Bab 15 : Hurt

2.2K 227 18
                                    

Sudah 2 hari ini Jimin belum juga tersadar dari komanya. Kata dokter, benturan yang mendera di kepalanya terlalu dahsyat sehingga membuat otak kecilnya goyah.

Semua tindakan operasi sudah dilakukan dan hanya tinggal menunggu hasil; apakah Jimin masih bisa bertahan atau memang takdir berkata lain.

Kini Jimin tengah berada di ambang kematian, Jiwanya hidup dalam 2 dunia, membuatnya bingung kenapa setiap ia berbicara tidak ada yang mendengar dan yang mengagetkannya adalah kenapa tubuhnya terbaring lemah diatas kasur disertai isak tangis teman-teman dan keluarganya.

Jimin juga bisa melihat banyak sosok lain yang nampak buram, mereka terlihat cukup sedih dan tak tahu harus kemana, seperti Jimin saat ini.

Eommanya hanya bisa menangis dan hampir gila setelah mengetahui anaknya kecelakaan dan belum sadarkan diri hingga detik ini. Sedangkan Lisa sudah harus kembali ke Thailand karena masa liburnya sudah habis, walau hatinya cukup sakit untuk meninggalkan adik kesayangannya dalam kondisi koma.

"Hiks, Jimin... Kami rindu padamu, rindu akan tawa dan senyuman yang telah mengisi hari-hari kami..." Tzuyu mengeratkan cengkraman tangannya pada selimut yang menutupi tubuh pucat Jimin.

Sedangkan arwah Jimin yang melihatnya hanya bingung, ia menepuk-nepuk punggung Tzuyu tapi tangannya malah tembus hingga kebawah. Ia tak bisa menyentuh atau berbicara dengan siapapun.

"Ke-kenapa semuanya menjadi seperti ini? Dimana aku dan siapa yang terbaring di kasur itu...? Hiks, Ju-jungkook tolong aku,"

•°•°•

"Oppa, kamu mau kemana?"

Jungkook tidak menjawab ia hanya sibuk memakai sweter merahnya dan bergegas pergi dari kamarnya yang saat ini ditempati oleh Wendy.

"OPPA! JANGAN TINGGALKAN AKU!"

"Diam Wendy!"

"Hiks, a-apa kau baru saja menbentakku?" tanya Wendy lalu perlahan air matanya mulai menetes.

Jungkook yang mengetahui Wendy yang menangis dengan susah hati membalikkan diri, ia lalu mengusap rambut Wendy dengan lembut.

"Maaf aku tadi hanya terlalu terbawa suasana, aku ingin menjenguk temanku." ucap Jungkook; ia tak mungkin mengatakan kalau ingin menjenguk kekasihnya kan?

"Tapi, apa kau marah padaku? Hiks, bagaimana dengan anak kita?"

Jungkook menggeleng pelan lalu tersenyum walau ada sedikit paksaan disana --mendengar sebutan anak--, membuat Wendy juga ikut tersenyum. Ia lalu pamit dan meninggalkan Wendy sendiri di kamarnya.

Setelah melihat Jungkook yang sudah berkendara keluar menggunakan mobil, Wendy lalu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang disana.

"Halo?"

"..."

"Haha, benar sekali, Jungkook mulai dekat kembali padaku."

"..."

"Ah, bantal ini membuat perutku sakit." Wendy melepas sebuah bantal berbentuk bola dari dalam pakaiannya.

"..."

"Hmhm, terima kasih *sensor*."

Wendy menutup panggilannya lalu melompat kegirangan, walau ini hanya sebuah sandiwara tapi ia menikmatinya, dan dengan senang hati akan merebut kembali Jungkook-nya, tapi tunggu, bukan punya-nya tapi punya seseorang.

"Ugh, aku hanya dibayar untuk ini tapi... Hm, bayarannya bisa membawaku keliling dunia... HAHA!!"

Sebenarnya Wendy benar-benar sudah tidak menyukai Jungkook, ia punya seorang kekasih yang lebih tampan dan kaya di China. Dan ini, oh semua ini hanya rencana dari seseorang padanya.

Dalam diri dan hati seorang Wendy, hanya uang-uang-uang dan uang. Ia ingin semuanya disini, dan rela melakukan apa saja walau harus mempermalukannya kelak, seperti ide 'hamil ini, ia sudah menganggap dirinya bodoh saat menyatakan bahwa ini adalah anak dari Jungkook.

•°•°•

Jungkook tiba di rumah sakit tempat Jimin dirawat, tapi mengingat perkataan Tzuyu 3 hari lalu membuatnya agak sedikit bimbang tapi karena cinta dan kekhawatirannya pada Jimin, kiamat pun tidak bisa menghalangi langkahnya.

Ia bertanya kepada salah satu suster yang menjaga di ruang tengah disana, kamar Jimin berada di lantai 2 dengan nomor kamar Dandelion 3-H.

Singkat cerita, Jungkook yang melihat suara isak tangis dari dalam tanpa ragu membuka pintu itu. Membuat pandangan seketika tertuju padanya.

"KAU, SUDAH KUBILANG JANGAN KESINI! PERGILAH DAN PUTUSKAN JIMIN! IA TAK MAU PUNYA KEKASIH SEPERTIMU!"

"Stt... Tzuyu tenanglah, ini rumah sakit." Taehyung mencoba menenangkan Tzuyu dengan mengusap punggung yeoja itu.

Jungkook hanya menunduk dan tak berbicara sepatah katapun, ditatapnya Jimin yang terbaring lemah dengan kepala di perban dan sebuah pengikat --author gak tau namanya-- di lehernya.

Air mata Jungkook menetes, suara isakannya terdengar begitu pilu.

"Huh, rupanya kau masih bisa menangis?! Dasar hati iblis!"

"Sst, Tzuyu sudah hentikan, kita biarkan mereka dulu."

"Membiarkan mereka?! Apa kau ingat siapa yang membuat Jimin terluka?!"

"Iya-iya aku ingat, tapi tidak sepenuhnya salah Jungkook, bahkan sang penabrak masih dalam incara polisi, dan itu tanda ia bersalah juga kan?"

Tzuyu hanya bisa menatap kosong kearah Jungkook, ia lalu keluar ruangan dan memilih duduk diluar.

"Jim, hiks, aku rindu sama kamu... Sadar Jim,"

Mendengar Jungkook yang menangis sesenggukan, hati Taehyung tergerak untuk menenangkan namja itu. Masih ada rasa di hati Taehyung dan ia benar-benar iba melihat Jungkook.

"Hiks, Jungkook aku ada disini... Kenapa kamu tidak merasakan aku?!"

Jungkook duduk di salah satu kursi didekat kasur Jimin, ia menggenggam tangan dingin itu dan menempelkannya di pipi basahnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu seperti ini terus Jim, aku tidak akan tinggal diam."

•°•°•

Aplod pagi2 gini ditemenin kopi uhh mancapp...!

Btw ada yang rindu gak? :p

And, hayo yang penasaran sama dalang dibalik semua masalah ini silahkan komen beserta penjelasannya kenapa kalian pilih seseorang itu.

Nih author kasih pilihan;

-Taehyung
-Lisa
-Tzuyu
-Irene
-Sinyorita

Dipilih-dipilih, masih hangat :v #mwek

VOMMENT YA,,

SEE YOU

My Sweet Troublemaker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang