Don't forget for vote and comment..
Enjoy the story :)
________________________________
Mata biru itu menatap langit pagi dari ruang kerja yang berada di lantai teratas Calief Corporation. Garis wajahnya yang tegas semakin terlihat tampan saat terkena terpaan cahaya matahari pagi. Tangannya yang selama ini digunakannya untuk menyakiti orang, dimasukkannya ke dalam saku celana. Tubuh tingginya kini menjulang di depan jendela, tenang dan penuh aura mendominasi seperti biasanya.
Pikirannya melayang pada waktu-waktu yang telah berlalu, pada kejadian-kejadian yang menimpanya. Ia tidak menyangka, bahwa pertemuannya dengan Anan saat itu dapat berdampak besar hingga saat ini. Ia tidak tahu jika tindakan yang dilakukan oleh gadis itu dapat menarik perhatiannya. Dan yang lebih luar biasanya, gadis itu mampu mengangkat perasaan yang ia kubur begitu dalam dan tertumpuk kegelapan dengan mudahnya hanya dengan sebuah penolakan.
Ada rasa bersalah dalam hatinya, karena untuk kedua kalinya Anan harus melihat kekejaman yang dilakukannya. Bahkan gadis itu harus mengalami luka fisik akan hal itu. Berulang kali ia mencoba untuk tidak peduli, namun rasanya begitu sulit karena pikiran-pikiran itu terus berputar di kepalanya.
Sejak kapan seorang Rayyan Calief memikirkan hal sepele seperti itu? Dan sejak kapan pula ia merasa bersalah kepada orang lain?
Rayyan berjalan menuju sofa, dan menghempaskan tubuhnya perlahan. Ia kembali berpikir, tentang hal ini dan apa yang terjadi dengan dirinya. Mencoba mencari penyebab dari apa yang telah terjadi. Ketukan di pintu membuat Rayyan mengalihkan perhatiannya. Matanya menatap Leo yang baru saja membuka pintu dan berjalan ke arahnya, di belakangnya seorang wanita mengekori.
"Selamat pagi, tuan." Leo sedikit membungkukkan badannya dengan sopan. Begitupun dengan wanita di belakangnya. Meskipun Rayyan dan Leo bersahabat dekat, namun keduanya selalu bersikap profesional saat berhubungan dengan pekerjaan.
"Kami sudah menyiapkan semua keperluan keberangkatan kita ke Amerika. Kita akan pergi sekitar pukul 9 nanti." Lalu Bella melanjutkan dengan membacakan jadwal Rayyan di Amerika nanti.
Rayyan hanya diam mendengarkan, kemudian setelah Bella selesai berbicara ia bangkit berdiri dan berjalan menuju lift. "Semua dokumen jangan ada yang tertinggal." katanya sambil memasuki lift diikuti Leo dan Bella.
"Baik, tuan." Balas Bella sopan.
Setelah keluar dari dalam lift, ketiganya berjalan melewati lobby menuju pintu keluar, dimana sebuah mobil sudah menunggu mereka. Para bodyguard dengan cepat berbaris di dekat mobil, menanti kedatangan Rayyan.
Dalam balutan jas berwarna biru tua yang menempel sempurna di tubuhnya, Rayyan terlihat begitu mempesona. Semua orang melihat ke arahnya dengan tatapan kagum, juga segan karena Rayyan begitu memancarkan aura dingin di sekelilingnya. Tidak setiap hari karyawan disana bisa bertemu dengan Rayyan, karena kesibukan lelaki itu yang membuatnya harus sering berada di luar kantor. Mungkin, dalam satu bulan Rayyan hanya akan ada di kantor sekitar tiga sampai lima kali saja.
Rayyan masuk ke dalam mobil diikuti Leo yang duduk di kursi depan, sedangkan Bella mengambil tempat di samping Rayyan. Rayyan menyandarkan punggungnya saat mobil mulai melaju meninggalkan kantor menuju bandara. Ia menatap keluar jendela mobil, memperhatikan setiap objek yang dilewatinya. Bukan tanpa sebab ia melakukan hal itu, ia sedang berusaha agar bayangan Anan di kepalanya menghilang. Ia tidak ingin terus memikirkan gadis itu, gadis yang sudah menolaknya lebih dari satu kali.
Namun, sepertinya usahanya kembali gagal. Ia masih memikirkan Anan, dan bahkan sekarang perasaannya semakin tidak karuan. Ia merasa gelisah dan khawatir tanpa sebab. Tapi kenapa ia harus merasa seperti itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/169731806-288-k139798.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Light in The Darkness - #1 [COMPLETED]
Romansa---Seri pertama dari 'The Way of Love: Destiny'-- Cerita perjalanan hati seorang Rayyan Calief yang dikenal dingin dan kejam. Dirinya yang penuh misteri membuat siapapun enggan mendekat, termasuk Anandia. Namun Anandia tak akan pernah mampu pergi da...