Confused

510 52 3
                                    

'Pria ini yang mempunyai suara merdu itu.'

Author POV

Pria bertubuh tegap ini memandangi setiap inchi dari wajah Elra, tanpa ia sadari seulas senyum yang sangat tipis nyaris tak terlihat terukir di wajah tampannya.

Ia menatap Elra dengan lekat tanpa ingin melewati setiap kelukan wajah cantik nan polos Elra.

Elra yang merasa risih dengan tatapan tanpa suara itu terus menatapnya dengan lekat mencoba untuk menarik nafasnya dalam-dalam dan mencoba untuk berbicara pada pria yang berada di hadapannya kini.

"Uumm maaf aku tidak sengaja lewat dan mendengar suara di dalam sini." Elra mengucapkannya dengan terbata-bata karena ini lah kali pertama Elra mengatakan kalimat sepanjang ini pada pria yang ada di hapadapannya.

Zayn yang menyadari tingkah Elra yang gugup dan sedikit salah tingkah melihatnya dengan menaikkan sebelah alis tebal miliknya.

'So cute.' Gumam Zayn dalam hatinya.

'Dasar manusia gunung es bukannya menjawab malah menaikkan sebelah alis tebalnya, mentang-mentang alisku tak setebal miliknya.' Omel Elra dalam hati dan mencoba menatap wajah dingin.

"Lebih baik aku pergi, permisi." Elra hendak melangkahkan kakinya tapi sebuah tangan kokoh menahannya untuk tetap tinggal dan percayalah saat itu juga jantung Elra serasa sudah tidak berfungsi.

Tangan hangat Zayn yang menggengam pergelanagan Elra dengan halus membuat Elra lupa akan bumi yang di pijaknya.

"Mau bermain musik?" Tanya Zayn masih menggenggam pergelangan tangan Elra dan detik itu juga Elra mendongakan kepalanya hingga dapat melihat wajah Zayn yang sulit di artikan.

"Kau tak keberatan?" Elra tak mencoba sedikit pun untuk melepaskan genggaman hangat itu.

"Masuklah." Zayn berjalan mendahului Elra tentu saja tangan Zayn sudah tidak lagi menggenggam pergelangan tangan Elra.

Kini Elra yang sudah berada di dalam ruang musik dapat melihat secara detail setiap sudut ruangan itu. Ruangan yang di padukan dengan klasik dan modern tak lupa dengan beragam lukisan dan alat musik tua menambah kesan seni di dalamnya. Sinar matahari yang terpancar dari jendela tepat terpantul di sebuah piano besar yang sudah lumayan tua pun menambah kesan romantis.

"Kau hanya ingin memandanginya saja?" Zayn membuka suaranya karena melihat Elra yang terpukau memandang setiap sudut ruangan tersebut.

"Aku tidak bisa memainkannya." Ujar Elra yang kini menyapukan tangannya pada piano kayu tua yang masih terlihat bagus.

Ia tak menyangka kampusnya yang terlihat mewah dari luar memiliki ruangan seni yang seperti ini, dan ini adalah ruangan seni yang baru pertama kali ia lihat. Ia pernah memasuki ruang seni yang biasa di gunakan oleh anak-anak seni tampak perbedaan yang kontras pada suasananya ruabg seni yang pernah ia masuki lebih terlihat modern.

"Mau aku ajarkan?" Tawar Zayn yang sudah duduk di kursi piano.

"Kau serius ingin mengajarkanku bermain piano?" Tanya Elra merasa tak percaya. Karena Zayn yang selama ini ia lihat tidak seperti ini. Biasanya Zayn lebih dingin dan selalu berekspresi datar.

"Duduklah." Zayn bangkit dari posisinya dan berdiri di belakang kursi yang ia duduki tadi.

Elra menuruti perintah Zayn dengan perasaan campur aduk, mulai dari perasaan senang, gugup dan takut semua bercampur menjadi satu.

Tangan Elra mulai menekan asal tuts piano yang ada di hadapannya.

Zayn yang melihat tingkah Elra yang menggemaskan baginya, ia merasa sudut bibirnya tertarik dan membentuk seulas senyuman tipis.

This Must Be Love (Ziall Love Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang