3

56 2 0
                                    

AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAH

  Berantakan! Acara pernikahanku minggu depan terancam gagal. Mamaku meradang, gara-gara sebuah pengakuan dari orang tua, Marni.

Tak ada kata ampun. Kata-kata kotor, keluar dari mulut Mamaku. Memaki keluarga Marni. Hingga aku tak tahan lagi, melihat keluarga calon istriku mendapatkan hinaan dari Mamaku sendiri.

"Ma, tak ada di dunia ini anak haram! Semua bayi terlahir suci tanpa dosa. Yang haram adalah perbuatan orang tuanya. Melakukan zina." Aku berusaha membela keluarga Marni.

"Tidak! Sekali tidak, tetap tidak! Mama tak sudi punya menantu anak haram!" Ucap Mamaku sambil kedua tangannya berkacak pinggang.

"Mama, tolong pelankan nada suara Mama. Hormatilah mereka. Bukan kah sebaik-baiknya manusia, adalah yang mau mengakui kesalahannya, dan bertaubat, memperbaiki diri. Jika Allah maha pemaaf, kenapa kita sebagai manusia begitu angkuh? Sombong..."

"Jangan ceramah di depan Mama. Suruh mereka keluar sekarang!" Emosi Mama, semakin meluap. Aku bergidik dibuatnya.

"Baik Ibu, kami permisi pulang. Sekiranya Ibu mau membatalkan acara ini, kami menerima dengan lapang dada. Kami hanya tidak ingin, gara-gara kami menyembunyikan aib kami, pernikahan putri kami, tidak sah di mata agama. Dan melakukan zina selamanya. Cukup kami saja yang berdosa. Saya sudah bertaubat. Dan saya tak mau berbohong tentang hal ini. Ini hanya akan menambah dosa kami lagi, jika saya memaksakan diri untuk menjadi wali nikahnya. Maafkan saya. Permisi." Dengan membungkuk, Bapak Marni, berlalu dari hadapan Mamaku, di ikuti oleh Marni dan Ibu nya yang diam seribu bahasa.

Marni menahan tangisnya. Betapa aku bisa merasaakan sakit perasaannya. Mengetahui kenyataan tentang dirinya.

...

  "Saya antar kalian pulang. Tolong jangan menolak. Saya mohon, maafkan Mama saya ya, Pak." Saat di halaman rumah, aku sengaja menghentikan langkah mereka untuk keluar pintu gerbang.

"Tunggu, saya keluarkan mobil. Tunggu. Tolong ijinkan saya berbuat baik pada kalian yang sudah disakiti. Pleaseee." Mereka diam. Tapi tak menolak. Marni menutup wajahnya dengam jilbabnya. Dia nampak sangat terluka.

"Bersabarlah. Maafkan Mama. Nanti saya akan bicarakan lagi baik-baik dengannya."

Mereke hanya diam. Marni semakin terisak  dalam tangisnya.

...

  Aku segera pamit pulang, setelah mereka agak sedikit tenang. Aku telah mengantarkan mereka selamat sampai rumah.

"Sayang. Jangan putus harapan. Semua sudah di tentukan. Teruslah berdoa. Mas akan coba bicara baik-baik dengan Mama. Jangan bersedih hati ya."

"Maafkan Bapak ya, Mas."

"Allah sudah memaafkannya. Jangan lagi buka aib nya. Jika tadi harus membuka aib itu, semua karena dia sayang kamu. Jangan marah padanya."

"Mas, masih mau menerimaku?"

"Kenapa tidak? Sama sekali tak berkurang niat ini, untuk menghalalkanmu segera. Hanya butuh waktu. Jika minggu depan kita batal menikah, bersabarlah. Hanya akan tertunda saja. Mas janji."

"Maafkan orang tua, Marni. Sumpah, Marni juga baru tau hal ini."

"Sthhhhhh, jangan meminta maaf untuk mereka. Buatku, Bapak adalah sosok lelaki hebat! Gentle mau jujur, demi masa depanmu. Bapak kereeeeeennnnnnnnnnnn abis pokoknya. Love him fulll deh."

"Ih...." Marni tersenyum. Aku colek pipinya yang memerah.

"Mas pamit dulu ya. Salam buat Bapak ama Ibu. Nanti Mas kabari lagi secepatnya."

"Iya sayang."

Tak ada kecupan. Aku hanya mengusap kepalanya yang tertutup hijab. Aku segera berlalu.

...

  Aku mengemudikan pelan, mobilku. Otakku berfikir keras, bagaimana caraku berbicara pada Mama. Aku tak yakin, bisa menaklukan kekerasan hatinya dengan mudah. Butuh waktu yang sangat lama, ketika aku berjuang untuk mendapatkan restunya, meminang Marni. Dan sekarang, aku harus berjuang kembali, untuk meyakinkannya, bahwa aku akan menikahi wanita yang tepat, untuk kujadikan sebagai pendamping hidupku.

Otakku terus berputar.

'Kringgggggg kriinggggggggg' ponselku berdering dari dalam saku kemejaku. Aku segera menepikan mobilku, untuk menerima panggilannya. Si Reno, tampak dilayar ponselku memanggil.

"Iya. Hallo Ren. Ada apa bro."

"Woyyy, gadis malangmu, melahirkan bayinya semalam."

"Ah yang bener? Alhamdulillah. Bagaimana keadaanya sekarang?"

"Mereka sehat. Ada kemajuan bro. Dia sudah bisa diajak komunikasi."

"Alhamdulillah. Siapa namanya?"

"Malika."

"Ah, syukurlah. Terimakasih banyak. Seneng banget denger kabar ini. Bisa elo kirimkan gue, foto mereka gak bro."

"Siap. Abis ini gue kirimin. Cantik bayinya.  Gemesin pokoknya."

"Jangan bilang, elo mau jadi bapaknya ya?"

"Hahhahaha, kalau jodoh, kenapa tidak? Daripada jomblo seumur hidup gue."

"Wkwkkwkwkkwk, pasrah amat lo."

"Ya enggak gitu juga kali, Dar. Manusia mana yang bercita-cita jadi orang gila. Itu bagian dari ujian hidup dia. Misal emang jodoh gue itu si Malika. Gue gak nolak kok. Dia kece bingit pokoknya sekarang. Bersih, nampak sangat cantik. Aura keibuaan nya muncul."

"Subhanallah...."

"Kalau ada waktu luang. Mampirlah kesini. Tengok dia."

"Pasti. lain waktu. Elo emang keren lahir batin Rennnnnnnnnnnnn, cara pandangmu terhadap sisi gelap manusia, top abis. Kalo elo cewek, udah gue lamar Rennnn."

"Wkwkkwkwkkwkwkkwkkwk. Kemaren gue mau lamar elo. Sekarang elo balik mau lamar gue.  Emang gue manusia apaan?"

"Wkwkkwkkwkwk." Kami tertawa bersama.  Tak lama kemudian Reno menutup teleponnya.

....

  'Bipppppp' Sebuah pesan masuk dalam whatsapku. Dari Reno. Sebuah pesan gambar.

Subhanallah, seorang bayi yang imut dan lucu, yang terlahir tanpa seorang ayah yang jelas.

Dan dia....

Malika, tampak sangat berbeda dengan gadis malang yang kutemukan di area hutan karet saat itu.

Nampak bersih, dengan sebuah senyum yang sangat manis. Subhanallah...

Bersambung

AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang