"Udah ditungguin tapi malah ninggalin. Ibaratnya kalau aku ketinggalan sama bis A apa aku akan nunggu sampai besok biar naik bis A lagi? Jelas aku akan naik bis selanjutnya bis B, bis C atau bis yang lain."
"Kalau kamu ketinggalan sama bis, tandanya kamu lalai. Udah nunggu lama tapi kamu ketiduran, apa bisnya bakal nunggu sampai kamu kebangun."
🛸
Pagi ini seperti yang sudah direncanakannya tadi malam, Zea akan menemui Sativa untuk meminta maaf langsung. Seperti beberapa hari sebelum hari ini, jalurnya pun tetap saja sama, seputar pantai, rumah Bu Sari dan penginapan yang jarang ditempati Zea. Zea merasa kisah cintanya terlalu berbelit-belit, hanya seputar fitnah yang berujung kesalah pahaman rumit, susah sekali menghindari tuduhan yang diberikan oleh Nissa, mengingat keadaan yang dilihat semua orang memang benar begitu adanya. Kini Zea sudah berada di depan pintu kamar Sativa, tidak berniat mengetuk ia hanya ingin menunggu penghuni kamar itu keluar dengan sendirinya. Seperti yang dilakukan Sativa saat menunggu Zea keluar dari kamarnya, Zea menyandarkan tubuhnya sembari terduduk tetapu bukan tepat di depan pintu, melainkan di samping pintu. Hampir memakan waktu lebih dari setengah jam menunggu Sativa keluar, tanpa disadari mata Zea mulai memejam, jangan lupakan malam dimana Zea terbangun hingga hampir pagi. Lelah, itu yang dirasakan Zea kali ini, untuk terlelap saja ia tidak menyadarinya.
Tak lama pintu kamar itu pun terbuka, sesorang yang sedari tadi ditunggu oleh Zea kini sudah keluar dari ruangannya. Laki-laki itu berniat pergi mencari penjual kelapa muda, tetapi niatnya terhenti oleh seorang gadis yang tidak lain adalah Zea. Sativa sedikit terkejut melihat kehadiran Zea di depan kamarnya, kemudian berjongkok menghadap ke arah Zea terduduk, banyak pertanyaan yang melintas di otaknya. Sejak kapan Zea berada disini? Sudah berapa lama Zea tertidur sepulas ini? Dan apa yang akan Sativa lakukan selahnya? Ditatapnya wajah Zea lekat-lekat, melihat matanya ketika terpejam serta mulutnya yang menganga lebar membuat Sativa terkekeh pelan dalam hatinya. Masih dengan posisinya yang fokus menatap Zea, tiba-tiba mata Zea terbuka begitu saja, Sativa yang mengetahui Zea membuka mata mendadak langsung menyelesaikan kegiatannya yang sedari tadi mengamati Zea saat tertidur. Posisi yang awalnya terjongkok berubah menjadi tegak berdiri tanpa merasa bersalah.
"Eungh! Kak Tiva udah keluar?" tanya Zea masih dengan posisinya terduduk, sebenarnya Zea tahu benar bahwa sebelum ia terbangun Sativa sempat mengamatinya yang tengah tertidur pulas
"Baru aja," jawab laki-laki yang berada di hadapan Zea, laki-laki itu Sativa, sengaja berbohong menutupi kebenaran yang ada bahwa sebenarnya ia sudah keluar kamar dari tadi
"Jangan bohong, udah kegep masih gak ngaku. Masih marah sama aku?" Tanya Zea kepada Sativa, alis kirinya sedari tadi berdiri menunjukkan bahwa kebenaran yang ia ucapkan seratus persen terjadi
"Masalahnya apa kalau aku bohong?"
"Dalam hubungan dusta itu bikin kekacauan," ucap Zea yang kemudian berdiri dari duduknya
"Apa kamu yakin gak pernah bohongin aku?" Zea terdiam seribu bahasa, mengingat kembali bahwa ia menyembunyikan penyakit yang dideritanya dari Sativa
"Eng-gak! Aku gak pernah bohong sama Kak Tiva."
"Ya udah, maaf berarti aku salah," Sativa berlalu menjauh dari Zea, dalam hatinya tersenyum karena tebakannya benar, Zea memanggil namanya lagi
"Kak Tiva! Udah ditungguin tapi malah ninggalin. Ibaratnya kalau aku ketinggalan sama bis A apa aku akan nunggu sampai besok biar naik bis A lagi? Jelas aku akan naik bis selanjutnya bisa bis B, bis C atau bis yang lain," ucapan Zea membuat langkah Sativa terhenti, Sativa betul-betul paham bahwa Zea sedang memberikan isyarat dengan permisalan kepada Sativa, kemudian Sativa berbalik berjalan ke arah Zea, Zea yang mengetahui itu sontak tersenyum puas.
"Kalau kamu ketinggalan sama bis, tandanya kamu lalai. Udah nunggu lama tapi kamu ketiduran, apa bisnya bakal nunggu sampai kamu kebangun?"
"Maksud aku Kak Sativa, harusnya Kak Tiva nungguin aku dulu, jangan langsung pergi," ucap Zea sambil menautkan bibirnya
"Kan aku gak tahu kalau tujuan kamu mau bareng aku, siapa tahu mau bareng yang lain. Kaya bis B, bis C atau yang lainnya."
"Ya udah kalau ditinggalin aku bakal nunggu sampai bis A lewat lagi."
"Tapi apa kamu yakin bis A bakal balik lagi?"
"Kak Tiva! Jangan main teka-teki sama aku! Aku gak suka ya," Zea kini mulai kesal kepada Sativa
"Ya udah, kalau bis A pergi dan gak mau balik. Kamu naik bis B aja gak apa-apa," jawab Sativa tersenyum simpul
"Maksud Kak Tiva bilang kaya gitu apa?"
"Diibaratin aku bis A, jika suatu saat aku pergi, dan mungkin gak akan bisa kembali. Kamu harus cari pengganti aku, ya?" Zea tidak mengerti mengapa pembahasannya bisa sejauh ini, yang jelas membayangkannya saja sudah membuat dada Zea sesak bukan main
"Kalau Kak Tiva pergi, sebenarnya bisa kembali tapi faktanya Kak Sativa nolak buat kembali aku harus apa?"
"Kejar aku, aku gak mungkin benar-benar mau pergi jauh dari kamu. Bujuk aku, biar aku mau balik."
"Tapi jangan pernah lupa. Kamu tipikal orang yang ngeyel, batu, susah dibilangin."
"Ya pinter-pinter kamu aja gimana bujuknya."
"Kalau aku yang pergi?" Zea menatap datar ke arah Sativa, disisi lain kini tatapan Sativa berubah menjadi tajam
"Aku akan ngelakuin hal yang sama kaya yang aku bilang tadi. Tapi jangan khawatir, aku gak akan pernah ngelakuin itu, karena aku gak mau kamu pergi."
Hening. Tatapan itu tidak usai begitu saja, keduanya hanya saling menatap tanpa bersuara. Hingga akhirnya Sativa buka suara.
"Mau bicara apa? Ada yang mau kamu bicarain kan?" Sativa bertanya kepada Zea masih dengan tatapan yang tajam, pasalnya Sativa memang tidak pernah suka membahas mengenai sesuatu yang menyangkut kepergian Zea, ia sungguh menyayangi kekasihnya itu
"Iya, disini aja. Ini gak akan lama," tatapan Zea kini mengarah tepat ke ujung kaki Sativa. Sativa mengangkat dagunya memberi tanda agar Zea segera memulai berbicara, Zea yang sebelumnya tertunduk kini menatap lurus kearah mata Sativa
"Maaf, aku banyak ngelakuin hal ceroboh. Aku gak pernah hati-hati, tapi jujur aku gak punya niatan buruk sama Nissa."
"Iya," jawab Sativa lembut sembari melempar senyum manis
"Iya?" Zea mengangkat alisnya sebelah, berniat memastikan apakah Sativa hanya ingin mengatakan hal itu
"Iya, aku udah baca pesan dari kamu tadi pagi. Maaf juga, semalem aku kecapekan terus ketiduran. Aku baru baca pagi ini," Sativa menjelaskan secara rinci mengenai pesan yang terkirim dari ponsel Zea
"Iya, gak apa-apa. Kak Tiva jangan marah lagi sama aku ya?"
"Iya aku udah gak marah udah gak kecewa juga, tapi kamu juga harus minta maaf sama Nissa."
"Aku gak cuma mau minta maaf sama Nissa tapi juga ke Rina. Aku gak pernah nemenin Rina tidur, aku bahkan selalu ngerusak acara bahagia Rina, dari hari pertama bahkan," mata Zea kini mulai berbinar ia menyadari betul acara perayaan ulang tahun Rina tidak berjalan mulus seperti semestinya, fokusnya bukan mengarah pada Rina melainkan kepada Zea yang terus saja menimbulkan masalah
"Baiknya aku gak usah ikut," tambah Zea dengan lirih, ia betul-betul menyesal telah ikut mengingat semua masalah yang timbul Karenanya. Andai saja ia menuruti ucapan ayahnya, Rina mungkin hanya akan kecewa sebentar tetapi berbeda jika sudah terjadi hal seperti ini, semua acara yang diadakan Rina hancur sia-sia.
follow me,
keep reading add library
vote & builder comment
love you all💓✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Padi & Jagung✓
Teen FictionBaca secara urut setiap slide ya, kelewat satu slide dijamin tidak paham alur cerita. Zeanida Rachmaniar, gadis yang menginjak usia 17 tahun, gadis yang belum memahami arti cinta sesungguhnya. Disisi lain Revano Sativa Bachtiar, laki-laki yang me...