22. D-Day

685 47 3
                                    


Typo komen aja
Let's reading

...

Delwin berdiri sambil memberikan sebuah penjelasan kepada rekan kerjanya, rekan yang sebenarnya adalah seorang musuh, ia akan melawan tapi tidak sekarang karena ia membutuhkan mereka, lebih tepatnya memperalat.

" Lakukan tanpa ada kesalahan," titah Delwin, semuanya mengangguk.

" Biarkan saja itu menjadi sebuah berita besar kita tidak perlu melakukan nya dengan sembunyi-sembunyi, cukup mereka tidak tau siapa dalangnya," Rose memandang Delwin meminta pendapat.

" Lakukan" dia menyetujuinya namun juga mempunyai rencananya sendiri.

" Persiapkan anak buah kalian, sebelum jam istirahat kita mulai," titah dalwin kemudian berjalan keluar untuk menemukan tangan kanannya.

Dalwin yakin orang orang disini memiliki rencana tersendiri yang tidak diketahui oleh rekannya, maka dari itu Dalwin mengantisipasi kekacauan yang ditimbulkannya oleh kedua kakak beradik itu.

Dalwin mendengus, ia sangat malas berurusan dengan orang seperti mereka, kejam namun hanya sebuah kepura puraan, licik hal yang harus di miliki oleh semua mafia tapi mereka berbeda kelicikan nya terlalu bodoh dan tidak memikirkan rencana dengan matang.

" Aku tunggu kalian berdua untuk menjadi santapan Goza," Goza, itu hanyalah sekumpulan belatung yang sering ia siapkan untuk para mangsanya.

....

Setelah kejutan yang mereka berdua dapatkan, Risia dan Moly mulai mempersiapkan peralatan yang akan digunakan.

Dari mulai baju ganti, rompi anti peluru, pistol, revolver, dan pisau,

Mereka harus meminimalisir penggunaan alat alat tersebut, alasannya jelas mereka masih dalam fase penyamaran, tidak mungkin membawa banyak barang terutama senapan di tempat yang akan mereka datangi, tempat terjadinya sesuatu yang akan menjadi sebuah berita besar.

" Jangan percaya siapapun, kita bergerak sendiri jadi hati hati," jelas Risia, Moly mengangguk.

Setelah mengemas peralatan keduanya berjalan menuju balkon, menikmati pemandangan kota Las Vegas. Moly menoleh kearah Risia yang sedang memejamkan matanya, ia menoleh sesaat setelah mendengar ucapan Moly.

" Apa kau lelah," Risia menaikan satu alisnya, Moly menghela nafas pelan tangannya ia tumpukan di pagar balkon.

" Tugas, kehidupan ganda ya seperti itu, aku masih merasa bersalah dengan kematian ibuku," Moly menunduk berusaha menyembunyikan isakan yang mulai muncul.

Risia mendekatinya, menepuk bahu Moly dengan pelan, ia tau saat ini Moly masih berada dititik terendah di kehidupannya, Ayah dia sudah terbiasa dengan tidak adanya sesosok ayah yang melindungi nya dan tumbuh menjadikan remaja yang kuat karena harus melindungi dirinya sendiri dan berharap bisa melindungi satu satunya orang tua yang ia miliki, ibunya namun ia gagal.

"Jika kau tidak sanggup kita bisa berhenti saat masalah ini benar-benar selesai," Risia berujar tegas, ia tak masalah jika harus berhenti karena memang ia merasa bahwa pekerjaan ini bukan lah pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan.

Moly termenung sejenak kemudian menatap wajah Risia yang menampilkan senyum tipis.

" Kita lihat saja kedepannya, aku merasa ini bukan lagi pekerjaan untuk kita apa kau juga merasakannya?" Tanya Moly.

Risia ikut menopang tubuhnya di pagar balkon, memejamkan mata menikmati hembusan angin malam, untuk sejenak keadaan menjadi hening, keduanya larut dengan pikiran masing-masing. Risia membuka matanya, ia mengehela nafas.

Disguise √ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang