[1] She is great.

8K 789 36
                                    


"Itu... Ali?"

"Ali siapa?"

"Abyan Ali Syach. Ingat?"

"Oh, yang kata nya anti sama anak Nerd itu , ya?"

"Yup! Tapi lihat deh, dia jilat ludah nya sendiri. Sekarang, dia malah pacaran sama cewek Nerd."

"Kemakan omongan sendiri, paling."

"Kena pelet si cewek, bego."

"Nah iya, mana mungkin cowok se-keren itu jatuh cinta sama cewek se-freak itu?"

"Nama nya juga cinta."

"Cinta? Tch, makan tuh cinta, biar kalau lo berak, tai nya lope-lope."

"Semua gara-gara cewek freak itu!"

Prilly. Gadis berperawakan mungil itu makin menundukkan kepala nya. Bukan nya tak mendengar setiap gunjingan-gunjingan para manusia kurang kerjaan itu, dia hanya pura-pura tuli.

"Dari penampilan nya, itu bukti kuat kalau hidup cewek Nerd, cuma buat di bully."

Seperti de javu, Prilly mengeratkan cengkraman nya pada tali tas putih yang ada di gendong nya.

"Terganggu?"

Prilly menatap Ali sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Terganggu apa?"

"Gue nggak tuli. Mereka gosip aneh-aneh tentang lo." ucap Ali tak terima.

Prilly tersenyum kecut. Bukan kah kalau judul nya memang 'Gosip' selalu membahas tentang yang aneh-aneh, ya? "Biarin aja, nanti juga capek sendiri."

"Tapi mereka nggak bakalan capek, kalau belum gue sendiri yang kasih tau."

"Udah Li, biarin aja." Prilly menarik lengan Ali, agar berjalan lebih cepat.

"Lihat, kan? Cewek liar, berani megang-megang cowok yang belum tentu jodoh nya."

Tanpa bicara lagi, Ali melepas pegangan Prilly, lalu menghampiri gerombolan perempuan yang mendadak bungkam ketika menyadari kehadiran nya.

"Siapa yang bilang, cewek gue itu, cewek liar?" Ali memandang lekat-lekat ketiga perempuan itu. Mengingat wajah-wajah kurang ajar, yang berani mengusik hidup Ratu nya.

Mereka saling sikut-menyikut menyuruh salah satu dari kumpulan nya untuk mengaku, atau setidak nya mengorbankan diri untuk teman mereka sendiri.

"Gue ngomong sama manusia normal kan?" nada bicara Ali masih sama seperti tadi. Pelan dan dalam. "bisa ngomong, huh?"

"M-maaf kak," ahkir nya salah satu dari mereka mengaku, dengan wajah pucat pasi.

Ali mengangkat sebelah alis nya. "Minta maaf sama dia, bukan gue."

Gadis itu melangkah pelan-pelan pada Prilly, lalu menatap nya. "M-maaf kak,"

"Nggak apa-apa kok." jawab Prilly dengan senyum lebar, kemudian menoleh pada Ali. "Ayo, kita ke kelas."

Ali mengangguk, melangkahkan kaki nya ke arah Prilly, lalu merangkul pundak nya. Laki-laki itu menyempatkan diri untuk melirik sinis si adik kelas yang bername tag 'Yunita' itu.

"Ali," Prilly menyikut pinggang Ali, membuat laki-laki itu tersadar, lalu kedua nya berjalan ke arah kelas.

"Mampus gue, untung si Prilly maaf-in gue." Yunita menepuk dahi nya pelan.

Kedua teman nya, Siska dan Tiara menghampiri Yunita dengan cepat.

"Untung lo nggak di apa-apain, ya?" Siska berujar dengan khawatir.

"Udah, gue nggak apa-apa." Yunita menghela nafas pelan. "Masuk kelas, yuk!"

***

Ali meletakan tas nya di samping Prilly, lalu menarik lengan gadis itu dengan lembut. Prilly menoleh ke arah Ali dengan heran.

"Temenin gue," ucap Ali dengan nada lirih.

Tanpa banyak bicara, Prilly mengangguk, kemudian ia mengeluarkan buku paket nya dari dalam tas.

"Lo bawa buku gituan itu, lagi?" Ali memutar bola mata nya malas. "Nanti pinggang lo sakit,"

Prilly menghela nafas panjang. Ali selalu seperti itu, melarang nya membawa buku tebal yang sering di sebut Ali tak berguna, tanpa berfikir dampak nya untuk masa depan.

Tentu Prilly ingin masa depan kedua nya itu cerah. Bukan abu-abu seperti yang sering Ali katakan.

"Aku nggak apa-apa."

Ali mengangguk paham, kemudian mengeluarkan ponsel nya. "Pulang duluan, ya nanti? Buku lo, biar gue aja yang bawa. Taruh di kolong meja aja."

"Kamu mau apa? Guru udah mau masuk, Li." Prilly menyenggol lengan Ali dengan pelan. "Masukin handphone kamu,"

"Sebentar,"

"Kamu ngapain sih?"

"Gue suruh temen gue, supaya jemput lo hari ini," Ali segera memasukkan ponsel nya ke dalam saku celana abu-abu nya itu.

Prilly mengerutkan dahi nya bingung. "Kenapa?"

"Gue lagi ada urusan pulang sekolah nanti," Ali membenarkan letak kepangan Prilly dengan pelan, seolah akan terlepas jika ia tidak memegang nya dengan benar. "Lo pulang sama temen gue, ya?"

"Kamu... nggak mau macam-macam, kan?" tanya Prilly dengan curiga.

"Nggak. Lo jangan khawatir," Ali mengelus pucuk kepala Prilly. "lo belajar yang bener, jangan kayak gue."

"Jangan ngomong begitu, kamu juga hebat, kok."

Ali hanya mencubit pipi Prilly dengan gemas. "Gue hebat, kalau udah bisa buat lo ketawa sampai nangis karna bahagia."

"Cukup ngobrol nya, Prilly! Kerjain soal ini sekarang!"

Prilly menghentikan obrolan nya dengan Ali, lalu menatap guru nya itu dengan takut-takut. "Bu Dian, saya-,"

"Saya yang ajak ngobrol, jangan coba-coba marahin dia!" potong Ali cepat.

Bu Dian hanya menatap tajam murid laki-laki nya itu. Dengan bad attitude yang sudah menjadi rahasia umum, tentu guru bertubuh semampai itu malas meladeni nya.

'Selama gaji saya selalu datang tepat waktu, untuk apa mengurus murid yang tidak mau di urus?'

Kira-kira, seperti itu motto nya dalam bekerja. Jadi, Bu Dian memutuskan untuk kembali menjelaskan ulang materi fisika nya, dan tentu langsung di perhatikan Prilly dengan saksama.

Berbeda dengan Prilly, Ali malah sibuk menatapi wajah gadis itu dari samping. Perempuan Nerd ajaib yang membuat nya bertekuk lutut, dan melupakan kalau ia sangat anti dengan penampilan freak seperti itu.

Ali... menjilat ludah nya sendiri. Mengatakan kalau orang Nerd itu pantas di jauhi, tapi justru malah diri nya yang mendekati, bahkan sampai menjalin hubungan.

Ali tidak akan melepas Prilly begitu saja. Kalau dengan jaminan nyawa bisa membuat nya tetap bersama Prilly, untuk apa ia berfikir dua kali?

Karna, Prilly... pertahanan terahkir Ali.

Kalau Prilly pergi, Ali tidak mau hidup lagi.

***

TBC.

Love You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang