(30)

9.8K 1.2K 187
                                    


Delapan skor lagi untuk menyamakan kedudukan. Tambahan satu skor lagi supaya New England lebih unggul daripada Colorado. Setelah itu Max bersama timnya akan maju ke babak final. Max akan membawa timnya pada kemenangan seperti yang tahun mereka lakukan. Ia harus bisa. Kekalahan di pertandingan grup seharusnya menjadi pelajaran untuknya. Max harus fokus, memusatkan pikirannya ke lapangan dan meninggalkan seluruhnya di belakang.

Termasuk Jesse.

Pikiran itu membuat Max menengok ke tribun penonton sekali lagi. Bagian VVIP dipenuhi keluarga para pemain yang datang untuk memberi dukungan. Mereka datang jauh dari Boston ke Colorado untuk pertandingan ini. Tidak seorang pun yang datang untuk Max. Tentu saja tidak ada Jesse. Tidak ayahnya atau Kevin, tapi Max yakin mereka ada pasti sedang berada di bar untuk menonton bersama warga kota.

Max tidak ingin mengecewakan mereka semua.

Itu sebabnya ia harus menyingkirkan Jesse.

Jadi kenapa Max masih terus menengok ke bangku tribun dan berharap Jesse ada di sana seperti pertandingan yang lalu? Itu hanya membuat segalanya berantakan.

"Oke, anak-anak," kata Bill. "Waktu kita sedikit. Aku ingin satu touchdown sempurna. Lalu kalian akan beri aku hadiah satu touchdown lagi. Satu langkah lagi. Hanya satu untuk bisa ke final. Kita bisa kalahkan mereka, sama seperti sebelumnya. Mark, aku ingin lemparan sempurna―sangat sempurna untuk Max. Dan Max, aku ingin kau berlari dan menjatuhkan siapapun yang menghentikanmu. Kau dengar itu?"

Max mengangkat dagu. "Ya, Sir."

"Dan sampai siapapun menjagalmu," bisik Johnson.

"Mungkin kau bisa mengatasinya untukku." Max meninju pelan temannya itu lalu mereka terkekeh.

Peluit kembali dibunyikan menandakan waktu jeda telah habis. Max harus bisa memenangkan pertandingan ini meski kemungkinannya kecil, mengingat ia harus menempuh tujuh puluh yard untuk tiba di ujung dan menjatuhkan lawan-lawannya.

"Ini kesempatan kita," kata Hendrick, yang sudah lima tahun lebih dulu daripada Max. "Dua touchdown itu gila dalam waktu sesingkat ini. Tapi kita akan buat keajaiban."

"Aku tidak bisa berlari sejauh itu. Tidak dengan membawa bola dan menghadapi lawan. Aku bisa jatuh di garis mana saja." Max membenarkan Hendrick bahwa taktik itu gila. Bill juga tahu itu, tapi ia ingin tahu reaksi Max. "Aku butuh bantuanmu."

"Aku akan mengawasimu." Kemudian ia berlari ke posisinya di sayap kiri, sementara Max ke sisi yang lain.

Peluit dibunyikan dan bola dilemparkan. Mark menerima bola itu dengan satu tangkapan mulus dan cepat. Ia berlari secepat mungkin menghindari lawan-lawan yang menghadang di sekitarnya, seolah sudah mengetahui setiap posisi lawan-lawannya. Mark mengincar Max. Ketika seseorang hampir berhasil menjagal Mark, ia telah melemparkan bola pada Max dan Max harus melompat untuk mendapatkan lemparan tinggi itu seraya menghindari seseorang yang telah siap menghadang di depannya.

Max sudah siap mengambil lompatan jauh dan berlari secepat yang ia bisa. Mencari Hendrick dan membiarkan seniornya membawa bola ke garis akhir. Namun yang tak diduga Max, lawannya menghalangi dengan menangkap tubuh Max dengan satu tangan hingga Max kehilangan keseimbangan dan terguling. Max mendengar peluit dibunyikan tanda kegagalan Max membawa bola ke ujung. Belum cukup perbuatan curang itu dilakukan, lawan mainnya menjatuhkan diri di atas tubuh Max yang sedang berusaha bangkit. Seorang lagi berlari terlalu cepat ke arahnya hingga tak bisa menghentikan diri sebelum terjungkal di atas dua tubuh yang saling bertindihan. Max mengerang keras merasakan nyeri di lengannya.

Brengsek, sepertinya orang terakhir tadi dua puluh kilogram lebih berat daripada Max.

Max tidak siap terjatuh saat melakukan lompatan menerima bola, hingga ia tidak punya waktu untuk jatuh dalam posisi telentang. Max membiarkan lengan kanannya tertindih tubuhnya sendiri dengan dua orang lain di atasnya.

RECOVER METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang