🌺 17

68.4K 3.1K 32
                                    

Assalamualaikum😊

---Happy Reading---

Arkan memerhatikan wajah cantik Ayesha yang kini tengah terlelap dalam pelukannya. Setelah belajar menghafal bacaan-bacaan do’a dan sholat dhuhur, Ayesha berkata ingin tidur sebentar lantaran kepalanya yang pusing. Arkan membelai lembut pipi Ayesha yang memerah karena suhu badannya yang melebihi batas normal.

Arkan mencoba meyakinkan hatinya bahwa ini adalah keputusan yang benar, walaupun pada kenyataannya setitik keraguan itu masih ada dan menggerunjal dalam sudut hatinya.
“Maaf.” Arkan berkata begitu pelan. Tak dapat dipungkiri bahwa hatinya belum bisa melupakan Ayana.

“Maafkan aku, mungkin membutuhkan waktu yang lama untukku dapat mencintaimu.” Ucapnya lirih.

Ayesha yang merasakan sentuhan dipipinya pun terbangun, tetapi ia tetap berpura-pura tidur. Ia mendengar semuanya. Ia tau bahwa semua ini tidak akan mudah. Sedari awal ia lah yang sebenarnya tokoh antagonis disini. Namun rasa sakit itu tetap muncul ketika mendengar Arkan mengucapkan kalimatnya tadi.

Ayesha merasakan pergerakan disebelahnya. Pria itu bangun dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri karena sekarang sudah pukul empat sore. Ayesha mengerjap-ngerjapkan kedua matanya memandang langit-langit kamar. Setitik air matanya kembali terjatuh. Salahkah jika sekarang ia berharap Arkan sudah mencintainya?

Ayesha memaksakan diri untuk bangun sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Ia ingin menyiapkan baju koko untuk suaminya.

“Oh.. kamu sudah bangun?” ucap Arkan yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Ayesha tersenyum, “Iya, mas. Aku mau mandi dan sholat ashar. Mas tunggu dulu ya, jadi imamku.”

“Baiklah, saya sudah menyiapkan air hangat untukmu. Kamu masih kuatkan?” Tanya Arkan khawatir melihat wajah Ayesha yang masih nampak pucat.

Ayesha merasa senang dengan kenyataan bahwa Arkan tengah mengkhawatirkan dirinya saat ini. Sebentar lagi dan Arkan pasti akan mencintainya.

Setelah melaksanakan sholat ashar, Arkan berpamitan kepada Ayesha yang saat ini tengah duduk bersandar di ranjang. Arkan akan menemui Ikhsan untuk membahas rapat yang seharusnya ia hadiri pagi tadi.

“Saya hanya keluar sebentar, kamu tidak apa-apa kan saya tinggal? Saya akan kembali sebelum maghrib.”

Ayesha tersenyum dan mengangguk, “Iya, Mas. Hati-hati.”

“Baiklah, kalau ada apa-apa telfon saya. Saya sudah memasukkan nomer hp saya di ponsel kamu. Assalamualaikum.” Pamit Arkan dan pergi begitu saja tanpa mencium pucuk kepala Ayesha. Padahal Ayesha sudah sangat berharap akan mendapatkan perlakuan seperti itu.

“Waalaikumsalam.” Jawab Ayesha dengan tersenyum kecut.

***

Ayana merebahkan tubuhnya diatas sofa kamarnya setelah ia baru saja pulang dari rumah sakit. Ingatannya melayang pada kejadian siang tadi, saat seseorang pria tiba-tiba menyodorinya minuman yang katanya obat anti galau. Bibir wanita itu sedikit terangkat. Siapakah pria  itu. Apakah ia mengenalnya, wajah pria itu tampak tidak asing. Namun Ayesha tidak dapat mengingatnya.

Ketukan pintu menyadarkan Ayana dari lamunannya. Ayana lantas bergegas membuka pintu kamarnya yang dikunci karena ia tidak ingin diganggu. Namun melihat uminya yang kini memandangnya khawatir  dan sedih membuat dirinya merasa bersalah. Sudah beberapa hari bahkan hampir sebulan ini ia memilih menyendiri, menghindar dari keluarga dan orang-orang terdekatnya. Ia hanya akan menjawab seperlunya jika ada yang bertanya padanya termasuk uminya.

Pria itu benar. Tak seharusnya ia mengurung dirinya dalam kesedihan. Ayana yakin sekarang uminya tak jauh lebih sedih lantaran melihat putri kesayangannya hancur. “Umi.” Ucapnya lirih

“Bolehkah umi masuk, sayang?”

“Iya, Umi.”

Disinilah sekarang Ayana duduk menghadap sang ibu yang tengah memandang wajah putrinya yang tampak lebih tirus. “kamu sudah makan, sayang?” Tanya Farah lembut. Ayana hanya membalasnya dengan anggukan.

“Nak, pernah dengar kisah ketika Rasulullah patah hati?”

Ayana menatap uminya tegang dan menggeleng ragu. Menyadari itu farah langsung tersenyum, “Umi tidak bermaksud membuat kamu tersinggung. Umi hanya ingin kamu mengambil hikmahnya dari kisah Rasulullah.”

“Sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad saw pernah jatuh hati kepada putri Abu Thalib yang bernama Fakhitah. Dikarenakan rasa cinta sudah tumbuh diantara keduanya, Nabi Muhammad saw berencana untuk menikahinya. Nabi Muhammad menemui pamannya Abu Thalib untuk meminta izin menikahi putrinya. Namun sayang, Abu Thalib sudah mempunyai rencana lain. Beliau ingin menikahkan putrinya dengan pemuda dari Bani makhzum yang tak lain adalah putra saudara ibu Abu Thalib. Akhirnya Rasulullah menerima semua itu dengan lapang dada. Beliau meyakini bahwa Fakhitah memang bukan yang ditakdirkan oleh Allah untuk bersanding bersamanya."

“Andai saja waktu itu Rasulullah datang lebih cepat menemui Abu Thalib, bisa jadi ceritanya akan lain. Tapi nak, itulah takdir. Allah sudah menuliskan siapa jodoh yang terbaik untuk setiap makhluk-Nya. Kelak kamu akan menemukan jodoh sejatimu seperti Rasulullah yang menemukan perempuan tangguh yang sangat beliau cintai yang merupakan cinta sejatinya, Siti Khadijah.”

Farah memeluk Ayana yang saat ini tengah menangis tersedu-sedu. “Maaf, Umi. Ayana menyesal telah membuat umi sedih… hiks”

“Berjanjilah nak, ini terakhir kalinya umi melihat putri cantik umi bersedih.” Farah mencoba menghapus air mata Ayana dan menguatkannya.

Ayana mengangguk, “Iya, Umi. Ayana berjanji.” Ayana tersenyum dan memeluk uminya kembali. Ia meminta uminya untuk menemani tidur malam ini. Farah tersenyum lega. Inilah sifat Ayana yang sebenarnya, manja.

TBC

Maaf ya update nya lama sekali. No Edit, maaf kalau banyak typo 🙃

Oh iya... Terimakasih buat 10k reads 😘😘 semoga cerita ini dapat bermanfaat 🤗

Wassalamualaikum😊


Rabu, 19 Desember 2018

HS 1 : Jodoh Terbaik ✅ (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang