Berandalan : 23. Kisah satu Malam

157K 7.6K 968
                                    

Selingan.. sebelum pait pait
No edit, sorry ✌

⚠ WARNING ⚠
_______________________________

Violet hanya bisa menangis melihat Jovan babak belur dan masih memaksakan diri untuk melawan beberapa orang yang mengeroyoknya. Darah sudah mengucur dari mana-mana. Dari lengannya, pelipisnya juga ujung bibirnya.

Jovan hanya harus melepaskan diri dari mereka. Setelah beberapa pukulan dan tendangan dengan sisa tenaga ia berhasil juga. Sedikit kesempatan itu ia gunakan untuk menghampiri Violet dan melepaskan tali yang melilit kakinya hingga akhirnya Violet bisa berdiri.

Jovan langsung membawa Violet lari walau tali masih melilit tangan Violet. Tak cukup waktu untuk melepaskan itu sekarang. Yang terpenting adalah lari dulu dari tempat gelap mengerikan penuh darah ini.

Violet sudah berlari secepat yang ia mampu. Keduanya sampai pada satu gang sepi dan tak sedikitpun berniat untuk berhenti. Hingga mau tak mau tetap berhenti saat seseorang dengan penutup wajah muncul di ujung gang dan mencegat jalan mereka.

Violet juga Jovan kompak mundur beberapa langkah saat orang itu mengacungkan parang di tangannya. Violet bisa merasakan pegangan tangan Jovan di lengannya semakin erat. Membuatnya semakin takut, karena kecemasan Jovan sudah pasti berarti buruk. Sangat buruk.

"Tunggu disini sebentar," kata Jovan pelan.

Violet langsung menatap wajah penuh darah itu dengan cemas. Ia bisa menebak kalau Jovan akan nekat melawan laki-laki itu walaupun dengan tangan kosong. Dan benar saja, Jovan melepaskan tangannya dan lalu berjalan menghampiri lelaki itu.

Ayunan pertama Jovan berhasil menangkis pergelangan tangan orang itu dan sukses balik memberikan pukulan telak ke wajah di balik penutup itu. Tak mau memberinya kesempatan, Jovan lanjutkan dengan pukulan lainnya dan juga tendangan. Namun tenaga Jovan yang sudah terkuras membuat serangannya tak cukup berarti. Orang itu segera bangkit kembali mengayunkan parangnya. Jovan menahan tangannya hingga parang tajam itu tak bergerak lebih dekat pada lehernya.

Violet pikir paling tidak ia harus menolong. Setengah berlari ia mendekat. Dengan tangan masih terikat Violet dorong tubuh lelaki itu dengan kakinya hingga akhirnya orang itu dan Jovan berjarak. Namun sedetik kemudian satu orang lagi muncul dari arah Violet dan Jovan tadi datang. Menarik rambut Jovan dan tanpa memberi kesempatan langsung menggorok leher Jovan dengan parang di tangannya. Darah langsung mengalir deras dan
Violet menjerit sekeras yang ia bisa.

Dan kemudian matanya terbuka. Tubuhnya sudah dingin dan basah berkeringat.

"Cuma mimpi, cuma mimpi," batin Violet mendapatkan kesadarannya dengan lega.

Violet bangkit duduk. Ia menatap jam dinding menunjukkan pukul 2 lebih. Lalu menarik nafas dalam, berusaha menenangkan ketakutan luar biasa yang bergemuruh di dadanya. Ia tatap dua telapak tangannya yang gemetar hebat. Bayangan darah mengucur deras dari leher Jovan yang muncul di kepalanya kembali membuat dadanya sesak. Dan perlahan mulai menangis.

Dengan panik Violet meraih ponsel di meja. Dengan jari-jari bergetar ia mencari nama Jovan. Ingin memastikan bahwa ini sungguh hanyalah mimpi. Ingin mendengar suara Jovan. Ingin memastikan ia benar-benar masih bisa bersuara. Memastikan ia masih hidup.

Violet tempelkan ponsel di telinganya dan kemudian menunggu panggilan diangkat. Lama, terasa sangat lama, tiap detiknya terasa begitu lama dan menyiksa. Dan terputus tanpa ada jawaban. Violet menangis makin kuat, dengan jari gemetar mengulangi panggilannya dan kembali menunggu. Lama dan lagi-lagi tiap ketukan detiknya terasa begitu menyiksa batinnya. Bayangan mimpi kembali merundungi kepalanya dan Violet jadi makin cemas saat lagi-lagi tak ada jawaban.

Berandalan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang