lemah membuat Nada semakin bingung. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, matanya tak lepas menatap wajah pucat Gilang.
"Kak ngomong dong"
"Apa?" ucap Gilang lemah.
"Kakak butuh sesuatu?" Gilang kembali menggeleng. Nada menghela nafas mencoba menenangkan diri agar tidak terlalu panik. Ia beranjak dari atas ranjang menuju dapur untuk mengambil baskom kecil.
Tidak lama kemudian gadis itu kembali dengan baskom kecil berisi air dingin dan meletakkannya diatas nakas. Ia berjalan kearah lemari untuk mengambil handuk kecil.
Nada duduk disamping Gilang yang terbaring, ia mencelupkan handuk kecil itu kedalam baskom berisi air, kemudian meremasnya dan ditempelkannya dikening Gilang. Setelah itu ia kembali kedapur untuk membuatkan Gilang teh hangat.
Namun saat menuangkan air panas, tanpa sengaja tangan kanannya tersiram. Gadis itu meringis kesakitan, namun ia berusaha menahannya yang terpenting adalah Gilang. Entahlah Nada juga tidak tahu kenapa ia bisa sekhawatir ini karena Gilang.
Nada kembali kekamar membawa teh hangat, ia meletakkannya di atas nakas.
"Kak minum dulu" ucap Nada. Gilang mengangguk dan mencoba duduk dibantu oleh Nada."Aww" pekik gadis itu saat kepala Gilang bertumpu pada tangan kanannya.
"Kenapa?"
"Nggak papa" ucapnya sambil tersenyum, tapi tidak menyamarkan raut kesakitannya.
"Ayo diminum" sambungnya sambil berusaha menahan perih ditangan kanannya.
Gilang kembali berbaring setelah meminum teh buatan Nada. Dan sukurnya teh itu manis tidak asin. Ia sempat khawatir Nada salah memasukkan gula kedalam cangkir.
Nada ikut berbaring disamping Gilang dengan posisi kepala laki-laki itu dibahunya. Tangan kiri Nada mengelus-elus rambut Gilang dengan lembut. Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus Gilang menandakan laki-laki itu tertidur. Perlahan-lahan Nada membetulkan posisi kepala Gilang yang berada dibahunya, memindahkannya kebantal. Ia turun dari tempat tidur mencari kotak p3k untuk mengobati tangannya yang terkena air panas.
Sebegitu khawatirnya kah dia kepada Gilang sehingga mengabaikan luka ditangannya?***
Keesokkan harinya Nada terbangun dan tidak mendapati Gilang disampingnya. Ia memperhatikan tangan kanannya yang terbalut perban. Seingatnya, semalam ia hanya mengoleskan salep. Nada tidak terlalu memikirkannya, ia berjalan menuju kamar mandi.
Tak butuh waktu lama Nada keluar dari kamar mandi lengkap dengan pakaian santainya. Hari ini tidak ada jadwal kuliah membuat ia bisa bernafas lega. Nada berjalan keluar kamar menuju dapur, ia sedikit bingung saat melihat meja makan yang sudah tersedia beberapa makanan. Mata Nada tertuju pada sebuah note yang tertempel di pintu kulkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cool Husband [Sudah Terbit]
Teen FictionFollow First 🙏🙏 *SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS* 🍂🍂🍂 Bagaimana jadinya jika seorang gadis bernama Nada Arselia, gadis remaja labil berusia 19 tahun harus menikah dengan seorang laki-laki yang notabenenya adalah dosennya Gilang Aditama yang hari-ha...