BAB 16

6.2K 416 8
                                    

Don't forget for vote and comment.. 

Enjoy the story :)

_________________________________

Dua minggu sudah Anan tak sadarkan diri dari komanya, dan hampir dua minggu juga Rayyan tak melihat wajah istrinya itu. Selama hampir dua minggu ini Rayyan berusaha untuk tak datang menemui istrinya. Dia sedang berusaha membiasakan dirinya untuk kehilangan Anan. Keputusannya sudah bulat, dia akan melepaskan Anan saat Anan sudah sadar nanti. Dia tidak ingin Anan semakin menderita dan tersakiti bila terus berada di sisinya. Memang berat rasanya, namun dia harus melakukan ini demi kebahagiaan Anan. Satu-satunya gadis yang dia cintai.

Rayyan berjalan ke balkon kamarnya. Hembusan angin malam langsung menerpa wajahnya yang sekarang telah di tumbuhi rambut-rambut kecil di sekitar dagunya. Mata birunya menatap sedih pada langit malam yang tak berbintang. Rasa sakit di hatinya kembali muncul, rasanya begitu sesak dan nyeri. Sakitnya melebihi apa yang pernah dia rasakan dulu.

Yaa Allah, apakah dia bisa bertahan bila harus kehilangan istrinya? Apakah dia sanggup melepaskan Anan dari hidupnya?

Jawabannya, tidak. Dia tidak bisa bertahan dan tidak akan sanggup bila harus kehilangan Anan. Tapi dia akan berusaha untuk bisa melepaskan Anan, merelakan Anan hidup tanpa bersamanya. Mungkin dia juga harus merelakan Anan bersama laki-laki lain yang bisa membahagiakannya. Walau rasanya sakit.

Rayyan menghela napasnya panjang. Dia menundukan kepalanya, melihat kearah pekarangan yang di jaga oleh beberapa penjaga. Mereka seperti sedang berjaga sambil mengobrol. Tak lama, muncul Martini dari arah pintu dapur sambil membawa makanan dan minuman bagi para penjaga.

"Terima kasih mbak." ucap salah satu penjaga.

Martini menganggukan kepalanya, "Iya, sama-sama."

"Oh iya mbak. Apa mbak tahu bagaimana keadaan nyonya muda?"

"Kata tuan Leo, nyonya masih belum sadarkan diri. Yah, semoga saja nyonya baik-baik saja dan cepat sadar. Kasihan tuan Rayyan, sepertinya dia sangat sedih dan terpukul." jawab Martini.

"Yah, semoga saja. Nyonya muda orang yang sangat baik, dan juga ramah." ucap penjaga yang lain.

"Dan nyonya muda juga sangat mencintai tuan Rayyan. Sangat terlihat di matanya. Aku beberapa kali melihat nyonya berenang di malam hari sambil menangis. Tapi dia selalu melarang jika aku akan melapor pada tuan. Katanya dia tidak ingin tuan khawatir padanya." tambah yang lainnya.

"Seperti itulah nyonya, selalu menyembunyikan masalahnya di depan orang lain." Martini menghela napasnya sedih.

Rayyan menghela napasnya kembali. Rasanya semakin berat saja untuknya melepaskan Anan. Perasaannya sekarang tak lagi sepihak, Anan mencintainya. Tapi kenapa, disaat perasaan mereka menemukan kepastian, keadaannya menjadi seperti ini? Kenapa takdir Tuhan tak berpihak kepada mereka?

"Astagfirullah." harusnya dia sadar dengan semua ini. Hal-hal yang terjadi selama ini adalah akibat dari apa yang di perbuatnya dahulu. Bahkan orang yang telah melukai Anan pun adalah musuhnya di masa lalu. Dan itu salah satu akibat dari kezholimannya.

Getaran di saku celananya membuat Rayyan tersadar dari pikirannya. Segera dia melihat dan menjawab panggilan dari sahabatnya.

"Halo, Leo?"

"Kau kemana saja seminggu ini, hah?"

"Aku ada di rumah."

"Di rumah? Kenapa kau tidak datang ke rumah sakit?"

"Karena aku tidak ingin."

Sebisa mungkin Rayyan menjawab semua pertanyaan Leo dengan datar dan dingin. Dia yakin, Leo pasti sedang mengerutkan keningnya bingung.

Light in The Darkness - #1  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang