AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAH
Tujuh hari berlalu, aku mohon petunjuk pada Penciptaku. Setiap malam, aku bersimpuh mengharap sebuah kemantapan hati untuk datang ke rumah Malika.
Berat rasanya aku memutuskan untuk menuruti arahan Mama.
Tapi setiap saat aku merasa tidak tenang, memikirkan Malika dan Ipah. Setiap hari aku menjadi gelisah. Ada rasa benci, rindu, bercampur menjadi satu.
...
"Mama tak tenang Dar. Mama kepikiran Malika terus. Kamu gak kepikiran ya?" tanya mama, sesaat setelah selesai shalat isya berjamaah
"Aduh Mah. Dar, lebih tak tenang. Dar lihat dengan mata kepala Dar sendiri waktu itu. Papinya tanpa ampun menghajarnya."
"Ayolah Dar. Pleaseeee."
"Ma. Kenapa beda sekali perlakuan Mama terhadap Malika? Kenapa dulu Mama tidak bisa ramah sama sekali pada Marni?"
Mama hanya diam. Dilepas mukenanya, dan melipatnya. Dia menarik nafas panjang.
"Maafkan Mama. Tak seharusnya Mama bersikap sesadis itu pada Marni. Mama mengaku bersalah. Tanpa kau tau, Mama telah berkunjung kerumah Marni. Mama meminta maaf pada keluarga mereka dengan tulus. Dan mereka memaafkan Mama. Alhamdulillah."
Aku terkejut mendengarnya. Aku tak menyangka, Mama melakukannya.
"Kenapa tak ajak, Dar?"
"Ah tak perlu. Kedatanganmu hanya akan mengusik ketentraman rumah tangga Marni. Hanya akan memperkeruh suasana. Marni sedang mengandung sekarang."
"Ah," aku mendesis lirih. Tapi sudah tak seperih dulu. Syukurlah, aku tak dibelenggu rasa yang menyesatkan.
"Ma. Apa pantas bocah gendheng itu jadi istri Dar?"
"Hahahhaha, pantas. Cocok. Saling melengkapi. Kamu pendiam, dia periang."
"Trus?"
"Kamu lai-laki, Malika perempuan."
"trus?"
"Tak ada seorang pun ingin bernasib seperti Malika. Dunia adalah tempatnya orang menjalani ujian. Setiap manusia mengerjakan ujiannya masing-masing."
"Trus?"
"Masih bagus mantan orang gendheng. Daripada mantan orang waras!"
"Wah. Trus?"
"Sekarang banyak orang waras, tapi gendheng kelakuannya."
"Hahhahahhahhahah."
"Setiap orang punya masa kelam. Punya aib. Punya sisi buruk. Setiap orang punya hak bahagia."
"Bener, Ma. Trus?"
"Bahagia itu sederhana, Dar. Kita bisa ngobrol berdua santai begini, itu sudah sangat membuat Mama bahagia. Mama memiliki kau yang sangat sayang Mama."
"Ho oh Mah. Trus?"
"Trus kamu lamar Malika. Nikahilah dia. Trus kamu akan tau, bagaimana bahagianya berumah tangga. Trus Ipah punya adek lagi."
"Wow. Trus?"
"Trus, kamu akan jadi gendheng, klo terlambat melamar Malika. Udah keduluan orang lain."
"Oh noooooooooo. Ma, Dar siap! Besok kita kerumahnya ya!"
...
Malam ini, tiba-tiba aku sangat merindukan Malika. Entah kenapa hati ini menjadi sangat mantap untuk datang ke rumahnya besok.
Wajah gendhengnya yang cantik bermain-main di mataku. Kekonyolannya menarik bibir untuk tersenyum. Aku mengingat semua rangkaian peristiwa yang telah kami lalui.
Aku merindukannya, walau aku tak merasa jatuh cinta.
Aku kehilangan dia, walau aku belum mencintainya.
Aku bahagia memikirkannya, walau tanpa jatuh cinta dan mencintainya.
Tuhan, ijinkanlah aku untuk membuatnya lupa akan semua penderitaannya. Buatlah aku membutuhkannya selalu dalam hidupku. Dan tumbuhkanlah cinta kami bersama, hingga membuahkan benih cinta yang akan selalu membuat kami saling mencintai.
Aku jadi pujangga malam ini. Hikz ....
...
Sengaja aku pulang kantor lebih awal dari biasanya. Seperti rencana kami semalam, hari ini aku akan berkunjung ke rumah Malika.
"Siap, Dar?"
"Mantabbbbbbhhhhhh, Ma."
"Hahhahhaha. Bagus. Bismillah. Ayo brangkat."
"Bismillahirahmanirrahimmmmm, brangkaaatttttt."
Aku segera melajukan mobilku pelan. Menyusuri jalan dengan hati yang berbunga-bunga. Entah kenapa aku sangat bahagia. Aku akan segera jumpa bocah gendheng itu.
...
Seorang asisten rumah tangga, membukan kami pintu. Dengan sopan dia mempersilahkan kami duduk.
"Sudah ada janji sama Tuan, belum ya?" tanya dia ramah pada kami.
"Belum, Bi."
"Oh. Dengan siapa ya ini?"
"Darwanto."
"Hmmmm,"
"Kenapa, Bi?"
"Eh gapapa. Bentar ya."
Setelah beberapa menit kami menunggu, keluar Papi Malika dengan wajahnya yang tak bersahabat.
"Darwanto ...," dia menyalamiku. Setidaknya dia tak nampak bengis seperti dulu.
"Enggih, Pak. Masih ingat saya ya."
"Mana saya lupa. Ada apa?"
"Pak. Ini Mama saya," mama langsung menyalaminya.
"Baik. Ada apa kalian kemari?"
"Hmmmmm, saya datang untuk meminang putri Bapak. Malika."
Dia tampak diam. Jantungku berdebar-debar. Aku takut dia akan marah. Aku memelankan nada suara. Berharap dia tetap bisa tenang, walau pun jawabannya tidak sama, seperti apa yang kami harapkan.
Hampir 15 menit dia diam. Kulirik, mama mulai gelisah di tempat duduknya. Aku mulai berkeringat dingin
"Sebelumnya saya mohon maaf. Atas kelakuan saya terhadap Malika. Andai saya tak memperlakukan dia seperti sampah, mungkin tak akan membuat kalian repot. Dan sekarang kau tak perlu pura-pura meminangnya, untuk membawanya pergi dari sini."
Jantungku semakin berdetak kencang. Sepertinya dia paham, dengam semua maksud kedatangan kami.
"Buuuubuuuuukannnn begitu maksud kami, Pak," suaraku gagap. Tak tau apa yang harus aku katakan padanya.
"Sudahlah. Tak perlu kamu jelaskan. Saya mengerti dengan baik."
"Pak. Saya jatuh hati padanya."
"Mana mungkin! Kau hanya kasihan padanya!"
"Pakkkkk," suaraku parau, sedikit putus asa.
"Saya sudah menjodohkannya dengan putra temanku. Dan Malika setuju. Pernikahannya akan segera di laksanakan. Kami sedang mencari waktu yang tepat. Mohon maafkan saya. Dan saya tak akan pernah lupa dengan semua jasamu. Termasuk pengorbananmu hari ini. Saya hargai semua niat tulusmu. Tapi maaf sekali lagi. Malika sudah menentukan pilihannya."
Mendadak tubuhku lemas. Nyeri, linu, dan tak berdaya.
Ya Tuhan, kenapa begitu sukarnya, lelaki setampan aku mendapatkan jodoh.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU NIKAHI KAU DENGAN BISMILLAH
Romancekisah cinta gadis gendheng yang kocak dan menyebalkan.