(19)

8K 841 19
                                    


"Taruhan, hari ini Max pasti cidera," kata Kevin yang menyodorkan lima dolar pada kembarannya, Calvin.

Jesse meringis mendengar itu. Ia menatap lapangan yang masih sepi. Max ada di bangku pemain. Ia sedang berbicara pada teman-teman satu timnya sehingga tidak memperhatikan kehadiran Jesse.

Calvin, yang cenderung lebih tenang daripada Kevin, pun mengeluarkan lima dolar dari kantongnya. "Kau tahu Max bisa melindas semua orang, kan? Taruhan, dia yang akan membuat orang cidera."

"Itu tidak adil!" sahut Kevin. "Bagaimana jika Max bertabrakan dan keduanya cidera? Kau juga bisa dibilang menang!"

Jesse menemukan satu dolar dari sakunya dan menyodorkan pada si kembar Beverly. "Taruhan, Max akan baik-baik saja." Itu yang terpenting. Menang atau kalah bukan suatu hal. Meski Jesse sedang berjarak dari Max, ia tidak mau membayangkan Max harus digips atau terluka dalam bentuk apapun.

"Nilai taruhannya bukan begitu," gerutu Kevin seraya melambaikan uang yang Jesse sodorkan.

"Yah, rumah kalian 'kan bersebelahan denganku," tukas Jesse. "Memangnya aku bisa lari ke mana?"

"Cukup adil," kata Calvin seraya memasukkan uang taruhan itu ke kantong di dadanya.

Jesse tidak mengingat jalannya pertandingan hari itu. Ia hanya menatap ke manapun Max berlari. Jesse bahkan tidak terlalu memperhatikan pertandingan ketika Max beristirahat. Ia memekik ketika Max terjatuh dan tertindih banyak tubuh besar dari kubu lawan. Kevin mengumpat terang-terangan meski Jesse yakin ia ingin Max cidera supaya tidak kehilangan lima dolar. Jesse ikut bersorak bersama keluarga Beverly ketika Max berlari membawa bola, menerjang lawannya, dan mencetak poin demi poin.

Jesse menikmati pertandingan itu hingga dalam sesaat, ia tidak lagi memikirkan olimpiade atau esai yang kirimkan.

Max bahkan selalu menyempatkan diri melambai ke arah keluarganya ketika berhasil mencetak poin. Dalam beberapa detik yang membekukan, Jesse bersumpah Max menatap dari balik helmnya. Jesse bisa membayangkan senyum manis Max, lesung pipi yang membuatnya menawan hanya untuk Jesse.

Bagaimana mungkin selama beberapa hari ini Jesse sanggup menjauhi pemuda itu?

Bagaimana Jesse bisa hidup tanpa senyum Max itu?

Bagaimana jika esai itu berhasil membantunya, tapi esai itu akan membuatnya terpisah dari Max?

Jesse berusaha menepis pikiran mengganggu itu. Esai itu akan menjadi tiket masuk instan untuk mencapai mimpinya. Itulah yang ia inginkan selama ini. Jesse tidak perlu memikirkan hal-hal lainnya.

Westerly High menang telak dari Connecticut dengan skor akhir 21-6 dan Max adalah pencetak skor terbanyak di pertandingan kali ini. Max tidak cidera, meski dipastikan punya lecet di tubuhnya―tapi itu tidak masuk dalam taruhan. Artinya Kevin kalah. Tidak ada pelanggaran berarti yang Max sebabkan. Max tidak membuat seorang pun cidera. Artinya Calvin kalah. Maka Jesse menang.

"Berikan uangnya padaku," kata Jesse seraya mengulurkan tangan pada Calvin.

Calvin mendengus. Kevin cemberut. Keduanya jelas-jelas gusar kehilangan lima dolar. "Kita bisa merampok Max setelah ini karena pacarnya mendapatkan uang kita," cetus Kevin.

"Aku memenangkannya," koreksi Jesse. "Tapi, trims. Kalian membuatku lebih kaya sepuluh dolar."

"Ayo kita turun," kata Calvin seraya merangkul kembarannya. Jesse memperhatikan orang-orang yang berderap menuruni tribun dan tumpah ruah ke lapangan. Ayah Max juga ikut serta, tapi Jesse ragu-ragu.

"Kau tidak ikut?" tanya Cara.

"Untuk apa?" Jesse bisa mengucapkan selamat nanti. Di tengah keriuhan seperti itu, Max pasti sedang dibanjiri ucapan selamat. Ungkapan Jesse tidak akan berarti apa-apa.

RECOVER METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang