"Gue serius, jangan dibuat becandaan."
"Gue juga serius jangan lo anggep gue becanda."
🛸
Zea memandang lekat ke arah layar ponselnya, setelah pesan singkat dari Cepa tak ada lagi notifikasi masuk dari siapapun. Bukan mengenai Rina atau yang lainnya, dipikiran Zea hanya ada satu nama, Sativa, apa Sativa sudah tak peduli lagi dengannya? Mungkin maksud Sativa bukan berhenti sejenak untuk diteruskan, tetapi berhenti untuk tidak melanjutkan, hubungan mereka. Mungkin saja Sativa bosan atau bahkan memiliki simpanan, apapun itu, jelas, Sativa bukan milik Zea lagi.Dilihatnya ibunda tercinta sedang terlelap, terlalu letih menjaganya sepanjang hari. Zea mencoba ikut terlelap, dengan perlahan memejamkan matanya, hingga suara decitan pintu ruangan memecah keheningan
Kriettt
Ibunda Zea yang terlelap seketika membuka mata, mendapati laki-laki seusia putri sulungnya.
"Eh, Cepa? Datang sama siapa?"
"Iya tante, ini lagi sama Rina," dilihatnya sekeliling oleh ibunda Rina, tak ada Rina sama sekali.
"Loh? Rina-nya mana?"
"Rina lagi di toko depan rumah sakit, katanya ada yang harus dibeli."
"Ohh... eh! Cepa, tante bisa minta tolong gak? Ini tante mau pulang sebentar ambil keperluan lagi sekalian jemput adiknya Zea, pasti udah merajuk gak diajak kesini."
"Iya tante, gak apa-apa. Zea biar Cepa yang jagain, tante tenang aja."
"Ya udah, makasih ya Cepa, jaga baik-baik," Cepa menutup kepergian ibunda Zea dengan senyum lembut ciri khasnya.
Zea yang sedari tadi mencoba terlelap ternyata gagal, ia terlalu fokus dengan pembicaraan Cepa dan ibundanya. Ternyata Cepa anak yang baik, batin Zea, kata ibundanya pun Cepa yang mengantar Zea ke rumah sakit bersama Rina, dan bahkan ibundanya tidak melihat kehadiran Sativa.
Ditariknya kursi besi dengan tatakan melingkar tepat samping nakas kamar pasien, dihembuskannya nafas gusar melihat gadis yang ia cintai sedang terlelap tenang. Tangan kanan Cepa meraih jemari Zea perlahan, membuat Zea yang sebenarnya sadar terkejut dalam batin.
"Maaf Ze, gue lancang. Tidur yang nyenyak, jangan sedih-sedih lagi... yang penting sembuh dulu, gue ada sama lo, tenang aja."
"Tahu gak Ze, tadi siang gue ke kantin sama Rina, ada orang yang lo sayang disana, Sativa. Greget lihatnya tahu, lo lagi berjuang disini dan dia enak-enakan ketawa sama temen-temennya... Ze, coba aja gue ada di posisi Sativa, jadi orang yang lo cinta, gue akan nyeselin keputusan gue buat udahan sama lo, gue gak akan biarin lo jauh-jauh dari gue, gue sayang sama lo... gue cin--"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Cepa terkejut bukan main melihat Zea yang ternyata sudah membuka mata. Tangannya yang semula menggenggam jemari Zea, segera ia lepaskan dan ia gantikan bersembunyi di balik saku hoodie-nya.
"Syukur lo udah bangun."
"Kenapa gak dilanjutin ngomongnya?" Zea bertanya lirih.
"Ngomong apa? Halu ya lo?" Cepa masih berusaha menahan rasa gugupnya.
"Ya udah gak jadi," sempat merutuki kebodohannya yang tidak memastikan kesadaran Zea, mungkinkah Zea mendengar semua ucapannya? Mendengar segala celotehan mengenai rasa irinya kepada Sativa?
Hening beberapa saat, hingga Zea kembali buka suara.
"Gagal move on ya lo?"
Sativa mendelik mendengar ucapan Zea, benar-benar mati kutu. Ia tak tahu harus berucap apa kali ini, hatinya yang terbiasa keras tiba-tiba lumer seketika seperti batu es disinari cahaya matahari.
"Ze," Cepa yang semula bungkam, kini memulai percakapan.
Zea menatap kearah Cepa sembari mengangkat alis kanannya, kemudian bersiap bersandar di tempatnya semula berbaring.
"Apa?" Tanya Zea setelah memposisikan diri.
"Gue mau minta tolong, bisa?"
Zea masih terdiam menunggu kalimat yang akan terlontar dari mulut Cepa.
"Bisa? Coba cinta sama gue?"
Deg-
Zea memalingkan wajahnya menatap sisi lain. Pertanyaan macam apa yang Cepa lontarkan, tetapi Zea sadar betul, itu hak Cepa untuk mencintai siapa saja, termasuk mencintainya.
"Gak bisa ya? Gue gak maksa," ucap Cepa lagi tatapannya kini turun menatap ke arah tanpa titik.
Cepa sedikit menyunggingkan senyum, mencoba menerima segala hal yang memang sudah digariskan.
"Gue coba."
Seakan terhempas ombak samudera, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, apa yang Zea katakan? Zea akan mencoba mencintai dirinya, sulit dipercayai bukan?
"Gue serius, jangan dibuat becandaan," selidik Cepa ketus kepada Zea.
"Gue juga serius jangan lo anggep becandaan," balas Zea tak kalah ketus.
Mengenai keputusan Zea untuk mencoba mencintai Cepa, Zea memiliki banyak pertimbangan. Mulanya, Sativa kecewa benar dengan sikap Zea yang tidak mampu menolak tegas kehadiran Cepa dengan alibi ingin menghargai, Sativa memberi waktu agar Zea dapat mengambil keputusan tegas terhadap hatinya sendiri. Benar, sebelumnya Zea ingin tetap bersama Sativa, hingga pesan tak terduga itu muncul, yang jelas masih terpampang di layar kaca ponselnya, sudah ada yang membuka, Rina barangkali, batin Zea lagi. Sativa menyudahi hubungan mereka sejenak, Zea masih dapat memaklumi hal itu, mengingat kekecewaan yang dirasa pantas, tetapi hari berlalu begitu saja, jangankan kehadirannya, pesan dari Sativa tak kunjung absen di ponsel Zea. Mungkin Sativa lupa, mungkin Sativa sibuk, mungkin kah ia bosan? Atau mungkin Sativa tidak tahu keadaan Zea, tetapi kenapa tak cari tahu? Dan mungkin sudah tak peduli lagi, batin Zea. Seolah berjuang sendirian, Sativa bahkan tak memberi dorongan. Zea terus saja berpikir, mungkinkah semua ini hanya rekayasa Sativa untuk mengusaikan hubungan mereka? Sengaja berpura-pura kecewa barangkali? Agar ia menjadi korban tersakiti, dan bahkan tak ia ketahui disini gadisnya berjuang melawan sakitnya sendiri.
Dan untuk Cepa, ia melakukan banyak hal sejauh ini, bukan hanya sesuatu romantis tetapi kepeduliamnya terhadap Zea, berbanding terbalik dengan Zea yang selalu mempedulikan Sativa yang bahkan sudah mulai melupakannya.
"Gue hampir gak pernah bilang gini ke orang, tapi... makasih, makasih udah mau berusaha buat cinta sama gue, udah itu aja."
"Lo cerewet ya ternyata, baru tahu gue."
Benar saja, sikap Cepa berubah drastis semenjak mengenal Zea bahkan ia tak henti-hentinya berbicara saat bersama dengan Zea tak seperti berbicara dengan gadis lainnya.
follow me,
keep reading add library
vote & builder comment
love you all💓✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Padi & Jagung✓
Novela JuvenilBaca secara urut setiap slide ya, kelewat satu slide dijamin tidak paham alur cerita. Zeanida Rachmaniar, gadis yang menginjak usia 17 tahun, gadis yang belum memahami arti cinta sesungguhnya. Disisi lain Revano Sativa Bachtiar, laki-laki yang me...