29

1K 150 13
                                    

Jika mendengar dari orang, Shin Hye pun pasti tidak akan percaya tentang sosok imajinasi seperti dalam drama. Secara logika sulit diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan. Sayangnya dirinya sendiri yang mengalaminya, jadi meski tampak muskil itulah faktanya.
"Jadi bagaimana kelakuan dia saat berada di dalam kamarmu dulu? Apa dia cukup sopan?" tanya Yong Hwa seraya mulai menyumpit tteokochi, sejenis tteobokki hanya tidak pedas.
Shin Hye tersenyum sebelum bercerita. Terang membuat Yong Hwa khawatir, jangan-jangan memang dia tidak sopan.
"Dia..." Shin Hye tidak melanjutkan kalimatnya.

Di benaknya sendiri bermunculan cuplikan scene saat Yong Hwa imajiner sering datang ke kamarnya. Saat dia menghiburnya bila Shin Hye sedih atau sakit hati karena dibully teman-temannya, saat dia suka menggodanya dan jahil~maka mereka akan bertengkar, dan saat dia selalu membantu. Banyak hal yang bisa dikenang meski kebersamaan mereka kurang dari 1 bulan.

"Apa dia mirip aku?" tambah Yong Hwa melihat Shin Hye diam.
"Dia lebih baik daripadamu saat pertama bertemu denganku. Dia sengaja datang ke kamarku untuk membantu. Kau tahu, Jong Suk saat itu marah padaku karena kertas partitur yang berisi lagu Arirang hasil gubahannya hilang, gara-gara mereka tinggal begitu saja saat Soo Ji mengalami kecelakaan. Dan aku yang mengumpulkan kertas-kertas yang terserak itu. Jong Suk minta aku menemukannya, sangat memaksa. Saat aku sedang bingung itu, tiba-tiba dia datang ke kamarku."
Shin Hye mengurai senyum seraya melanjutkan kisahnya. "Aku mengira dia hantu... Meski begitu aku tidak takut olehnya sebab dia membantuku membuat ulang lagu itu." pungkasnya.

"Apa memang penjelasannya saat kau bertanya siapa dia tiba-tiba berada di dalam kamarmu?" tatap Yong Hwa lagi.
"Dia hanya menyebutkan siapa namanya, dia tidak mengaku bahwa dirinya hantu, malaikat atau jiwa yang nyasar. Dan aku pun kemudian tidak peduli dia itu makhluk astral apa, yang penting tidak mengganggu. Walau juga hanya aku saja yang bisa melihatnya. Aku menyukai kehadirannya di kamarku." ungkap Shin Hye dengan suara pelan diakhir kalimatnya.
"Geuraeyo...?"
"Dia satu-satunya yang selalu membantu, menghibur setiap aku pulang dalam keadaan sedih karena di sekolah dibully... tapi dia juga senormal orang biasa, sebab sikapnya kadang menyebalkan. Dia usil dan tanpa keraguan mengatakan penampilanku jelek. Itu dulu yang membuatku sangat ingin berubah. Aku tidak peduli ketika yang lain mengatakannya, tapi aku terus memikirkannya saat dia yang mengatakannya dan setelah itu aku mati-matian merubah penampilanku."
"Perkataannya sangat kau dengarkan rupanya?"
"Nde, sangat."

Sejenak hening, Yong Hwa tanpa menghabiskan tteokochi, menyudahi makannya. Kemudian meneguk air di gelas dan melanjutkan bertanya.
"Apa kau... menaruh hati padanya kala itu?" tatapnya, membuat makan Shin Hye pun terhenti.
Shin Hye meneguk minumannya pula sebelum menjawab, dan menyeka mulutnya dengan tissue. Lantas balas menatap pria disampingnya.
"Nde. Itu yang kurasakan padanya. Dan selama 10 tahun aku menyimpan perasaan itu padanya. Pada pria imajiner itu. Menggelikan bukan?" senyum Shin Hye.
Yong Hwa menggeleng. "Aniyo, sama sekali tidak menggelikan. Entah berkah apa yang diberikan Tuhan padamu hingga dapat bertemu dengan jiwaku dimana ragaku kala itu terbaring koma. Padahal ibuku saja yang setiap hari berada disisiku, berdoa untukku, tidak dapat bertemu jiwaku. Tapi aku tahu, pasti karena ketulusanmu,  karena kebaikan hatimu Tuhan memberikan berkah itu padamu. Dan bukankah jiwa hanya bisa ditemui oleh hati-hati yang bersih?" ujar Yong Hwa.
"Mungkin." tukas Shin Hye pendek.

Yong Hwa kembali menatap wajah Shin Hye dalam sebelum terdengar lagi pertanyaannya.
"Dan kala itu, apa dia juga mengatakan hal yang sama padamu?" penuh harap Shin Hye akan memberikan jawaban yang sama.
"Ani." Shin Hye menjawab sambil menundukan kepala. "Dia tidak mengatakan apa pun saat pergi, dia hanya mengatakan aku harus lebih sukses di masa depan supaya teman-teman yang suka membully-ku tidak meremehkanku lagi. Pesannya itu melekat di dalam benakku selama 10 tahun dan senantiasa menjadi spirit dikala kumerasa lelah. Sekarang aku bisa mewujudkannya, seiring dengan itu kesadaranpun menyentakku bahwa teman imajinerku itu sudah 10 tahun pergi. Yang kuhadapi sekarang aku yakin bukan dia. Sebab mereka sangat berbeda." jelas Shin Hye balas menatap Yong Hwa tajam, membuat pria itu seketika gelagapan.
"Apa dari kami yang berbeda? Bukankah...?" mulut Yong Hwa langsung mengatup lagi.

Sikapnya yang berbeda. Yong Hwa imajiner digambarkan Shin Hye sebagai sosok yang membuka keduabelah tangan terhadapnya saat pertama kali bertemu, sebaliknya dirinya menolak Shin Hye kala bertingkah sok akrab pada pertemuan pertama mereka.
Shin Hye tersenyum dalam seraya lembut menatapnya.
"Kau tahu perbedaannya bukan? Kala itu aku keliru mengenalimu sebagai dia begitu aku merindukannya. Tapi aku juga memahami respons yang kau berikan padaku saat itu. Sebab kita memang tidak pernah bertemu sebelumnya. Bagaimana pun aku senang bisa mengenalmu, senang kita bisa bekerjasama. Mulai sekarang, mari kita bekerjasama dengan baik, Tn Jung!" Shin Hye mengulurkan tangannya mengajak berjabatan, beberapa jenak Yong Hwa hanya menatap tidak segera menyambut ukuran tangan itu. Namun akhirnya ia menerimanya. Mereka berjabatan.
💞

Yong Hwa melentangkan tubuhnya di atas pembaringan seraya mata menatap lurus langit-langit kamar. Jiwanya dulu yang nyasar ke kamar Shin Hye, apa tahu jika Shin Hye menaruh hati kepadanya? Harusnya jiwanya itu dulu mengaku kepada Shin Hye, jika dirinya pun jatuh hati. Sehingga sekarang ia tidak kikuk. Di hadapan Shin Hye tadi, mulutnya itu harusnya mampu menyampaikan apa yang sesungguhnya hatinya rasakan. Tapi seperti terkunci kala Shin Hye mengatakan pria imajiner itu mungkin bukan dirinya, sebab mereka berbeda. Mestinya tadi mulutnya mengakui pria imajiner itu adalah jiwanya, adapun sikap Yong Hwa yang tidak bisa lekas mengenalinya, karena dia lupa.

Ah, Yong Hwa memukul kepalanya. Bodoh! Umpatnya kesal. Namun bibirnya tersenyum kecil. Ia sangat menyukai cara Tuhan mempertemukan dirinya dengan Shin Hye. Sungguh-sungguh cara yang absurd dan tidak normal. Tapi manis. Shin Hye membicarakan jiwanya dengan mata berbinar dan bahagia, lalu ia juga mengaku dengan gamblang merindukan jiwanya itu selama 10 tahun. Dan jiwanya itu pulalah yang selalu memberinya spirit. Sebuah pengakuan yang sangat manis.

Sayang dirinya tidak tahu menahu tentang itu sedikit pun. Petualangan sang jiwa. Sekarang jelas baginya sedalam apa Shin Hye menaruh rasa terhadap pria imajiner itu, sebaliknya Shin Hye tidak pernah mengetahui apa yang hatinya rasakan terhadapnya. Adalah rasa yang sama. Dan bodohnya dirinya tidak bisa menyampaikan itu. Yong Hwa membalikan tubuhnya, berbaring menyamping sambil kedua tangan menumpuk diatas bantal menahan kepala. Matanya ia pejamkan.
💞

Paris di musim semi. Suhu terasa hangat. Shin Hye menghambur ke balkon sebuah hotel untuk melihat suasana. Pagi itu ia berencana jalan-jalan ke Dan le Noir, 3 bulan lalu saat Wang Jang mengirimnya ke sana dirinya tidak sempat menikmati keindahan kota Paris. Maka setelah selesai dengan kontrak beberapa perusahaan ia mengambil cuti sengaja untuk berlibur. Dan ia memilih kembali ke kota Paris.

Kaki kokoh Menara Eiffel berdiri angkuh dihadapan balkon menyedot perhatian siapa pun yang melihatnya dari setiap tempat hanya terfokus kepada bangunan monumental itu. Shin Hye tengadah menatap hingga ke ujungnya. Badan menara itu seperti dekat dari balkon. Ia menatapnya lama hingga kakinya melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan badan.

Harusnya ia pergi dengan Soo Jung, tapi gadis itu tiba-tiba harus keluar kota sehingga batal berlibur. Akhirnya ia memutuskan pergi sendiri. Dan le Noir adalah tempat yang membuatnya amat penasaran. 3 bulan lalu ia baru mendengar ceritanya saja dari sesama delegasi, dan sekarang ia benar-benar ingin menikmati sensasinya. Berwisata kuliner didalam kegelapan. Restoran dengan mengutamakan konsep panca indera ini sungguh unik, pengunjung diajak untuk tidak memakai penglihatannya dan lebih memanfaatkan indera pendengaran, perasa serta penciuman saja untuk menikmati menu yang disajikannya.

Shin Hye merasa Dan le Noir memang sangat mengesankan. Matahari sudah condong ke barat saat ia menginjakan kaki di hotel. Dan kakinya seperti tersemat di lantai kala matanya menangkap seraut wajah di front office. Wajah seorang pria.

TBC 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Imaginary BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang