PROLOG

26.1K 1K 22
                                    

Don't forget for vote and comment..

Enjoy the story :)

___________________________________

MUSIM hujan sudah tiba dan menyelimuti kota. Angin bertiup kencang setiap malam, dengan curah hujan yang sesekali datang. Anan berjalan menyusuri gang kecil menuju rumahnya. Hujan gerimis terus turun membasahi kerudung dan jaketnya. Ia berjalan memeluk tubuhnya sendiri yang mulai kedinginan. Ia ingin segera sampai di rumah dan segera beristirahat sambil menikmati secangkir teh hangat. Tubuhnya sudah cukup lelah menjalani seluruh aktivitas di sekolah hari ini, dan sampai ke rumah dengan cepat adalah satu-satunya obat.

Anan menghentikan langkahnya di dekat sebuah lapangan kecil yang amat sepi, dan sedikit terperangah melihat kejadian di depannya. Ia menatap lelaki berjas hitam, sedikit berantakan seperti habis berkelahi. Ada bekas tanah di pakaian tersebut yang menandakan telah terjadi sesuatu sebelumnya. Ia mengarahkan pandangannya ke bawah, menatap tangan lelaki tersebut yang memegang sebilah pisau berlumuran darah segar. Pandangannya kemudian mengarah pada sosok pria yang terkapar di tanah bersimbah darah dengan beberapa luka tusuk dan sayatan di tubuhnya, dan sepertinya pria itu mati.

Meski dari belakang, Anan dapat membingkai sosok itu dengan baik. Memperhatikan dengan seksama dan mengamati betapa tampannya lelaki itu meskipun dari garis samping wajahnya.

Lelaki tampan itu tak menyadari kehadiran Anan di belakangnya. Ia kembali menusukan pisaunya ke dada pria itu tanpa belas kasih sedikit pun, seakan apa yang ada di hadapannya bukan sosok manusia sepertinya.

"Rasakan itu!" katanya, lalu mencabut pisaunya dari dada pria yang entah sudah tewas sejak kapan. Suaranya begitu dingin, mengalahkan dinginnya malam disertai hujan ini.

Kemudian lelaki itu membalikan tubuhnya dan mata birunya bertatapan dengan Anan yang berdiri di belakangnya. Anan terpaku untuk beberapa saat pada mata biru sedingin es itu, merasakan tatapan tajam yang bisa membunuh siapapun. Lelaki itu, entah bagaimana memancarkan aura yang begitu mendominasi dan melingkupi sekelilingnya dengan kegelapan nyata. Seperti aura hewan buas yang tengah menyudutkan mangsanya.

"Oh-- ada orang rupanya." Lelaki itu bergumam pelan, seolah-olah terkejut. "Sedang apa kau disini?" tanyanya dengan seringai kejam di sudut bibirnya. Ia bertingkah seperti seekor serigala yang mempermainkan dahulu mangsanya sebelum melahapnya bulat-bulat.

Anan menatap lurus lelaki itu, tak menghiraukan apa yang baru di dengarnya. "Kau membunuhnya?" tanyanya datar. Tidak ada ketakutan sedikit pun yang terbesit di dalam suaranya.

Lelaki itu tersenyum, mengangkat kedua bahunya acuh. "Dia pantas mati." jawabnya.

Anan terus menatap datar lelaki di depannya, namun sedikit senyum tersungging di sudut bibirnya. "Darimana kau menyimpulkan jika dia pantas mati? Dan kenapa kau membunuhnya?"

Lelaki itu terkekeh, lalu balas menatap Anan melalui mata birunya yang tajam dan dingin. "Karena dia sudah tidak berguna lagi di dunia ini." jawabnya. Kemudian dia mendesah keras seperti melepaskan seluruh beban. "Tadi dia mencoba merampokku dengan pisaunya, berarti dia juga harus mati dengan pisaunya sendiri. Dia pantas mati bukan?"

Anan terkekeh, pandangannya tak lepas dari lelaki di depannya. "Dan apakah kau pantas hidup?" tatapannya seketika berubah tajam. "Kau bilang dia pantas mati karena telah mencoba merampokmu. Dan kau sendiri telah membunuhnya, bukan mencoba membunuhnya. Apakah itu berarti kau pantas hidup?"

Lelaki itu mengangkat alisnya, terkejut dengan apa yang dikatakan oleh gadis di depannya. Ia mengamati gadis tersebut dari atas hingga bawah. Sangat jauh dari penampilannya yang anggun dan terkesan lemah lembut, dia tak menyangka jika gadis itu menyimpan keberanian yang amat besar dari balik kerudung panjangnya.

Light in The Darkness - #1  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang