"Mungkin aku bisa nyender ke bahu orang lain, tapi hati ini gak bisa disenderin ke tempat lain"
🛸
Hari pertama sekolah setelah libur dua pekan, Zea kembali masuk ke sekolah seperti biasa bedanya kali ini Zea tidak berangkat bersama Sativa melainkan memilih menaiki angkutan umum. Zea memang tipikal gadis yang suka mencoba hal baru, termasuk menaiki amgkutan umum padahal di rumahnya sudah kendaraan pribadi. Zea berjalan menuju halte bus, sesampainya di halte Zea duduk di kursi sembari menunggu bus lewat.
Kurang lebih sekitar empat menit bus datang, sontak Zea langsung berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pintu masuk bus. Setelah masuk, Zea mengedarkan pandangannya mencari kursi yang mungkin masih kosong. Terdapat satu kursi yang masih kosong, kursi yang berada tepat urutan kedua dari belakang deret kanan. Dilangkahkan kakinya menuju kursi itu, kursi yang separuhnya sudah ditempati seseorang.
"Gue boleh duduk disini?" tanya Zea kepada laki-laki yang duduk disamping kursi yang masih kosong, jelas orang itu adalah laki-laki dan sepertinya anak sekolah karena memakai seragam putih abu-abu.
Laki-laki itu menoleh, membuat Zea terkesiap sedetik kemudian tersenyum.
"Cefa? Gue kira siapa, boleh ya gue duduk daripada harus berdiri," ucap Zea dengan bahasa santai karena mengetahui laki-laki itu adalah Cepa, teman sekelasnya.
"Siapa aja boleh duduk, bis ini bukan punya nenek gue. Dan gue Cepa bukan Cefa," laki-laki itu Cepa, berucap santai dengan mimik muka datar
Langsung saja Zea duduk di samping Cepa, perlu diingat Zea memang tipikal gadis yang mudah bergaul dengan siapapun. Zea memiliki banyak teman lelaki di sekolahnya bahkan beberapa berasal dari kelas lain.
"Lo? Naik bus terus kalau berangkat ke sekolah?" Cepa yang merasa diajak bicara kemudian menoleh ke arah Zea
"Apa peduli lo?" Seketika Zea mengerutkan keningnya, ia baru tahu bahwa Cepa tipikal laki-laki yang ketus dikelas hanga mau bicara ketika lawan bicaranya sesama jenis. Zea pun jarang berbaur bersama Cepa kecuali ketika menjadi kelompok kerja bersama
"Sans kali, cuma nanya. Bisa gak sih ngomong gak usah ketus?" Cepa kembali menoleh ke arah Zea tetapi tidak berucap sama sekali. Zea kembali mengerutkan keningnya, ia semakin bingung melihat tingkah laki-laki di depannya ini, jika dikatakan terlalu menutup diri Zea rasa tidak, alergi dengan anak gadis? Ayolah itu terdengar lucu
"Apa?" Zea mengangkat sebelah alisnya
"Bisa minggir? Gue mau turun," ucap Cepa datar. Benar saja, bus yang mereka tumpangi kini sudah berhenti tepat beberapa meter dari depan gerbang sekolah. Jangan lupakan pula bahwa Zea adalah gadis yang suka melamun dan tidak memperhatikan sekitar, bahkan ia tidak sadar sedari tadi bus sudah berhenti
Cepa, laki-laki itu keluar dari bus tanpa mengucap satu kalimat pun kepada Zea.
"Gue kira dia ramah, eh jutek banget ketus juga. Gak ada ramah-ramahnya," monolog Zea sembari menenteng tas sekolahnya keluar dari bus
Zea berjalan menuju pintu gerbang sekolahnya, masih dengan mulut yang terus saja menggerutu.
"Masa tiga tahun harus bareng dia mulu, sumpah serem gitu orangnya. Semoga aja gue gak ada kelompok kerja bareng dia!"
"Morning princess!" Seseorang menutup kedua mata Zea dengan telapak tangannya, membuat sang empunya mengerucutkan bibir
"Masih pagi nih, gak usah rese!"
"Pagi-pagi udah cemberut aja, kenapa lagi sih?"
"Tuh temen sekelas, ketus banget! Kaya kamu waktu awal-awal."
"Ohh, tapi hati-hati loh ya," Sativa mengendikkan bahunya sembari melirik ke arah wanitanya
"Apa?"
"Kisah kita dulu berawal dari saling benci, terus dari sekedar temen."
"Ya?"
"Fase pertama udah dimulai, dan kalian temen kan? Temen sekelas?"
"Jadi maksud kamu, kamu khawatir aku bakal suka sama Cepa?"
"Bukan, bukan itu yang bikin aku khawatir. Aku pribadi yakin kalau kamu cuma sayang sama satu cowo yaitu aku. Tapi yang bikin aku khawatir cuma satu," Sativa menghentikan jalannya kemudian menghadap ke arah Zea, begitupun sebaliknya
"Apa?"
"Dia yang bakal suka sama kamu, dia yang bakal sayang sama kamu dan itu bahaya buat aku. Tandanya, ada bahu lain yang siap ada disaat kamu terpuruk dan aku gak suka hal itu."
"Mungkin aku bisa nyender ke bahu orang lain, tapi hati ini gak bisa disenderin ke tempat lain," Zea berucap sembari menyunggingkan senyum, Sativa menatap lekat ke arah gadisnya itu
"Why?"
"Latihan ngegombal dari mana?"
"Sativa! Udah jam berapa? Malah asik gangguin juniornya!" Seseorang buka suara dari arah belakang punggung Sativa, suara itu tidak lain datang dari Pak Edy satpam sekolah
"Iya pak! Mas masnya ganjen!" adu Zea sembari menunjuk-nunjuk Sativa
"Paan, orang kamu yang gombalin aku. Lagipula ya pak edy, dia kan udah jadi pacar aku," bela Sativa sembari menampakkan lagaknya
"Enggak! Mana ada! Ngaku-ngaku ih masnya."
"Tuh! Jangan gangguin junior lagi ini udah jam berapa?"
"Lah Pak Edy malah gak jaga di gerbang."
"Ini udah jam masuk bambang! Buruan masuk! Aku mah gampang," bisik Zea lirih kepada Sativa, pasalnya Pak Edy akan membawa ke guru piket siswa yang masih berkeliaran saat jam pertama dimulai
"Sekarang, ayo ikut bap--" hampir saja Sativa dibawa ke guru piket sebelum akhirnya bisa meloloskan diri
"Kabur!" Sativa berlari terbirit-birit menuju kelasnya di lantai dua, disisi lain Zea masih berdiri di hadapan Pak Edy tanpa rasa bersalah
"Besok-besok kalau senior itu gangguin lagi langsung lapor ke Pak Edy, ok?"
"Siap pak! Ya udah pak, Zea ke kelas dulu ya. Makasih Pak Edy!" Pak Edy hanya membalas dengan anggukan singkat sembari tersenyum ke arah Zea
Setelahnya Zea berlari menuju kelasnya. Jam pertama adalah fisika, mungkin kali ini gurunya akan datang terlambat mengingat rumah guru fisikanya yang teramat jauh. Kurang lebih sekitar lima meter darinya sudah jelas terdapat pintu masuk ke kelasnya, tanpa menunggu lagi Zea berlari ke arah pintu masuk
"Kodok!" Seseorang berdiri di depan pintu masuk, Zea kira mungkin guru fisikanya sudah datang. Setelah sedikit mendongak ke atas, ternyata di hadapannya bukanlah guru fisika melainkan Argan, biang masalah sepuluh mipa lima
"Pagi-pagi udah nyosor aja Ze," Argan, laki-laki setengah buaya itu menyunggingkan senyum khasnya
"Nyosor yout head!"
"Iya gue tahu gue emang memesona kan, jadi lo belaga gak sengaja mau nabrak gue."
"Sumpah deh Ga! Sama Sativa aja gantengan dia," kini kedua tangan Zea sudah bertengger di samping pinggangnya
"Tapi kan karismatik gue Ze, ya gak?" Zea hanya mengangguk-angguk berlalu dari Argan, Argan adalah teman sekelasnya yang sangat gokil, percaya diri dan dikenal sebagai buayanya kelas sepuluh
"Rina ngapain liatin gue? Terpesona juga?" Rina yang mendengar ucapan Argan spontan mengendikkan kedua bahunya
"Amit-amit deh Ga, gini-gini gue gak selera sama buaya kaya lo kali!" Toa Rina akhirnya menggema ke penjuru kelas, Rina dikenal sebagai gadia yang memiliki suara paling lantang dan memekakkan telinga
Dari sudut yang berlawanan, seseorang menatap kedatangan Zea. Bukan hanya hari ini, tetapi sejak hari pertama masuk ke sekolah menengah atas. Laki-laki yang sudah lama memendam rasa kepada Zea, sebelum kemudian didahului kedatangan Sativa dalam hidup Zea. Jangan salahkan Sativa, salahkan saja mulut yang tak mampu berucap ketika hati ingin.
follow me,
keep reading add library
vote & builder comment
love you all💓✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Padi & Jagung✓
Teen FictionBaca secara urut setiap slide ya, kelewat satu slide dijamin tidak paham alur cerita. Zeanida Rachmaniar, gadis yang menginjak usia 17 tahun, gadis yang belum memahami arti cinta sesungguhnya. Disisi lain Revano Sativa Bachtiar, laki-laki yang me...