Pertimbangan labil kini sudah menemukan keputusannya, aku harus bertindak. Semakin cepat maka akan semakin baik. Hubungan ini sudah tidak baik lagi, perdebatan yang ada dalam hubungan ini memang hanya untuk kata pisah, jadi jangan paksakan genggamanmu. Begitu kata Tulus sang penyanyi yang aku tau dan menjadi petunjukku mengakhiri semua ini.
Kata demi kata aku rakit menjadi sebuah kalimat, kalimat aku susun menjadi sebuah prolog nanti, dan jika dia balas akan menjadi sebuah dialog. Topik, ya sebut saja kalimat itu sebagai topik pembicaraan ku nanti dengan dia.
Aku bertemu dengan dia didepan komplek rumahku, hari ini akan ada dua hati yang patah, dan satu hubungan yang hancur. Hari ini menjadi pertemuan terakhir bagiku juga pacarku, Gibran.
"Gibran, Apa kabar?" Tanyaku.
"Tak usah tanyakan itu, ada apa?" Jawab dia sangat jutek.
"Perasaan ini bukan rapat, tapi kok formal gini ya" Jawabku.
"Ini rapat kok, Ini rapat hati. membicarakan tentang masalah antara kamu dan aku." Ucap Gibran.
Disitu aku terkejut dan terdiam mendengar ucapan Gibran, sangat terkejut dada ini seperti akan membludakkk aku gugup sekalii
"Oh rapat hati, ya sudah kita mulai saja rapat ini." Ucapku gugup."Jadi dari mana kita akan mulai pembicaraan ini?" Tanya Gibran.
"Dari Penjelasanku." Tegasku.
"Baik, silahkan, aku siap mendengar meski kecewa." Tegas Gibran.
Lagi - lagi mendengar katanya aku sangat gugup, seperti itulah dia pandai membuat hati merasa jleb sekali.
"selama ini aku selalu memikirkan cara untuk membuatmu percaya, tapi usahaku ini tidak menghasilkan apa – apa. Kamu yang kuharapkan percaya ternyata tidak sama sekali percaya, kamu terus membuatku seakan ku salah. Kamu kecewa aku tahu, kamu sakit aku tahu, tapi dibalik semua sakitmu disiniku pun terluka, sebab mencoba mengobati sakitmu tapi lukaku malah semakin parah. Jadi, kali ini aku akan pikirkan lukaku saja, aku obati luka ini sendiri dan kamu obati sakitmu sendiri pula. Aku sudah mencoba mengobatimu tapi aku tak bisa, dari sini aku ucapkan maaf aku tak bisa lagi bersamamu lukaku terlanjur parah, aku benci ini, tapi tolong mengerti keadaan ini semakin buruk jika bertahan, maaf sekali lagi, aku pergi, hubungan ini cukup sampai disini.” Ucapku.
Sangat cepat aku jelaskan, memang terlalu cepat, sungguh ketika aku mengatakan itu hatiku sangat sakit aku takut kehilangannya tapi aku membuat dia akan hilang, percayalah dia yang selalu ada dalam hidupku, dia pemberi motivasi, pemberi semangat, dia yang paling bisa menghibur, paling mengerti, paling perhatian, paling peduli, paling baik, paling menghargai, paling romantis, paling aku sayangi tapi dia juga yang paling menyakiti.
Aku berlinang air mata, yang akhirnya jatuh menyentuh pipi karena tak bisa lagi ku bendung dalam kelopak mata kecil ini. Hati terasa teriris tipis sangat sakit, perpisahan memanglah pedih, apalagi berpisah dengan seseorang yang paling kau sayangi.
Aku melihat wajah Gibran yang memerah, kekecewaan tidak bisa disembunyikan olehnya, air mata yang jatuh dengan cepat dia singkirkan dari matanya agar terlihat tegar dihadapanku. Hatiku hanya bisa berkata "Maaf, maaf dan maaf."
Gibran mengambil nafas panjang dan mulai membalas kalimatku.
“Aku merasa sakit, sangat sakit.
Aku kira kamu bisa mengobatiku yang sakit karena ulahmu, banyak hal yang kamu sembunyikan dariku aku tau itu, dan kau anggap aku ini apa sebenernya selama ini? Aku seperti tidak dihargai, kamu selalu sibuk memikirkan urusanmu tanpa memikirkan sakitku, haruskah ada perpisahan ini? Aku benci perpisahan ini, tapi terima kasih untuk sakit yang kau beri, semudah itu kau putuskan hubungan ini. Padahal disini aku telah menahan sabar menahan sakit dan bertahan untukmu, ternyata sia – sia perjuanganku selama ini, aku terlalu menyayangi orang yang bahkan tak mengharapkan kehadiranku dihidupnya, tak apa aku terima, terima kasih pada perempuan yang pertama masuk kedalam hatiku dan memberi warna pada hidupku, terima kasih.” Jawab Gibran.Aku lihat Gibran sudah mengeluarkan air matanya ketika dia ucapkan itu. Aku tak kuat melihat dia menangis, tapi akupun tak bisa menahan tangisanku ini, sungguh sendu, percakapan ini ditemani suasana sendu dengan air mata yang tak bisa dibendung.
"Aku tau, kamu adalah orang pertama yang kutemui sebaik ini, hari ini aku sangat sedih sangat pedihku rasa untuk mengungkapkan ini padamu Gib, tapi apa lagi yang harus aku lakukan, aku tau kamu sakit hati, tapi hati ini juga terluka, aku harus mengobati ini dan aku butuh istirahat, kamupun sama seperti itu sakitmu harus diobati dan hatimu harus beristirahat. Yang ku sembunyikan itu karena aku menjaga perasaanmu, aku takut kamu semakin sakit padahal segala cara aku lakukan untuk membuatmu tidak sakit hati, yaa aku tau caraku salah, Maaf Gib, Maaf sekali." Ucapku tersendu mengeluarkan air yang sedang memasuki kepedihan perpisahan ini.
"Memang pedih perpisahan ini, apa saja yang kau sembunyikan selama jauh dariku?" Tegas Gibran.
"Haruskah aku jujur?" Tanyaku.
"Iya cepatlah!" Tegas Gibran tampak emosi.
"Sebenarnya aku duduk sebangku dengan Avidan, tapi sungguh itu bukan keinginanku atau keinginan Avidan itu satu - satunya bangku yang tersisa, dan semuanya sudah menemukan teman sebangkunya hanya satu perempuan dan satu laki - laki yang tersisa, maaf pasti kamu sangat sakit mendengar ini." Jelasku agar dia coba mengerti.
"Haha, sudah kuduga. Cukup tau ta, selama ini firasat Gibran bener, kamu deket kan sama Avidan? Ga akan salah lagi, firasat Gibran selalu bener, setelah sama Dhefin sekarang bener kan kamu sama Avidan, salut salutt kamu hebat menyembunyikannya. Kamu tau ta? Kini rasa sakitnya berkali - kali lebih sakit ta, dan ini karenamu." Ucap Gibran sambil menunjukan jari telunjuknya didepan mukaku.
Dan tanpa dia ketahui, akupun merasakan sakit yang sangat berkali - kali sakit, belum pernah seumur hidupku ditunjuk dengan ucapan tajam seperti itu, ingin rasanya aku berteriak dan menangis tersedak - sedak. Dengan enaknya Gibran mengucapkan itu kepadaku? Aku sangat tidak menyangka dia akan melontarkan kata - kata itu padaku, luka ini semakin parah Gib, seandainya kamu tau itu.
"Bukan gitu Gib, aku ga ada apa - apa sama Avidan beneran, kita cuma sebangku doang ga lebih ih, yaudah terserah sih percuma aku jelaskan juga kamu ga akan percaya, intinya terima kasih untuk semuanya:)" jelasku.
"Haha ga nyangka aku sama kamu." Tegas Gibran
"Terserah kamu." Tegasku, kini kesedihan berubah menjadi kekesalan.
Gibran pergi meninggalkanku sendiri, untungnya aku membawa kendaraan bayangkan jika aku jalan kaki, akan banyak orang melihat tangisku.
Sepanjang jalan aku menangis, tak percaya akan yang terjadi hari ini. Disisi lain aku berpikir akan membuka lembaran baru, memulai kisah baru dengan menyusun tindakan yang harus aku lakukan untuk kedepannya.
Dari perpisahan inilah, perubahan dimulai.
-------------
Sendu, semoga terlukis dalam hati kalian.
Meminta maaf, adalah tindakan yang seharusnya dilakukan ketika melakukan kesalahan.Dan Terima kasih aku ucapkan pada kalian yang sudah membaca dan memberi suara pada cerita ini.💛
_See you on next part_
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Ini [Selesai✅]
Teen FictionKali menceritakan tentang perjalanan mengenal cinta seorang perempuan bernama Talita pada masa memasuki SMA. Ini awal mula ku mengenal tahap cinta yang sebenarnya setelah sekedar menyukai, dimana berkali - kali merasa senang sekaligus dengan perih j...