Sekarang ini aku menjalani hubungan dengan Ezra, aku menjalaninya dengan sabar dan hati - hati.
Tapi aku belum begitu membuka hati, karena terkadang aku masih memikirkan sosok Avidan.Suatu hari di sekolah, guru - guru banyak bertanya kenapa aku duduk sendiri? Aku hanya bisa tersenyum karena aku sendiripun tak mengerti kebenarannya. Sampai satu guru bernama Bu Riri yaitu guru Sosiologi, karena dia merasa bahwa perpisahan duduknya aku dengan Avidan berpengaruh dalam proses mengajarnya, dan memang satu kelaspun banyak yang mengadu tentang berpisahnya aku duduk dengan Avidan, tiap aku dan Avidan duduk berpisah pasti mereka heboh, karena mereka merasa aneh. Dan mereka semua membujuk aku dan Avidan untuk berbaikan, bu Riri pun menyuruh kami berbaikan.
"Ini kenapa talita duduk sendirian? Avidannya mana?" Tanya bu Riri.
"Pisah ranjang bu, pisah ranjang, lagi berantem bu berantem, marahan bu" Seru anak - anak satu kelas.
"Apaan sih pisah ranjang pisah ranjang" Ucapku agak sedikit kesal, karena aku memang badmood, kekesalanku meluap rasanya ingin membentak Avidan kenapa dia seperti ini? Teman - teman saja mereka memikirkan? Kenapa Avidan tidak?
"Ih jangan gitu dong, kalian pisah duduknya baru kan?" Tanya Bu Riri.
"Engga bu, udah lamaa, ga ngomong ga nyapa lagi bu" Ucap satu anak dikelas.
"Biasanya kalian bercanda terus dibangku tuh, cengengesan ketawa mulu, kenapa sekarang kaya ga kenal gini? Tau ga, marahan itu ga baik loh kalau lebih dari 3 hari" Ucap Bu Riri.
"Tapi sih bu, talita mah gak marahan, b aja gitu lah" Ucapku.
"Terus kalian kenapa pisah duduknya? Masalah itu diselesaikan jangan di diamkan, kalau di diamkan kapan beresnya?" Tanya Bu Riri.
"Iya bu bener bu, bu suruh duduk bareng lagii ih bu" Ucap KM kelasku.
"Yaudah, pokoknya ibu gamau lagi ada slek - slekan atau marah marahan kayak gini, sekarang Talita sama Avidan minta maaf dan duduk sebangku lagi" Ucap Ibu Riri.
"Baikan! BAIKAN! BAIKAN!" Seru anak - anak satu kelas.
Avidan mendengar semua percakapan itu hanya tersenyum, tapi aku lihat dari wajahnya dia merasa kesal. Mimik itu sangat terlihat jelas.
"Sekarang Avidan dulu minta maaf ke Talita" Ucap bu Riri.
"Gamau ah bu, kan vidan ga salah" Ucap Avidan.
"Eh bu, kan Talita juga ga salah" Ucapku. Karena aku kesal dengan ucapannya yang tidak pikir panjang itu, sangat polos seperti benar - benar tak punya kesalahan apapun, egois.
"Kok gitu sih? Cepet baikan, salah ga salah minta maaf kalo pengen damai." Ucap Bu Riri.
"Buru Avidan, maneh teh lalaki lain?" Celetoh satu orang anak yang sangat khas berbahasa sunda.
"Ayo dong, kan Avidan laki - laki, laki - laki itu harus bisa memberikan contoh yang baik, laki - laki itu harus berani dan bertanggung jawab, masa masalah segini aja dibiarin, temen temen sekelasnya lagi Talita sama Avidan pisah bangku malah didiemin" Ucap bu Riri.
"Eh bu ga akan mau lah sama kita kita disuruh mah, kagak mungkin" Ucap anak anak kelas.
"Yaudah sekarang Avidan minta maaf ke Talita, jangan marah marahan lagi" Ucap bu Riri.
"Ah males bu ah" Ucap Avidan.
"Tuh dia males bu udah biarin aja haha" Ucapku.
"Eh ta, lu ga boleh gituu" Ucap salah satu teman kelasku.
"Cepet dong dan, lambreta banget jadi cowok" Ucap salah satu teman kelasku yang lain.
"Cepet Avidan ganteng" Ucap bu Riri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Ini [Selesai✅]
Teen FictionKali menceritakan tentang perjalanan mengenal cinta seorang perempuan bernama Talita pada masa memasuki SMA. Ini awal mula ku mengenal tahap cinta yang sebenarnya setelah sekedar menyukai, dimana berkali - kali merasa senang sekaligus dengan perih j...