5. Promise

159 11 0
                                    


Waktu sudah mulai menjelang malam, dan Chan Yeol terpaksa aku tampung. Ini membuat masalahku lebih-lebih rumit daripada dijodohkan Ema dan Abah.

Bayangkan saja aku, perempuan, sendirian, harus satu atap bersama lelaki asing yang lebih dewasa dariku.

Yang parah adalah soal uang. Aku belum mendapatkan pekerjaan. Memiliki uang untuk makan dua orang dari mana coba?

Aku memang memiliki uang, tapi itu untuk modalku berkuliah. Namun, dengan terpaksa separuh uang itu sekarang aku pakai untuk mengurus hidupku dan Chan Yeol. Miris sekali nasibku ini.

Aku pun sungguh ingin pulang, tapi jika aku pulang aku akan dijodohkan. Ini pilihaan yang menyebalkan.

Aku menyewa kontrakan yang bayaran perbulannya itu besar sekali. Hampir satu juta.

Bagaimana tidak hampir satu juta, dalam kontrakan itu sudah ada isinya dan lengkap. Tapi tetap kecil.

Kontrakannya memiliki satu kamar plus isinya, ruang tamu dan tv jadi satu, ada kursi juga, kamar mandi di dalam kontrakan, ada dapur sudah berisi kompor dan kulkas juga. Lumayanlah, setidaknya aku tidak akan satu kamar bersama Chan Yeol.

Aku mengaku bersaudara dengan Chan Yeol, karena itu aku diizinkan mengontrak bersama Chan Yeol.

Sebelum aku pergi mencari kontrakan, aku membeli baju dulu untuk Chan Yeol. Aku juga tidak lupa memberi makan perut kami berdua.

Aku sekarang sedang duduk di kursi bersama Chan Yeol. Dia terlihat sangat kebingungan, dia terus melamun. Aku yang melihatnya pun khawatir sendiri.

"Chan?" panggilku padanya.

Dia menoleh, "Ya."

"Boleh ya aku panggil Chan, habisnya Chan Yeol kepanjangan," ujarku tenang. Dia hanya mengangguk.

Wajah Chan masih penuh memar, dia masih kotor, belum mengganti baju, tangannya pun masih terluka. Aku lupa tidak membelikannya obat.

"Chan, kamu mandi sana! Pakai baju yang baru dibeli tadi. Aku mau pergi ke luar dulu," ujarku sambil berdiri hendak pergi.

"Kamu ingin ke mana? Kamu akan kembali lagi ke sini, 'kan?" tanyanya padaku dengan panik.

Chan terlihat sangat panik, padahal hanya akan kutinggal ke gang depan saja.

"Iya Chan, nanti aku juga balik lagi, kok. Jangan kaya bocah deh!" ujarku agak ketus.

"Baiklah," ujarnya sambil mengangguk.

"Kalau bosen nonton tv aja," ujarku sebelum pergi. Dia hanya mengangguk.

Aku pergi ke gang depan untuk membeli obat ke apotik. Meskipun aku tidak ingin menampung Chan Yeol, tapi aku masih memiliki prikemanusiaan. Aku tetap harus menolong orang yang memang membutukan bantuanku dan bisa aku bantu.

Namun bila memikirkannya, kadang aku jadi merasa sesak sendiri. Jika hanya tiga hari atau satu minggu saja mungkin uangku akan cukup, tapi jika lebih. Aku tidak tahu akan seperti apa nasibku dan nasib Chan Yeol nanti. Terkecuali jika aku sudah memiliki pekerjaan.

Aku membeli obat cukup lama. Ketika aku pulang, aku malah jadi berhenti mendadak di depan jendela kontrakanku.

Aku berdiri mematung sambil melihat Chan dari jendela. Dia sudah mandi, mengganti baju, juga bersih dan rapi. Tapi bukan hal itu yang membuatku memberhentikan langkahku. Aku memberhentikan langkahku karena aku melihat Chan sedang menangis, bahkan sampai sesenggukan.

Chan menangis sambil bernyanyi dan melihat televisi. Membuatku jadi melirik televisi pula, ternyata yang Chan tonton di televisi itu teman-teman satu grupnya, EXO. Mereka sedang bernyanyi sambil menangis dan menyebut-nyebut nama Chan juga. Aku kembali melirik Chan lagi, dia sedang bernyanyi sambil menangis.

D&C: What Is Love? || Park Chanyeol ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang