Karena aku memilih untuk menikmati luka, walaupun sebenarnya sembuh lebih nyata.
•••
HARI ini sudah mulai diadakannya simulasi Ujian Nasional, itu artinya beberapa tahapan lagi masa sekolah mereka akan segera berakhir. Di sisi lain Albiza senang karena akan bebas dari pikiran-pikiran tentang pelajaran, di sisi lain dia juga merasa sedih karena tidak akan melihat Albian dari sesering satu tahun ke belakang ini.
Kembali jauh dengan Albian, itu yang kali ini dirasakan Albiza. Atau memang dirinya saja yang menganggap terlalu dekat sehingga sekarang merasa jauh?
Matanya fokus memandang pintu, jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tujuh menit namunn Albian juga memasuki kelas. Apakah cowok itu absen?
"Za, lo sesi berapa?"
Albiza menoleh pada Uci. "Sesi satu, lo?"
"Tiga dong, nyesel nama gue jauh amat,"
Albiza terkekeh. "Nanti kalo punya anak kasih nama yang abjadnya pertengahan aja, makanya."
Uci ikut tertawa. "Eh omong-omong, lo masih deket sama Bian, 'kan?"
Wajah cerah Albiza berubah muram, tidak tahu nasibnya. "Nggak tahu."
"Kok gitu? Kalian berantem lagi?"
"Nggak, gu--"
"PERHATIAN SEMUANYA!"
Tiba-tiba seorang guru masuk, membuat Albiza sedikit lega karena tidak harus menjelaskannya pada Uci. Dan tepat di belakang guru itu, Albian menyalip masuk dan duduk di bangku sampingnya.
"Untung aja gue masih sempet," gumamnya.
"Dari mana?" tanya Alfito yang merupakan teman sebangkunya.
"Begadang main PS."
"Lo nyakitin 'dia' lagi?" tanya Alfito pelan, meskipun seperti bisikan Albiza samar-samar masih mendengar suaranya. Dan Albiza yakin yang Alfito maksud 'si dia' adalah dirinya.
"Siapa?"
"Si itu, masa lo pura-pura lupa."
"Apa sih, Fit. Udah ah, males. Mending lo hot-spot sini, kita mabar."
"Dengerin pak Haryono mau pengumuman bege."
"OKE, SEMUANYA HARAP TENANG DULU!" pak Haryono yang kalem jadi berteriak karena suara-suara anak kelas yang masih saja berisik.
Hening, semua mata memandang Pak Haryono di depan sana. Guru kesiswaan itu berdeham. "Yang sesi pertama akan dimulai lima menit lagi, jadi diharapkan untuk mulai ke laboratorium komputer sekarang."
"Sekarang banget, Pak?"
"Iya, cepat siap-siap."
Sontak saja anak-anak kelas yang mendapat sesi pertama langsung berlarian, beberapa anak sampai menabrak guru itu.
"Jangan lari-lari, hey!" pak Haryono geregetan, namun tetap keluar dengan santai. "Hati-hati!"
Albiza berlari cepat, sampai beberapa kali tersandung bebatuan di pinggir lapangan.
Tepat di depan pintu laboratorium komputer, Albiza membuka sepatunya cepat-cepat, karena terlalu panik sampai tali sepatunya malah mengerat, bukan terbuka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Albianza
Roman pour Adolescents[ SUDAH TERBIT ] Gara-gara film Dilan, Albiza jadi baper sama Albian. Sialnya, Albian yang 'katanya' cuek pun jadi mulai luluh dan ikut bawa perasaan pada cewek yang sudah dua tahun berada dalam kelas yang sama dengannya--tepat duduk di sampingnya. ...