22 | Patah, Lagi

4.5K 234 0
                                        

Komitmen yang susah payah di bangun bersama, ternyata hanya aku yang benar-benar mewujudkannya.

•••

LANGKAH kaki yang dibalut kaos kaki putih setinggi lutut itu melangkah pelan memasuki kelas, tatapan anak-anak kelas sudah memandangnya penuh interogasi.

"Zaaa!"

"Lo sama Albian beneran deket!?"

"Lo berdua backstreets, kan?"

Mampus. Albiza menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab. "Backstreets?" kekehnya, "apa yang harus di backstreet-kan? Lagian nggak ada juga yang perlu di publikasi. Gue sama dia sama kayak kalian semua, teman kelas. Udah."

"Bohong!"

"Lo sampe komitmen-komitmen segala, nggak nyangka lo diem-diem gitu, gue kira pelakor kemaren cuma apaan. Ternyata beneran, murah banget, sih lo!"

"Tahu, jadi mantan si Cello aja harusnya bersyukur, lah ini mah deket sama Fito, sama Harra, Noah, dan sekarang Bian? Serendah itu, lo?"

Albiza menunduk, berharap untuk tidak cengeng saat ini. Semoga matanya bisa diajak berkompromi. "Denger ya, gue sama Bian nggak ada apa-apa. Apalagi sama Fito, Noah, Harra, we're friends, nggak ada yang dilebihkan."

"Bohong, lo semua gak tahu kan kalo diluar dia sering jalan sama Bian? Kalian nggak tahu mereka udah main ke rumah masing-masing, kalian nggak tahu kalo mereka saling nyaman? Sakit nggak sih, siapa yang cerita siapa yang dapet? HAHAHA!" Novia tiba-tiba saja ikut nimbrung.

"Novi...."

"Apa? Mau ngelak?! Gue nggak nyangka sama lo Za, asli. Kata gue emang harusnya lo jujur dari awal biar Novia gak sesakit ini." Lala ikut bersuara, membuat Albiza semakin lemah. Semua orang nampak mengecewakan. Tidak ada yang berpihak padanya.

"Huuuu pelakor!"

"Anjirun lo, Za!"

"Nggak nyangka, jahat banget lo."

Albiza diam, menyimpan tas dan lebih memilih menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Mengusap air matanya yang meluncur bebas dengan kasar.

"Cengeng banget, udah biarin aja."

Albiza mendongak saat melihat sapu tangan yang mengambang didepannya. Ada Alfito di sana. Apakah cowok itu berpihak padanya?

Albiza tersenyum dan mengambil sapu tangannya. "Makasih,"

"Lo kuat. Inget kata gue."

Albiza mengangguk, setidaknya masih ada yang peduli padanya. Tidak lama, ponselnya bergetar, menampilkan nama Albian a.k.a tripleks di sana.

Tripleks : Pulang sekolah, jgn dulu pulang. Kita perlu bicarain ini

▪▪▪

Hening. Itulah yang sekarang terjadi diantara Albian dan Albiza. Menikmati semilir angin yang menerpa di parkiran sekolah sore itu. Keduanya hanya duduk diam di atas motor, tanpa saling memandang.

AlbianzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang