6. Dua Orang Asing

154 13 2
                                    


Hari ini aku dan Chan jadi pergi ke Jakarta. Aku tidak membawa banyak barang atau baju, aku hanya membawa tas kecil berisi uang saja.

Chan juga tidak membawa apa-apa, dia bahkan memakai baju seadanya, hanya memakai jaket dan celana jeans hitam panjang. Tidak lupa memakai masker, topi, dan sepatu.

Aku biasa-biasa saja. Hanya memakai kemeja kotak-kotak panjang warna merah, hitam dan celana jeans putih panjang, memakai sepatu juga.

Aku sedang duduk di kursi dekat jendela dalam bus. Chan duduk di sampingku.

Aku malah melamun memikirkan nasibku selanjutnya. Aku sebenarnya sangat berat mengembalikan Chan ke Korea. Bukan karena aku suka pada Chan atau Chan itu artis Korea. Bukan. Aku merasa berat karena uangku akan habis. Bukannya aku ingin dibalas budi atau diganti rugi.

Tapi ada hal yang lebih menyengsarakan untukku diluar sana yang siap tak siap harus aku hadapi. Ema dan Abah.

Setelah mengantar Chan ke bandara dan membiayai kepulangannya itu. Aku akan kembali ke desa, kembali ke rumahku. Karena jika aku tinggal di Bandung pun percuma, aku tidak memiliki tempat tinggal sah dan aku juga bisa mati kelaparan karena uangku habis.

Dengan berat hati, serta menahan malu aku harus kembali dan siap-siap dijodohkan.

Haaa ....

Ya Tuhan, ini sangat menyiksaku. Padahal maksudku kabur dari rumah ke kota itu untuk menghindari perjodohan yang tak kuinginkan itu dan sekarang aku harus kembali lagi ke sana dan menerima semuanya dengan lapang dada.

Ini sangat memalukan, mana aku sudah kabur dan aku juga sudah membuat malu Ema dan Abah. Ini sialan, berkali-kali lipat sialan. Aku membuang napas keras lewat mulutku.

"Dewi!" panggil Chan padaku.

Aku menolehkan kepalaku untuk melihatnya, "Apa?" ujarku tenang.

Chan membuka maskernya, "Jika aku sudah sampai di Korea, uangmu akan aku ganti," ujar Chan sambil melihatku.

"Nggak usah Chan, aku gak punya rekening. Lagian aku ikhlas, kok, itu udah rezeki kamu," ujarku santai.

Ikhlas karena itu bukan uang dari Ema atau Abah-ku juga. Tidak diganti pun tidak apa-apa, karena digantinya pun dengan perjodohanku nanti. Jika aku berpikir ke arah sana, aku suka langsung merasa sesak sendiri.

"Tapikan itu uang buat kamu kuliah."

"Gak, aku gak jadi kuliah. Setelah antar kamu juga aku langsung pulang ke desa, kok," ujarku sebenarnya sedikit malas menjelaskan.

"Mengapa langsung pulang? Bukannya akan berkuliah?" tanyanya padaku dengan heran.

"Percuma kuliah. Aku bakal dijodohkan Chan, sama Ema-Abah. Saat aku pulang, mereka pasti bakal langsung nikahin aku sama Arjuna," ujarku jadi bete sendiri.

"Dijodohkan?" ujarnya seperti terkaget.

"Iya, padahal aku gak mau. Gak mau banget," ujarku jadi curhat dengan wajah memelas.

Sungguh, aku rasanya ingin menangis, tapi aku malu.

"Makanya aku kabur dari rumah. Aku pergi ke Bandung buat kuliah sama menghindar dari perjodohan itu," ujarku sudah tak bisa menahannya sendirian.

Aku curhatkan saja pada Chan. Lagipula dia akan kembali ke negaranya juga.

"Tapi kamu sekarang akan pulang, tidak jadi kuliah, dan rela dijodohkan karena kamu malah lebih memilih untuk menolongku?"

"Iyalah, daripada kamu luntang-lantung di negara orang, tanpa bisa aku jamin kehidupannya. Ya mending aku balikin aja kamu ke Korea," ujarku sambil melihatnya, "Karena gak mungkin juga aku bawa kamu pulang ke desa. Yang ada aku bisa bikin geger seluruh warga. Apalagi Cika," ujarku baru teringat pada Cika lagi.

D&C: What Is Love? || Park Chanyeol ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang