3

546 135 5
                                    

Hari itu Shin Hye tetap membawa kado sepatu tersebut untuk diberikan kepada Seung Gi. Ia membawanya ke dalam tas jinjing sehingga begitu turun dari mobil ia sangat repot oleh 2 tas sekaligus, yaitu tas punggung dan tas jinjing. Ia lalu meletakannya sementara di dalam locker. Namun akhirnya ia tidak bisa memberikan kado itu kepada Seung Gi, karena sebelum jam istitahat tiba, teman-teman sekelasnya, yaitu Yoo Na cs membuat pesta perayaan ulang tahun Seung Gi di sebuah kafe. Satu kelas pergi kecuali Shin Hye. Tidak ada yang bersedia mengajaknya. Jong Suk, Woo Bin dan Soo Ji melarang siapa pun mengajak Shin Hye meski itu bukan pestanya. Mereka semua bolos pada pelajaran olah raga. Dan di kelas itu tinggal Shin Hye sendirian.

Padahal Seung Gi yang berulang tahun berada di kelas lain, tapi kelasnya sibuk menyelenggarakan pesta, karena kekasih Seung Gi ada di kelas Shin Hye. Moment ulang tahun seperti itu alasan mereka untuk kabur dari sekolah sebelum jam pelajaran usai. Dan hebatnya mereka, tidak akan mendapat hukuman dari guru meski meninggalkan pelajaran sebelum tuntas, sebab anak politisi, pejabat negara dan pemilik perusahaan besar berada di kelas itu.
Shin Hye hanya duduk beku di bangkunya. Seung Gi sendiri tidak berniat mengajaknya. Saat mereka meninggalkan kelas bersama Seung Gi, pemuda itu hanya menatapnya tanpa memintanya turut serta. Ya, karena Yoo Na dan Soo Ji sebagai penyelenggara pesta itu tidak menghendakinya. Kemudian dipertajam oleh Jong Suk dan Woo Bin. Si Wan, Ha Neul, So Ra dan Yu Ri pun sama saja. Tidak peduli kepadanya. Shin Hye ingin menangis, tapi terpaksa ia menghapus kembali air matanya saat seseorang terlihat memasuki kelas.
"Oh, Shin Hye-ya. Kau tidak ikut mereka? Kenapa?" Pak Sang Wook~guru olah raga yang masuk.
"Nde, aniyo, Seosaeng-nim." angguk Shin Hye.
"Apa mereka tidak mengajakmu?" tatapnya.
"Mereka mengajak tapi aku tidak ikut karena sakit perut." Shin Hye berdusta.
"Geurae. Kalau begitu kau pulang saja. Mereka juga tidak akan kembali ke kelas ini. Apa lagi kau sakit perut."
"O, nde. Kamsahamnidha, Seosaeng-nim. Kalau Bapak mengijinkanku pulang." bungkuk Shin Hye.
"Pulanglah. Bapak tidak bisa mengajar hanya padamu sendiri. Bapak ke kelas ini untuk mengambil buku yang tertinggal." guru olah raga itu mengacungkan buku yang diraihnya dari atas meja.
"Nde, kamsahamnidha." sekali lagi Shin Hye membungkuk. Pak Sang Wook sudah berlalu dari kelas, Shin Hye pun mengikutinya.

Ia berjalan menuju pintu gerbang sambil kembali menjinjing tas yang tadi dibawanya dari rumah. Dengan langkah gontay. Setelah berada di pinggir jalan baru ia menelepon sopir supaya menjemputnya. Sopir akan menjemputnya dengan otomatis pada jam pulang, tapi karena hari ini ia pulang cepat, jadi sopir harus diberitahu. Menunggu sopir datang di pinggir jalan sambil duduk di trotoar. Shin Hye sama sekali tidak mempedulikan matahari yang memanggang kepala, ia tidak merasa kepanasan sebab hatinya yang teramat sedih.
💞

Tiba di dalam kamarnya Shin Hye melemparkan tas punggung dan tas jinjing yang berisi sepatu olah raga untuk Seung Gi, melepas kaca mata lalu melemparkan tubuhnya sendiri ke atas kasur. Ia tahu Seung Gi sekarang sudah jadi kekasih Yoo Na, tapi tidak menyangka dia jadi ikut-ikutan Yoo Na dan teman-temannya yang tidak menyukainya. Padahal saat kemarin sama-sama mewakili sekolah mengikuti lomba Sains dan Teknologi, dia begitu hangat dan jauh berbeda dengan cowok-cowok di kelasnya yang arogan dan tidak menyukainya hanya karena dirinya tidak modis. Ia kira Seung Gi pria berbeda, rupanya juga sama saja. Kemarin dia bersikap hangat dan sangat baik terhadapnya karena Seung Gi butuh bantuannya untuk lomba. Seung Gi pintar dan ulet, sedangkan Shin Hye jenius, untuk menaklukan soal-soal Sains, tetap saja Shin Hye lebih unggul. Seung Gi butuh jembatan keledai yang dibuat Shin Hye untuk membantunya menaklukan soal dan bersaing dengan siswa-siswa cerdas lain. Faktanya Seung Gi juga sama saja dengan yang lain ketika sudah tidak membutuhkannya.

Shin Hye memukul-mukul bantal begitu kesal dengan kebodohannya sendiri. Ia menumpahkan kesesakan hatinya dengan menangis seraya menelungkup tubuh dan menutup kepalanya oleh bantal supaya suara tangisnya teredam. Setelah merasa puas ia meletakan kembali kepalanya di atas bantal dengan isakannya yang tinggal satu-satu.
Di tepi tempat tidurnya Yong Hwa terduduk seraya mengelus kepalanya lembut. Seperti seorang ibu terhadap anaknya.
"Dia menolak kadomu itu bukan?" tanyanya dengan raut prihatin.
"Eoh. Mungkin dia akan menolaknya bila aku berikan. Dia ternyata sama saja dengan cowok lain. Dia ternyata tidak ada bedanya dengan Jong Suk atau Woo Bin." keluh Shin Hye, air matanya keluar lagi.
"Iya, dia baik padamu karena membutuhkanmu."
"Sikapnya itu tidak berbeda dengan semua pria di kelasku." Shin Hye tersedu lagi.
"Tapi beruntung kau lekas mengetahui tabeat dia yang sebenarnya. Dengan begitu kau tidak tertipu."
"Yong Hwa-ya, apa aku ini begini jelek? Apa kau pun melihat aku sangat jelek?" Shin Hye tiba-tiba menghentikan tangis lalu bangkit dan menatap wajah pria imaginer itu lekat.
"Umm..." Yong Hwa tidak segera menjawab.

Separuh hatinya ingin mengatakan iya, separuhnya lagi ingin berkata tidak. Kalau ia katakan iya, Shin Hye pasti sangat sedih. Dan kalau ia katakan tidak, itu berbohong. Sebab ia pun sependapat penampilan Shin Hye jelek meski tidak dengan wajahnya.
"Kau pun pasti ingin bilang aku jelek, iya kan?" tuduh Shin Hye dengan keraguan Yong Hwa menjawab pertanyaannya.
"Tapi kau sebetulnya punya wajah yang cantik, dan yang lebih penting lagi kau memiliki hati yang cantik." hiburnya.
"Kau bohong. Minggir!" Shin Hye hendak turun dari tempat tidur.
Yong Hwa lekas menyingkir. Shin Hye menyambar kaca matanya lantas melangkah ke depan cermin. Ia berdiri tegak mematut diri.
"Kau hanya perlu berpenampilan sedikit seksi untuk tampil memikat cowok-cowok di kelasmu." komentar Yong Hwa.
"Mworaguyo...?" dengan alis bertaut dan kedua tangan memeluk dada Shin Hye menoleh Yong Hwa.
"Pakaianmu yang serba tertutup itu mirip siswi calon biarawati, arra?" tambah Yong Hwa.
"Hati-hati dengan bicaramu! Pakaianmu menunjukan karaktermu." konter Shin Hye.
"Naikan sedikit roknya, sampai diatas lutut supaya betismu yang mulus itu bisa dilihat orang-orang."
"Ommana..." Shin Hye membekap mulutnya begitu kaget.
"Dan lepas kaca matamu. Model kaca matamu ini yang membuat kau tampak lebih jelek." oceh Yong Hwa seraya mencabut kaca mata dari wajah Shin Hye.
"Aigo... Jung Yong Hwa, apa yang kau lakukan?" Shin Hye berusaha merebut kembali kaca matanya.
"Lihat! Tanpa kaca mata kau justru terlihat cantik."
"Aku tidak bisa melihat, bodoh!" geramnya.
Tapi Yong Hwa mengacungkan tangannya yang memegang kaca mata ke atas membiarkan Shin Hye menjangkaunya. Karena tidak terlihat jelas, hanya bayangan tangan Yong Hwa yang mengacung di udara, saat hendak meraihnya Shin Hye malah jatuh dan memeluk tubuh Yong Hwa. Pria imaginer itu pun balas memeluknya sambil tersenyum.

Beberapa jenak mereka saling berpelukan. Shin Hye seperti hilang kesadaran. Ia seperti robot yang dimatikan batterai-nya, tidak bergeming dalam posisi memeluk. Selama ini pria imaginer itu selalu keluar masuk kamarnya dengan leluasa, mereka mengobrol, bertukar pendapat dan kadang mereka bertengkar... tapi baru kali itu Shin Hye bersentuhan fisik sedekat itu hingga dapat mencium aroma tubuhnya. Aroma maskulin yang membuat dadanya berdetak cepat.
Begitu pula Yong Hwa, dibalik penampilan kolot dan tidak menariknya itu ternyata tubuh Shin Hye beraroma wangi menenangkan. Membuatnya tidak ingin melepaskan dekapannya. Bahkan rambutnya yang selalu dikepang itu pun berbau wangi shampo mahal.
"Apa yang kau lakukan?" tiba-tiba terdengar suara Shin Hye sambil berusaha lepas dari dekapannya. "Aigo... Aku pasti sudah gila, aku baru saja memeluk sesosok tubuh yang hanya ada di dalam imaginasiku saja. Michonaeba!" ceracaunya seraya memukul-mukul dadanya.
Sedangkan Yong Hwa tersenyum lebar melihat tingkah Shin Hye yang gugup itu.

TBC

Imaginary BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang