BAB 2

11K 695 16
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

__________________________________

"Anan!" Dengan kasar Rayyan melempar pisaunya ke tanah. Matanya mengkilat tajam menatap Anan yang hanya diam di tempatnya. Semua orang disana termasuk Leo terdiam terkejut menatap apa yang terjadi. Mereka tidak tahu dari mana Anan muncul dan tiba-tiba menghadang pisau.

"Apa yang kau lakukan?" Rayyan meraih tangan Anan seketika. Darah segar terus mengalir dari telapak tangan Anan, membuatnya semakin khawatir. "Apa yang kau lakukan, Anan?"

Anan melepaskan tangannya dari genggaman Rayyan, "Justru aku yang harusnya bertanya seperti itu. Apa yang sedang kau lakukan? Kau ingin membunuh orang lagi?" tanyanya datar.

"Bukan urusanmu." Rayyan mendesis tajam. Tanpa memperdulikan Anan yang menolak, ia menarik tangan gadis itu dan membawanya masuk kedalam mobil.

"Hei, apa yang kau lakukan?!" Anan berusaha melepaskan tangannya dan keluar dari dalam mobil saat Rayyan mendorongnya masuk. Ia terduduk paksa di dalam mobil dengan Rayyan yang terus memegangi tangannya.

Rayyan hanya diam, sibuk membuat tangan Anan yang terus memberontak diam. "Bisa kau diam sebentar? Aku ingin membalut lukamu."

Anan menghentikan gerakan tangannya, membiarkan Rayyan membalut luka di tangannya. Ia memperhatikan dengan seksama saat Rayyan dengan hati-hati mengambil sebuah kain di dalam saku jasnya dan membalut lukanya. Matanya menyipit saat melihat kain berwarna putih di tangan Rayyan.

"Ini mitelaku." katanya yang dibalas anggukan kecil oleh Rayyan. "Kau masih menyimpannya?"

"Masih, memangnya kenapa?"

"Tidak." Anan membalas singkat, kemudian terdiam. Mungkin hanya kebetulan saja Rayyan menyimpannya dan belum sempat dibuang.

Rayyan mengikat kain tersebut dengan sedikit kencang, "Kita ke dokter sekarang." ujarnya pelan.

"Tidak perlu. Aku bisa mengobatinya sendiri." tolak Anan langsung. Rayyan menatapnya dingin dan mendengus.

"Seharusnya kau tidak ikut campur dengan urusanku."

"Aku tidak pernah berniat ikut campur dalam urusanmu. Kau melakukannya tepat di depan mataku, sehingga sebagai manusia yang memiliki hati nurani aku refleks menolongnya."

Rayyan menghempaskan tangan Anan, "Dengan mengorbankan keselamatanmu sendiri?" tanyanya tajam. "Jangan bertindak bodoh, Anan. Kau harus tahu terlebih dahulu siapa orang yang kau selamatkan."

"Ini hanya kecelakaan." Anan mengangkat tangannya yang terbalut kain putih, kini kain tersebut diwarnai bercak darah yang merembes keluar. Perdarahannya sepertinya belum berhenti padahal balutannya sudah cukup bagus. "Aku sudah menjelaskannya padamu, jika aku melakukannya secara refleks. Aku manusia biasa, masih memiliki hati nurani, empati, dan simpati makanya melihat kejadian tadi hatiku tergerak menolongnya." jelasnya kesal.

Rayyan mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa kau bisa ada disana?" tanyanya curiga. "Kau mengikutiku?"

Anan menggeleng cepat, "Tidak." sahutnya. "Aku juga bingung kenapa aku bisa ada disana." Mungkin karena melamun sepanjang jalan tadi membuatnya tanpa sadar melangkah ke tempat itu. Tapi kenapa harus tempat itu? Kenapa tidak melangkah ke arah rumahnya?

"Kau tidak tahu kenapa bisa ada disini?" Rayyan mengernyit, sudut bibirnya menyeringai. "Jangan membohongiku, Anan."

"Untuk apa aku membohongimu. Aku malah berharap tidak pernah bertemu denganmu lagi." Anan menatap Rayyan datar.

Light in The Darkness - #1  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang