22

653 42 0
                                    

Zea kembali masuk ke penginapan, matanya masih terlihat sembab. Semua orang kungkin sudah tidur karena sudah menginjak pukul dua belas malam, Zea berjalan ke arah dapur. Sangat pening pikirnya, terlalu banyak menangis. Duduklah Zea di kursi yang ada di depan dispenser air. Di ambilnya gelas kaca, diisinya penuh air mineral ke dalam gelas itu. Tiga kali tegukan habislah air di dalam gelas tanpa sisa.

"Huft... gue cape." Monolog Zea mengehela nafas gusar

"Cape kenapa?" Suara seseorang membuyarkan monolog Zea

Menengoklah Zea ke sumber suara. Sativa, orang itu tidak lain adah Sativa. Zea hanya melempar senyum simpul kepada Sativa, begitu pun sebaliknya.

"Kok belum tidur?" Tanya Sativa

"Kamu juha belum tidur. Sama aja." Kata Zea

"Cape banget ya?" Tanya Sativa lagi

Zea hanya mengangguk perlahan kemudian menatap lagi tepat di mata Sativa.

"Lain kali gak usah ngelakuin apa-apa. Aku tetep cinta sama kamu, aku gak akan balik sama Nissa. Jadi gak usah nge--" ucapan Sativa terpotong begitu saja oleh perkataan Zea

"Jadi menurut Kak Tiva aku benar ngelakuin itu semua?" Tanya Zea tegas

"Bu-bukan gitu, mak--" lagi-lagi ucapan Sativa tidak sampai pada titik akhir

"Kak Tiva sama aja. Gak ada yang mau percaya sama Zea. Aku baru tahu kalau fondasi kita itu lemah, dengan gampangnya Kak Tiva hilang kepercayaan sama aku. Kecewa kan Kak Tiva sama aku? Karena Kak Tiva pikir, aku emang ngelakuin itu semua." Mata Zea memanas untuk yang kesekian kalinya

Beranjaklah Zea dari tempatnya terduduk, melangkah pergi dari dapur dan masuk ke kamarnya dengan tangis.

"Lo dari mana aja Ze? Gue khawatir, tapi kata Bu Sari lo masih diluar." Rina menanyakan perihal kepergian Zea

Tangis Zea pecah seketika, Rina yang menyaksikan sontak bingung tak kepalang. Bertanya-tanya apa penyebab Zea menangis.

"Ze kok nangis? Gue salah ngomong ya?" Zea masih saja tak menggubris ucapan Rina

"Lo gak salah apa-apa Rin, hiks! Gue yang salah. Semua orang ngangep gue salah, bahkan Kak Sativa. Dia lebih percaya sama Nissa dari pada apa yang gue bilang. Hiks! Dia ngira gue kalut dan buta karena terlalu cinta sama Kak Tiva, Kak Tiva ngira gue cemburu sama Nissa. Gak ada yang mau percaya sama gue Rin!" Jelas Zea sesegukan

Zea benar-benar hancur karena hal itu, mengetahui kekasihnya tidak mempercayainya lagi.

"Aduh!" Ringis Zea seketika memegang perutnya

"Lo kenapa Ze? Ada apa?" Tanya Rina khawatir

"Eungh! Gu-gue gak apa-apa, perut gue cuma sakit."

"Sakit apa? Lo ada sakit? "

"Gak-gak! Ini bukan apa-apa! A-anu, gue masuk dateng bulan kemarin! Iya dateng bulan!" Zea sedikit terbata-bata mencari alasan

Sepertinya sakit perutnya tak bisa diajak kerja sama lagi. Bibir Zea mulai pucat, kepalanya terasa berat.

"Ze lo pucet!"

"Hah! Apa? Gak kok, gue ke-keluar dulu ya? Mau bikin jahe anget. Biar mendingan."

"Mau gue bikinin?"

"A! Gak usah! Gue bisa kok bikin sendiri."

Ze berjalan keluar dari kamar, meninggalkan senyum kecil kepada Rina. Berjalanlah Zea ke arah dapur, kini entah apa yang ia tuju, ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Perutnya sakit, hanya itu yang ia tahu. Langkahnya gontai, hingga Zea terduduk bersandar apda tembok tetap menahan sakit di perutnya.

"Mbak Zea ya? Kenapa mbak?" Tanya seseorang yang tidak lain adalah Ibu Sari

"Pe-perut saya sakit bu!"

Akhirnya Bu Sari membawa Zea ke rumahnya yang memang bersampingan dengan tempat penginapan.

"Ibu tahu kamu punya penyakit," ucap Bu Sari kepada Zea setelah mengompres perut Zea menggunakan handuk kecil yang dibasahi air hangat

Zea hanya menatap terkejut ke arah Bu Sari, memikirkan dari mana Bu Sari mengetahui hal itu.

"Zea gak sakit bu, cuma gejala awal."

"Gejala awal? Sakit apa?" Tanya Bu Sari lagi

"Eng-- gagal gin-jal." Ucap Zea terbata-bata

"Ya ampun, teman-teman Zea tahu? Mas pacarnya tahu?"

"Enggak bu, keluarga saya aja yang tahu. Kak Sativa gak perlu tahu."

"Terus siapa yang bakal jagain kamu cantik?"

"Zea bisa jaga diri kok, Zea gak mau ngerepotin orang lain. Kalau teman-teman tahu, pasti kebahagiaan Rina berkurang. Zea gak mau Rina sedih di perayaan ulang tahunnya."

Bu Sari menatap sendu wajah Zea, berpikir betapa tulus hati gadis di depannya ini.

"Kalian ini masih SMA udah jaga perasaan satu sama lain. Udah dewasa banget,"

"Maksudnya?"

"Biasanya anak muda itu gak mikirin perasaan orang lain. Apa temannya bakalan sedih, kecewa atau yang lain."

"Mereka bukan sekedar teman bagi saya, mereka keluarga. Dan Zea udah menginjak tujuh belas tahun jadi udah besar. " Ucap Zea disertai senyum simpul

"Ya udah kamu istirahat dulu disini, nanti Ibu bilang ke teman sekamar kamu kala kamu ketiduran disini."

Zea hanya mengangguk pasrah. Dalam lubuk hatinya teringat ibundanya di rumah, sangat perhatian dan baik sama seperti Bu Sari. Beruntung Zea bertemu dengan orang asing sebaik Bu Sari, sayangnya Bu Sari belum dikaruniai seorang anak. Mungkin akan sangat beruntung anak Bu Sari kelak, seperti halnya Zea ditengah keluarga kecilnya.

Bu Sari kembali ke penginapan meninggalkan Zea beristirahat di rumahnya. Diketuknya pintu kamar milik Zea dan Rina, berniat memberi tahu bahwa Zea tertidur pulas di rumahnya.

Tok tok

Kriett

"Ya ampun Zea lo udah balik! Eh! Bu Sari? Saya kira Zea. Ada apa bu malam-malam kesini? " ucap Rina panjang lebar mengira Zea yang mengetuk pintu

"Begini, tadi Mbak Zea datang ke rumah saya katanya perutnya sakit. Setelah itu Mbak Zea ketiduran di rumah saya. Saya gak tega banguninnya, soalnya keliatannya kecapean banget Mbak Zeanya." Jelas Bu Sari kepada Rina

"Ohh, gak apa-apa Bu. Jagain Zea ya Bu, Zea gak rewel kok. Yang rewel itu saya. "
"Anak gadis memang ada manja sedikit, gak cuma Mbak Rina aja." Kata Bu Sari sambil menyentil hidung Rina dengan jari telunjuk

"Bu Sari bisa aja, Rina kan jadi malu." Sudah biasa Rina bertingkah dibuat-buat

"Bukannya biasanya malu-maluin?"

"Yah! Ketahuan kan, hahaha!"

"Ya udah, silahkan dilanjutkan tidurnya. Saya mau kembali ke rumah. Permisi Mbak Rina." Bu Sari pergi meninggalkan Rina yang mematung di depan pintu kamar

"Iya Bu, silahkan."

Mungkin Zea merindukan kasih sayang ibundanya, batin Rina. Jauh dari keluarga memang terkadang memunculkan kerinduan yang datang tiba-tiba. Tak ingin berkutat dengan pemikirannya, Rina memilih untuk tidur dan menikmati kasur sendirian.

follow me,
keep reading add library
vote &  builder comment
love you all💓✨


Padi & Jagung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang