(2)

13.3K 1.1K 47
                                    

Jesse nyaris tidak mengingat perjalanannya semalam karena kegugupan yang melandanya. Ia juga tidak mempedulikan bagaimana ia bisa lolos dari orang tuanya karena hanya menyapa sekilas sebelum masuk ke kamar. Hampir semalaman ia merasa cemas memikirkan pertemuannya dengan Max yang akan segera terjadi. Meski bukan kali pertama pertemuan mereka setelah putus bertahun-tahun lalu, tapi tetap saja pria itu selalu bisa membuat Jesse gugup.

Jesse akhirnya baru bisa memejamkan mata setelah melihat bintang-bintang dari jendela kamarnya. Untungnya kamar Max (yang jendelanya berseberangan langsung dengan kamarnya) gelap, membuat Jesse berasumsi bahwa pria itu belum tiba di Westerly karena beberapa bulan lagi musim pertandingan akan dimulai. Max pasti sibuk dengan latihan dan sebagainya. Bisa jadi Max sibuk dengan wanita-wanita di luar sana. Jesse sama sekali tidak terkejut.

Namun ia terkejut ketika membuka mata, menemukan mata indah sebiru lautan yang tengah memandanginya. Jesse reflek bergerak mundur dan menarik selimutnya. Tidak bisa menahan diri untuk melihat ke balik selimut, memastikan dirinya tidak telanjang. Kabar bagusnya, Jesse sempat mengganti pakaiannya dengan piyama. Kabar buruknya, Max bertopang dagu di kusen jendelanya sambil menyeringai nakal padanya.

"Well, aku berharap menemukanmu telanjang, tapi aku tidak rela kau telanjang dengan jendela terbuka seperti ini. Bayangkan kalau orang lain yang melihat, aku pasti harus mengejar keparat itu dan menghajarnya habis-habisan. Tapi omong-omong, selamat pagi, Baby J."

Jesse meraih-raih kacamatanya di nakas. Karena dari jarak sejauh ini, Max terlihat buram. Oh sial, pilihan salah. Sekarang penglihatannya menjadi jelas bahwa pria besar itu terlihat begitu tampan dengan kaos tanpa lengan hingga otot besar khas gelandang milik Max terlihat. Rambut gelapnya berantakan, jenis berantakan yang seksi. Dan pria itu berkeringat. Oh Tuhan, ini jenis godaan di pagi hari yang tak pernah Jesse perkirakan. Harusnya Jesse menutup jendela sialan itu.

"A-apa yang... uh, kau lakukan di sini, Max?"

Cengiran Max kian lebar. Ia memundurkan tubuh dan Jesse berusaha sekuat tenaga untuk tidak memejamkan mata meski ia sangat memerlukannya. "Menyapamu. Kau tidak membalas pesanku padahal kau membalas Cara. Kau menyakitiku." Max pura-pura berdecak sambil memegangi dadanya.

"Kupikir... kau belum sampai."

"Memang. Aku baru tiba pagi ini dan Cara memberitahuku setelah aku menanyainya. Kulihat mobilmu terparkir dan aku berniat mengetuk jendelamu." Senyum Max melebar. "Tapi baik sekali kau membuka jendela untukku. Kau tidur sambil memfantasikan aku di seberang sana, ya?"

Jesse meraih bantal dan melempar wajah Max. Tetapi salah satu keahlian Max di lapangan adalah menangkap bola, jadi mudah saja Max menghindari lemparannya. "Jangan besar kepala. Aku melihat langit semalam saat berusaha untuk tidur dan aku lupa menutupnya."

Lesung pipi Max semakin dalam seiring senyumannya yang melebar. "Jadi tidurmu nyenyak?"

Setelah tidak mendapat orgasme? "Ya, tidurku cukup nyenyak," jawabnya jujur. "Bagaimana kabarmu, Max?"

"Bagus. Merasa bahagia melihatmu pagi ini." Bertanya-tanya mengapa Max selalu punya cadangan kalimat untuk menggodanya. Pipi Jesse sudah bisa dipastikan merona. "Tapi aku bangun lebih awal untuk perjalanan pulang. Aku butuh tidur beberapa jam lagi, mungkin." Max mengangkat tangannya, memperlihatkan tas jinjing yang masih dibawanya. Oh, ya ampun, jadi pria ini belum masuk ke rumahnya sendiri. "Sepertinya orang-orang marah padaku karena datang terlambat. Meskipun hanya Cara yang marah, tapi dia membombardir pesan masukku."

"Kau beruntung," kata Jesse. "Aku perlu menghadapi Cara dan Vivian. Keduanya menjatuhkan bom atom ke ponselku."

Max tertawa dan itu membuat suasana di antara mereka berdua mencair. Meski desiran di dada Jesse terus saja terasa mengguncang, tapi mengobrol santai seperti ini adalah salah satu yang Jesse rindukan. Namun sayang, Jesse tak pernah bisa menahan diri jika terlalu dekat dengan Max. Mungkin jarak antara jendela ini yang bisa ditoleransinya. "Jadi kau juga baru datang? Kau belum mencoba pakaian pestamu dan sebagainya?"

RECOVER METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang