15

41 3 1
                                    

AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAH
15

  kepalaku hampir saja meledak, jika Mama tak segera datang menenangkanku. Di usapnya punggungku pelan, sambil menyuruhku istigfar.

"Sabar, Dar. Sabarrrrrrr," ucap Mama menenangkan. "Tarik nafas, hempaskan ...."

Malika tampak mematung di dekat kompor. Mata bulatnya tetap terfokus pada dua telurnya, yang tak kunjung matang.

"Ibu, maafkan Malika ya. Jika tak berkenan," ucap Malika manis, di depan Mamaku.

"Tak apa Nak. Biar, Dar ajarin kamu masak telur ya. Jangan takut klo Dar, marah. Dia baik kok sebenarnya," jawab Mama lebih manis.

Dan aku takjub di buatnya. Mereka tampak sangat akrab. Dan Malika tak menunjukan sedikitpun kalau dia gendheng! Aku mual di buatnya.

"Dar, Mama mau tidurin Ipah dulu. Tolong ajarin Malika masak telur. Kasihan dia lapar."

"Baik, Ma. Tolong tinggalin kami ya."

"Dar! Tarik nafassssssss. Jangan terbawa emosi!"

"Ho oh. Baik. Siap."

...

  Aku mengepalkan tangan kananku. Bersiap ingin menakutinya.

"Jangan bicara. Kau tunggu saja di meja makan. Biar aku yang masak. Pergi!" Nadaku tinggi.

"Ibuuuuu," Malika malah meledekku. Sengaja dia berteriak memanggil Mamaku.

"Stop! Atau aku benar-benar akan menjotos pipimu! Kamu tau menjotos? Menjotos is meninju. Meninju is membogem. Memukul!"

"Ibuuuuuiuuuuu."

Aku langsung membekap mulutnya dengan kedua tanganku.

Malika tidak berontak. Dia justru diam menikmatinya. Mati aku!

Jantungku berdeba-debar, tubuh kami merapat tak berjarak. Tanganku masih menutup mulutnya. Aku merinding.

Astagfirllahaladzimmmmmm, aku lupa. Aku laki-laki normal. Ampun ...

"Malika, you drive me crazy." Berulang kali aku mengucapkan kalimat itu.

"Wkwkkwkwklwkwklw."

"Diam!"

"Ups. Ok!"

...

  "Ok. Pertama pecahkan dulu telurnya. Trus kocok. Beri garam. Panaskan minyak dengan api kecil. Baru tuangkan telurnya ke wajan penggorengan."

"Ok. Siap." Jawabnya penuh semangat.

"Laksanakan!"

Malika mengambil dua telur di tangannya. Kemudian memandanginya. Sepertinya dia masih belum paham, apa lagi yang harus dilakukannya sekarang.

"Pecahkan!" Perintahku.

"Pake apa, Pap."

"Pake jidat!" Suaraku meninggi, untuk yang kesekian kalinya.

Tiba-tiba, Malika mengarahkan telur ke jidatku. 'Plokkkkkhhhh' pecahlah telur, isinya tumpah membasahi wajah tampanku, seketika.

Tarik nafas panjanggggggg, hempaskan!

Tarik nafas, istigfar!

Pelan, tarik nafas lagi, panjang. Hempaskan lagi.

Astagfirllahaladzim. Ampun Gusti ....

Lama-lama, aku yang akan masuk rumah sakit jiwa, sepertinya.

Aku menangis tanpa air mata. Perih sekali rasanya. Lebih perih, daripada di tinggal nikah sama Marni. Dadaku bergemuruh.

AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang