[12] O(ur) Problem.

4K 527 41
                                    


'Ruang Konseling.'

Prilly memandangi pintu abu-abu yang tertutup rapat di depan nya. Samar-samar ia mendengar suara perdebatan dari dalam sana. Kening nya mengerut samar, kenapa Ali sampai berani membentak kepala sekolah?

"Kenapa di bawa kesini? Saya udah malas ngurus anak ini."

"Saya-!"

"Diam Ali!" pak Bondan menginstrupsi cowok itu, membuat nya kembali diam.

Pak Brata menatap Ali dengan sorot marah. "Kali ini, dia sudah kelewatan! dia bahkan berani mengajak Prilly, siswi kebanggaan sekolah ini, untuk bolos seharian!"

"Huh?" Ali mengernyit tak terima.

"Tolong jangan bicara, kalau saya belum menyuruh Ali!"

"Saya mengusulkan, drop out saja murid pembawa efek buruk ini, Pak!"

Pak Bondan menyandarkan tubuh nya, di kursi hitam milik nya itu. "Tidak semudah itu pak." well, sebenarnya ia agak tersinggung juga sih.

"Tidak mudah bagaimana?! Dia cuma murid biasa, orang tua nya bukan siapa-siapa di sekolah ini!" pak Brata menggebrak meja terbawa emosi.

"Jangan bicara seperti itu, Pak. Bagaimana kalau orangtua nya mendengar?"

"Orangtua nya tidak ada, lagi pula saya bahkan tidak pernah melihat wujud perwalian anak ini."

Ali menjilat bibirnya yang kering. "Lo ngeliat wali gue tiap hari."

Pak Brata menatap nyalang ke arah nya, "jaga gaya bahasamu! Saya bukan teman kamu, saya guru kamu!"

"Gue peduli?"

"ALIAN!"

Cowok itu menghembuskan nafas nya kasar, "kalau emang mau drop out saya nggak masalah, kok. Lagian, saya bisa cari sekolah lain." atensi nya memandang lurus kepada sang kepala sekolah. "Dan lagi, orangtua saya emang nggak pernah bayar uang sekolah saya."

Yang ditatap pun merasa tersinggung. "jaga sopan santun kamu, walau mereka nggak biayain kehidpan kamu, mereka yang buat kamu bisa ada di Dunia ini!"

"Apa cuma itu tugas orangtua?" Ali menatap tajam pria di hadapannya itu. "melahirkan anak, kemudian menelantarkan nya?"

Brak!

"Jaga bicara kamu!"

"Kenapa anda yang marah?" Ali menunduk, tersenyum culas. "anda 'kan bukan orang tua saya."

Pak Brata berdehem. Dalam hati ia setuju dengan Ali, tapi tidak membenarkan nya juga. Kelakuan anak itu memang mirip seperti iblis, selalu memancing emosi. "Kita bicarakan ini dengan kepala dingin-"

"Kalau begitu drop out saja dia, suruh pak Jaya yang membuat surat nya." Pak Bondan merapihkan jas nya, bersiap-siap untuk pergi.

"Tapi pak-"

"Kenapa? Bukannya tadi anda yang mengusulkan nya?"

"Bapak tidak bisa memutuskan sesuatu dengan emosi," sahut pak Brata mencoba tenang. "kalaupun bapak dan Ali ada masalah pribadi, tolong jangan dibawa ke sekolah-"

"Saya nggak peduli!" hilang sudah keformalan nya, pria dewasa itu memandang Ali dengan tajam. "biar saja dia di drop out, saya mau tau gimana dia bertahan di sekolah lain dengan kelakuan nya yang mirip setan!"

Pak Brata mengerjap kaget. Ini benar pak Bondan, kan? sosok kepala sekolah yang terkenal tenang dan berkepala dingin?

"Saya tunggu surat nya." balasan dari Ali makin membuat guru berkacamata itu memejamkan mata nya stress. Tidak bisakah anak itu memohon, dan berjanji untuk tidak mengulangi nya lagi? Seperti anak normal pada umumnya.

Ali beranjak dari kursi nya, hendak pergi dari ruangan yang mirip seperti neraka itu, sebelum suara pak Brata menahannya.

"Jangan ulangi kesalahan kamu, saya tau Prilly itu ada hubungan sama kamu, tapi jangan bawa dia ke arus yang buruk. Paham?"

Cowok itu mendengus sinis, melirik guru nya. "Maksud bapak apa?"

"Jangan buat Prilly ikut pergaulan yang salah, prestasi nya membanggakan. Jangan rusak dia," jelas pak Brata tenang.

"Dia itu pengrusak!" seru pak Bondan tanpa menatap lawan bicara nya.

Ali tersentak kaget, sebelum mengeluarkan senyum masam nya.

"Kamu bisa keluar." pak Brata melirik Ali yang sudah keluar, lalu bersuara pelan, "saya tau anak itu memang kurang ajar, tapi jangan sampai mengeluarkan bahasa seperti itu, Pak."

Pria itu membenarkan letak kacamatanya, "tanpa mengurangi rasa hormat saya, tolong jangan lupakan kejadian beberapa hari yang lalu, jangan sampai Ali mengulangnya lagi. Permisi!"

***

"Ali!"

yang di panggil 'menoleh lesu. "Prill, ngapain disitu?"

Cewek itu menghampiri nya, kemudian memeluk Ali dengan erat. Persetan dengan posisi mereka yang ada di sekolah, ia hanya ingin membuat Ali merasa lebih baik.

Ali bersumpah ia tidak akan menangis! Tapi kenapa liquid bening itu justru lolos dari mata nya?! Prilly mendongak, tersenyum manis pada cowok itu. "Semua akan baik-baik aja." bisik nya. Ia tidak akan tanya kenapa, atau apa yang terjadi. Bukan yang Ali butuhkan saat ini. Cowok itu hanya butuh sandaran.

"Nggak ada yang mau ngakuin gue." cowok itu bersuara lirih, membuat Prilly makin mengeratkan pelukannya. Kalaupun semua orang memang tidak mengakui Ali, Prilly akan menjadi satu-satunya orang yang mengakuinya. Karna demi Tuhan, hanya cowok itu yang selalu ada untuknya, dan mempedulikannya. Hei, hanya orang tolol yang menyia-nyiakan nya!

"Everything will be fine, nggak apa-apa Ali..." Prilly melepas pelukannya, mengajak Ali untuk menjauh dari koridor yang ramai. Mereka duduk di salah satu bangku taman, Prilly menggenggam tangan Ali yang terasa dingin, sambil menatap cowok itu lembut. "maafin aku, ini semua gara-gara aku." ia menunduk sedih, kemarin dia yang bersikeras untuk membolos, tanpa berfikir efek nya yang merujuk pada Ali.

Ali hanya diam, dia sama sekali tidak marah pada Prilly. Pandangannya tertuju pada ujung sepatunya, dia hanya marah pada dirinya sendiri yang... tidak berguna. dia itu pengrusak! dalam hati ia tertawa miris.

"Ali... maafin aku,"

Cowok itu mengelus surai Prilly dengan tangan bergetar. "maaf," bisiknya.

Prilly menghapus air mata Ali, sambil menangis. Ali itu jarang sekali menangis, membuat Prilly yakin kalau masalah ini bukan masalah main-main. Gadis itu tersenyum culas, walau Ali selalu berkata mencintainya, tapi cowok itu belum pernah berbagi luka dengannya. Selalu Prilly yang menyuarakan kesakitannya, itu... membuat ia merasa tidak berguna.

***

-TBC-

apa kabar kalian semua? sehat-sehat selalu, ya!

jaga kesehatan, jangan kemana-mana. semoga semua lekas membaik ya! amin.

thankyou, Jay.

Love You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang