Berandalan : 1

418K 12.5K 831
                                    

Kubuatkan cerita dewasa lagi karena banyaknya permintaan kalian... Yaampun kalian mesum ya??

Plak💥 dihajar masa
(Ngaca lu thor!! Ngaca!! Ngaca!!)

Wkwkwk sudah-sudah.. sesama mesum jangan berpelukan *eh..
Kalo khilaf kan bahaya kita ini 😆

Wokeeeh langsung ajalah.. simak cerita menstrim(?) Yang kubuat untuk memenuhi hasrat kalian.

(Hush.. vulgar amat bahasa lu thor)
__________________________

Disclaimer: saya tidak merevisi cerita di wattpad. Hal ini dilakukan untuk menyimpan setiap komentar agar tetap ada pada line-nya. Kesalahan penulisan seperti typo, tidak sesuai kaidah, dan sebagainya akan anda temui dan harus anda telan dengan lapang paha, eh dada. Sekian terima kasih.
__________________________

Jovan berlari secepat yang ia bisa. Angin malam tak membekas padanya, butiran peluh tetap mengucur deras dari tubuh. Sesekali ia menoleh ke belakang, mencari tahu apakah jarak yang ia buat sudah cukup jauh dari polisi-polisi yang mengejarnya.

Jovan masuk ke sebuah pemukiman. Suasananya lebih tenang, lebih tepatnya senyap. Wajar karena memang sudah larut, bahkan hampir pagi. Ia tak tahu jam berapa, mungkin sekitar pukul 2 atau 3. Dia berhenti berlari, membungkuk memegangi lutut coba mengatur nafas. Menengok ke belakang lagi masih khawatir. Samar-samar masih bisa mendengar suara.

"Kamu cari ke sana! Kamu ke sana!" Suara komando itu.

Jovan kesal mereka belum tertinggal jauh. Ia sudah lelah berkelahi semalaman. Sekarang masih harus lari dari kejaran.

Dengan nafas masih tersengal ia masuk ke pekarangan seorang warga. Duduk di balik semak. Bersembunyi. Barulah ia sadar ada sayatan di lengan jaketnya sebelah kiri. Membuat lubang cukup besar hingga ia bisa melihat tangannya mengucurkan darah ikut tersayat di sana.

"Sialan, gue nggak sadar. Siapa yang bikin kayak gini?" batinnya kesal. Dan kini setelah sadar barulah rasa perih itu menyerang.

Jovan mulai mengingat kembali apa yang baru terjadi. Tawuran antar geng seperti biasanya. Rutinitas normal yang biasa mereka lakukan tiap ada kesempatan. Baru saja dia mau menebas leher seseorang di sana saat polisi-polisi itu muncul. Benar-benar perusak pesta.

Jovan menarik katana¹ dari sarung yang dia ikat di pinggangnya. Tersenyum puas menatap beberapa noda darah di sana. Lalu menelusupkannya lagi ke tempat semula.

katana adalah pedang panjang yang secara tradisi digunakan oleh samurai Jepang-

Kembali ia lihat situasi sekelilingnya, tetap waspada. Tidak ingin polisi-polisi itu menemukannya. Sudah cukup sering ia berurusan dengan mereka. Lebih baik kali ini jangan lagi. Atau ayahnya sendiri yang akan menebas lehernya.

Polisi-polisi itu belum terlihat. Sekarang sebaiknya bagaimana? Menurutnya bersembunyi terus di sini cukup beresiko. Belum lagi kalau mereka meminta bantuan warga sekitar yang sedang jaga malam atau meronda. Sudah pasti akan tertangkap seperti terakhir kali.

Jovan mulai mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Ia tanpa sengaja melihat jendela di depannya bergerak pelan diterpa angin.

"Nggak dikunci tuh?" Batin Jovan bertanya-tanya.

Dengan merangkak, Jovan mendekatinya pelan. Menarik kayu yang membingkai kaca itu dengan perlahan.

J A C K P O T . Memang tidak terkunci.

Jovan melihat ke sekeliling lagi untuk memastikan situasi aman untuk bergerak lebih jauh. Masih sepi. Dia mulai memanjat masuk dengan hati-hati. Tidak ingin ketahuan. Kalau sampai si pemilik rumah mendengar kedatangannya, habis sudah riwayatnya.

Berandalan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang