37

756 59 9
                                    


Vote dulu!!!

"Gue mau lo."

🛸

M

ereka berbincang cukup lama mengelilingi meja kantin itu, beberapa jokes menimbulkan tawa renyah diantara mereka. Bahagia, jelas, bisa berkumpul bersama teman-teman walaupun beda angkatan mereka sangat akrab dan tidak membeda-bedakan. Dari seberang sana seseorang memesan satu botol air soda kemudian berjalan ke arah kursi beberapa meter dari tempat Zea dan teman-temannya terduduk.

Laki-laki itu menatap kosong ke arah Zea dan sesekali meneguk air sodanya, yang dipandang tidak menyadari sama sekali kehadirannya, terkecuali dengan Sativa, Sativa mengerti betul pandangan laki-laki itu terhadap gadisnya, dan ia tidak suka seseorang memandangi gadisnya seperti itu. Bagaimana pun, Sativa tidak akan banyak berbuat terkecuali jika laki-laki itu berbuat lebih.

Entah insting atau perkiraannya yang ternyata benar, laki-laki itu tidak hanya diam, ia berjalan ke arah meja Zea sambil menggenggam botol sodanya yang tinggal seperempat bagian. Semua yang menyaksikan menatap bingung ke arah laki-laki yang baru saja datang. Diletakkan botol air soda itu di atas meja kemudian tangan laki-laki itu terjulur ke arah Zea, sebelum akhirnya ditepis oleh Sativa. Sativa spontan berdiri dari duduknya menghadap ke arah laki-laki itu, sama-sama berpostur tubuh atletis keduanya nampak sepadan.

"Mau apa?" Sativa bertanya ke arah laki laki itu, yang tidak lain adalah Cepa, teman sekelas Zea.

"Gue gak ada urusan sama lo, gue cuma punya urusan sama Zea," jawabnya datar dan tanpa basa basi, entah apa yang diinginkan laki-laki itu, yang jelas ia hanya menginginkan Zea, tetapi tentu kekasihnya turun tangan, tidak ingin membiarkan kekasihnya bersama dengan orang yang belum ia ketahui dengan jelas latar belakangnya

Laki-laki itu kembali berjalan ke arah Zea, kali ini tangannya sukses menggenggam tangan gadis itu, Zea. Sativa tidak tinggal diam melihat hal itu, ia kembali menarik tubuh Cepa menjauhi gadisnya.

"Lo bisa lebih sopan dikit? Jangan asal pegang anak orang," Sativa menatap jengkel ke arah Cepa, ia tidak habis pikir seseorang dengan lancang memegang gadisnya apalagi tepat di hadapnnya.

"Gue bilang, ini gak ada urusannya sama lo. Kenapa? Lo cemburu?" Sativa memajukan langkahnya ke arah Cepa, Zea yang melihat situasi ini kemudian berdiri dan buka suara

"Udah-udah, gak apa-apa kamu duduk aja," ucap Zea sembari menuntun kekasihnya itu untuk duduk di kursinya lagi, mata Zea tertunduk ke lantai kantin kemudian menatap ke arah Cepa, yang ditatap membalas tatapan nanar ke arah Zea, jelas Sativa tidak menyukai hak ini

"Ada apa?" tanya Zea jelas kepada Cepa

"Gue mau lo," kalimat singkat yang benar-benar tidak diduga akan keluar dari mulut Cepa, semua yang menyaksikan membukatkan mata, beberapa diantaranya menutup mulut tak percaya. Di tempatnya Sativa geram bukan main tangannya mengepal, matanya memerah, tak sanggup lagi ia menyaksikan hal seperti ini di depan matanya langsung.

"Mak-sud lo?

"Gue mau lo, gue mau lo jadi pacar gue."

Bughh

Zea menutup mulutnya terkejut melihat Sativa yang tiba-tiba menyerang Cepa, perkelahian sepihak pun terjadi, Sativa sangat kalut, amarahnya memuncak, tak henti-hentinya ia melepas bogem ke arah Cepa tanpa memikirkan lagi keadaan laki-laki yang baru saja menyatakan cintanya itu.

"Kurang ajar! Maksud lo apa!" Sativa berbicara dengan nada tinggi, membuat Zea meneteskan air mata, pasalnya Zea tidak suka dengan ucapan kasar dengan nada yang cukup tinggi, hatinya terlaku rapuh mendengar kalimat-kalimat seperti itu, rasa takutnya kembali, ia terlalu takut mendengar suara amarah yang meluap-luap.

"Va! Tahan emosi lo Va!" Davin ciba melerai keduanya dengan menahan Sativa agar berhenti memukuli Cepa, namun nihil usahanya sia-sia, Sativa lebih tangguh darinya, Zea yang melihat itu spontan berlari mendekat, menarik tangan kekasihnya itu

"Udah! Gue minta udah!"

"Dia udah berani lancang sama kamu! Aku gak suka ada orang selancang itu sama kamu!"

"Jangan teriak! Aku mohon! Aku gak suka kamu teriak-teriak kaya gitu!" Zea beralih mendekati Cepa, tangannya terulur menarik lengan Cepa untuk kembali berdiri dari lantai, beberapa siswa di kantin mulai ramai menyaksikan insiden itu.

"Kamu gak seharusnya nyelesaiin masalah dengan emosi, kita bisa selesaiin baik-baik."

"Jadi kamu mau aku biarin dia terus lancang sama kamu? Apa aku bakal biarin seseorang dengan seenaknya pegang-pegang kamu? Itu yang kamu mau? Apa kamu pikir aku bakal biarin ornag lain bilang kalau di--"

"Semua orang punya hak buat cinta sama siapa aja! Dan kamu gak berhak batasin hak mereka!" Bukan bermaksud melukai perasaan Sativa, namun Cepa tidak sepenuhnya bersalah, Cepa punya hak untuk mencintai oran lain, menyatakan perasaannya kepada orang lain, hanya saja mungkin waktunya yang tidak tepat dan tidak seharusnya Cepa dengan lancang menarik Zea di depan umum

"Iya! Semua orang berhak cinta sama siapa aja dan kamu, sebagai seseorang yang dicintai, gak seharusnya ngasih harapan lebih kalau faktanya gak bisa cinta sama orang itu, atau sebenarnya kamu punya rasa sama dia?" Sativa menunjuk ke arah Cepa

"Setidaknya kita bisa hargai perasaan orang, hargai perjuangan mereka."

"Hargai? Cinta gak bisa sebaik itu, harusnya kamu juga tahu, ngehargain sama nolak alus itu gak sama. Kamu hargain perasaan dia tapi kamu gak bisa tegas sama dia dan bilang kalau kamu itu punya aku! Jangan kamu pikir ngehargain perasaan orang itu sama kaya nolak alus! Beda! Kamu hargai perasaan dia berarti kamu kasih nilai. Dan punya nilai itu beda sama diskualifikasi," Sativa teramat kecewa dengan sikap Zea yang tidak bisa berbuat tegas kepada semua laki-laki yang mendekatinya, karena logikanya harga itu memiliki nilai sedangkan jika seseorang diberi nilai sekalipun, jika ia didiskualifikasi maka nilainya akan hangus, tetapi Zea tidak melakukan itu. Seolah mereka semua memiliki nilai di hati Zea, hanya saja Sativa jauh lebih unggul. Dan bukankah setiap nilai bisa bertambah?

"Va! Mau kemana!" Davin menatap ke arah kepergian sahabatnya itu kemudian tatapannya beralih ke arah Zea

"Lo bener dan Sativa gak salah," ucap Davin lirih kepada Zea

"Mending bawa Cepa ke UKS deh, itu lukanya parah banget," tambah Rina

"Zea biar balik ke kelasnya, lo aja yang anter sama Anna," usul Faris melihat kondisi yang mungkin akan semakin memanas jika Zea yang mengantar Cepa ke UKS

"Gue gak apa-apa. Lo balik ke kelaa aja," Cepa berdiri dari duduknya kemudian melangkah pergi tanpa bersuara

Detik yang mengejutkan bagi Zea, ketika mendengar kalimat pernyataan keluar dari mulut Cepa. Lalu apa kejadian sebelum hari ini? Sikap dingin, ketus, sarkas dan tidak pernah saling sapa. Hingga hari ini? Begitu aneh bagi Zea, laki-laki itu, Zalvadi Anggara Cepa, benar-benar membuat pening kepala Zea. Jika memang sedari dulu ia menginginkan Zea? Mengapa baru mengungkapkannya sekarang? Dan mengapa menutupi perasaannya dengan seolah sangat membenci keberadaan Zea?

follow me,
keep reading add library
vote &  builder comment
love you all💓✨

Padi & Jagung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang