Hari pertengkaran Zea dan Sativa berakhir. Mengenai seleksi pementasan, kelompok Zea masuk ke tahap berikutnya. Nama Zea dan Sativa mungkin sudah tidak asing lagi di telinga murid-murid SMA Pelita.
Sativa, laki-laki yang memenuhi pikiran Zea akhir-akhir ini. Sativa dikenal sebagai siswa pembuat onar, memerintah orang lain sesukanya, walaupun begitu Sativa bukanlah laki-laki yang tidak dapat memilah, Sativa tahu mana yang benar dan mana yang salah. Seperti kali ini, lagi-lagi orang tuanya berkelahi, ayah Sativa selalu sibuk dengan pekerjaannya dan Ibu Sativa sibuk dengan masalah sosialitanya, Mereka jarang sekali pulang ke rumah, saat mereka semua berkumpul bukan keharmonisan yang datang, tetapi selalu pertengkaran yang memuakkan. Disini Sativa tidak memihak antara ayahnya ataupun ibunya, karena Sativa tahu, mereka semua melakukan kesalahan.
Sativa selalu melakukan hal-hal lain yang menurutnya dapat membantu melupakan masalah di keluarganya, termasuk dengan membuat onar di sekolah. Menurutnya dengan membuat onar pikiran mengenai permasalahan keluarganya akan semakin terlupakan.
"Sat, lo tau gak? Anna, anak kelas 12-1 MIPA?" tanya Davin teman sebangku Sativa
"Engga," ucap Sativa tanpa menoleh ke arah Davin
"Masa lo gak kenal? Soalnya banyak yang bilang lo udah jadian sama Anna," Davin mengendikkan kedua bahunya
"Kabar burung lo percaya, lo temenan sama gue udah lama, lo tau tipikal gue yang anti sama yang namanya cewe, apalagi cinta," Sativa menoleh beberapa detik ke arah Davin
"Ya bisa aja lo berubah pikiran. Gak ada yang gak mungkin kan?" Davin memasang tatapan curiga kepadaSativa
"Engga lah, kurang kerjaan banget gue mikirin hal kaya gitu," ucap Sativa dibuat-buat seolah ingin memperjelas keyakinan Davin padanya
Setelah perbincangan singkat Davin dan Sativa, Sativa bergegas pergi dari kelas, Sativa memutuskan duduk di kursi dekat lapangan basket. Diraihnya ponsel di saku celana Sativa, dilihatnya foto kebersamaannya bersama keluarga, dalam foto itu Sativa masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa bahkan bisa dilihat Sativa belum meiliki gigi.
Ketika tengah memainkan layar ponselnya, dengan tiba-tiba ada seseorang yang dengan sengaja melempari Sativa menggunakan bola basket. Ponsel yang di genggam Sativa jatuh hingga menjadi beberapa kepingan.
"Sialan, mau lo apa!" Sativa bangkit dari duduknya. Orang yang melempari Sativa menggunakan bola basket tidak lain adalah Naren, Naren mendekati Sativa, kini jarak antara Sativa dan Naren hanya terpaut satu jengkal.
"Gue mau lo jauhin cewe gue!" jawab Naren penuh penekanan
"Sorry, gue gak ngerasa pernah ngedeketin cewe lo," Sativa berniat berbalik dan tidak menggubris ucapan Davin
"Engga usah banyak bacot!"
Bughhh
Satu bogem mendarat tepat di pipi kiri Sativa, Sativa tersungkur ke tengah lapangan. Seakan kurang puas, Naren terus saja memukuli Sativa tanpa memberi celah untuk membalas. Mendengar ada keributan di lapangan basket, seluruh murid ingin tahu dan menyaksikan, satu persatu dari mereka mulai berdatangan. Sampai Davin datang melerai perkelahian sepihak oleh Naren.
"Woi! Stop! Kalian jangan kaya anak kecil gini, malu dilihatin banyak orang," lerai Davin dengan nada tinggi
"Dia yang mulai duluan!" Sativa tetap tidak membalas
"Brengsek! Jangan banyak bacot lo!" sahut Naren termakan api kemarahan
"Udah! Gue minta kalian diem! Bertengkar gak nyelesaiin masalah bro, please kalian bisalah berpikir lebih dewasa," tatapan Davin kini bergantian terjudu kepada keduanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Padi & Jagung✓
Teen FictionBaca secara urut setiap slide ya, kelewat satu slide dijamin tidak paham alur cerita. Zeanida Rachmaniar, gadis yang menginjak usia 17 tahun, gadis yang belum memahami arti cinta sesungguhnya. Disisi lain Revano Sativa Bachtiar, laki-laki yang me...