Begitu Jesse bangun dan menyadari ia sedang berada di tempat asing, Jesse beranjak dari ranjangnya dan mengambil posisi duduk. Ini bukan kamarnya di Manhattan, ini juga bukan kamarnya di Westerly. Melihat dari aroma ethanol dan betapa sterilnya seluruh perabot, tempat ini seperti rumah sakit. Jesse melirik pergelangan tangannya yang dililiti selang infus. Jesse merasa tubuhnya terasa lemah dan ia tidak bisa mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
"Kau sudah bangun, Ma'am?" Seorang perawat muda masuk ke biliknya, membenarkan perkiraan Jesse bahwa ia memang berada di rumah sakit.
"Aku kenapa?"
"Kau pingsan kemarin. Apa kau sudah merasa lebih baik?"
Jesse berusaha menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak merasakan apapun yang sakit. Sepertinya ia tidak cidera. Jesse memberi gelengan singkat seraya mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya terakhir kali. Jesse ingat ia membeli tiket pertandingan futbol. Ia menonton Max, kemudian bicara pada Max―obrolan yang tidak berlangsung cukup baik. Max meninggalkannya sendirian, lalu... apa lagi?
"Kau pingsan di stadion. Petugas medis membawamu ke tenda darurat tapi kau tak sadarkan diri selama berjam-jam hingga mereka terpaksa membawamu ke rumah sakit. Kau mengalami dehidrasi parah sehingga kami harus memberimu cairan pengganti. Aku ingin tahu jika ada nomor keluarga yang bisa dihubungi."
Dehidrasi? Yang benar saja. Jesse tidak pernah terserang dehidrasi. Yang kemarin itu memang melelahkan karena ia menyetir empat jam perjalanan dan masih harus menghadapi tekanan emosional. Tetapi memangnya itu bisa membuatnya berakhir di ranjang rumah sakit?
"Aku... tidak berasal dari sini," jelas Jesse. "Aku datang sendiri untuk menonton pertandingan."
Perawat itu menunjukkan raut prihatin padanya. Jesse bertanya-tanya apakah tampangnya seburuk itu. "Kau pasti punya seseorang yang harus kau kabari bahwa kau di sini. Ada urusan administrasi dan yang lainnya."
"Aku bisa mengurusnya," balas Jesse. "Beri saja aku formulir dan yang lainnya. Aku punya uang."
"Aku pribadi tidak ingin kau menjalani ini sendiri. Tubuhmu lemah dan kondisimu sangat rentan. Kalau kau memang harus keluar dari rumah sakit, seharusnya ada seseorang yang menjagamu."
Jesse tersenyum geli. "Aku tidak selemah itu. Sepertinya cairan tambahan itu punya efek yang bagus. Begitu aku keluar dari rumah sakit, aku yakin aku bisa menyetir pulang ke Manhattan. Omong-omong, siapa yang mengurus mobilku?"
"Polisi pasti sudah mendereknya ketika hanya ada mobilmu yang tersisa."
"Sial sekali," gumam Jesse. Sekarang ia harus berurusan dengan polisi demi mengembalikan mobilnya, padahal ia sendiri terjebak di rumah sakit.
"Jadi... Manhattan, ya? Itu perjalanan yang cukup jauh. Kau pasti penggemar berat olahraga futbol."
Jesse terkekeh. "Ya. Itu keputusan bodoh. Aku pergi tanpa berpikir. Aku membeli tiket seharga lima ratus dolar dan sekarang mobilku diderek polisi. Aku mungkin juga harus membayar untuk itu. Dan tentu saja, biaya rumah sakit."
"Sekarang kau tahu, Ma'am. Aku mengerti hasrat menginginkan sesuatu sampai begitu parah saat awal-awal kehamilanmu. Tapi aku lebih suka tidak menjurumuskan diri dalam masalah. Trimester pertama memang waktu paling riskan untuk ibu hamil."
Senyum Jesse menghilang seketika dan kebingungan mulai melandanya. "Siapa yang hamil?"
Perawat itu sepertinya terkejut dengan pertanyaan Jesse. "Kau. Siapa lagi?"
Oh. Tidak. Tidak.
Jesse berharap ada yang tertawa dan berkata bahwa ini lelucon, tetapi perawat itu terlihat sama bingungnya dengan Jesse. Perawat itu serius dengan kata-katanya. "Itu tidak mungkin―" Jesse berhenti ketika menyadari hal-hal penting. Tentu saja itu mungkin karena ia melakukan hubungan seks. Dan setelah diingat lagi, Jesse lupa kapan terakhir kali mendapatkan tamu bulanannya. "Tunggu. Ini pasti salah."

KAMU SEDANG MEMBACA
RECOVER ME
RomanceBEVERLY HOUSE SERIES #2 √ Completed √ Jesslyn McGraw baik-baik saja selama menjauh dari mantan kekasihnya, Maxime Beverly. Jesse sebisa mungkin menghindari Max yang tampan, penuh pesona, dan berbakat mematahkan hati wanita. Tapi Jesse tidak bisa mel...