[19] Lost Control.

3K 501 76
                                    

Apa kabar semua???

***

Brak!

Bantingan pintu yang sangat keras, di susul dengan suara pukulan kuat membuat kelas  XI IPS 2 seketika menjadi heboh.

"GUE BUNUH LO, ANJING!!" Ali mencengkram kerah kemeja Ryan, kemudian memberikan dua pukulan pada wajahnya.

"L-lo kenapa, bego-argh!!" Ryan menjerit saat Ali melempar tubuhnya tanpa ragu.

"Bantuin lerai dong, woy!!" Faris mundur dua langkah. Ali melayangkan tatapan tajam ketika mendengar teriakannya.

"Lo juga bakal mati. Tapi nanti," Ali menyeringai dengan nafas yang terputus-putus, lalu melirik ke arah Ryan yang tengah meringis kesakitan. "Habis dia, lo sabar, oke?"

"S-sinting!!" wajah Faris memucat. Cowok menjerit pada teman sekelasnya yang mulai berhamburan keluar kelas. "BANTUIN WOY!!"

Irsyad menyembulkan wajahnya ke dalam. "Sorry, gue lebih milih buat lapor ke guru, daripada ikutan bonyok."

"Gue juga!"

"Iya, gue sama!"

"Mendingan, kita laporan rame-rame ke kepsek!"

"JANGAN COBA-COBA!" Ali kembali memukul Ryan, menatap tajam teman sekelasnya satu-persatu. "Kalau nggak-!"

"Sorry, Li! Kita cuman gak mau kelas kita ada pembunuhnya!" Cio menyahut berani. Jelas saja, tubuh pendeknya tertutupi oleh beberapa siswa.

"Tunjukkin muka lo, ngomong depan gue sini!"

Cio merapatkan kepalanya pada punggung salah satu temannya. "Gue bakal tetep lapor guru!!"

Ali tersenyum miring, "oke gapapa, gue nggak takut."

Faris mengusap wajanya frustasi. Ryan bisa kembali masuk rumah sakit kalau begini. Percuma, semua ancaman itu tidak akan mempan bagi Ali.

Cowok itu bahkan pernah memukul salah satu satpam sekolah, karena mencegahnya untuk menghajar seseorang yang berani memaki Prilly.

Satu-satunya orang yang bisa mencegah Ali untuk tidak kembali membolos, satu-satu nya orang yang membuat Ali bisa duduk manis di dalam kelas, satu-satu nya orang yang membuat Ali bisa sedikit menahan emosinya.

Itu.... Prilly!

"Sekarang dimana cewek itu?" Faris berlari keluar kelas, mencari Prilly yang entah ada dimana sekarang.

"Berhenti, Li..." Ryan mengusap darah yang mengalir di pelipis nya, karena benturan di meja. "Gue nggak pernah nyari masalah lagi sama lo,"

"Lo jemput cewek gue.." Ali tersenyum jahat. "Kenapa  nggak sekalian, lo jemput ajal lo?"

"NYEBUT LI!!!" Reza menerobos masuk kedalam kelas. berulang kali ia mengucap syukur karena belum datang terlambat.

Vino melotot tak percaya, membayangkan apa yang akan terjadi kalau mereka berdua terlambat, barang satu menit.

Ali sudah menginjak dada Ryan, sampai cowok itu tampak kesulitan bernafas. Terlambat sedikit, mungkin-

"Astaga!" Vino menggeleng kuat berusaha menepis pikiran itu, lalu menarik Ali untuk mundur. "Lo sadar nggak apa yang bakal lo lakuin kalo gue sama Reza telat?"

Tatapan Ali berubah sendu, kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Gue cuma mau Prilly balik sama gue.."

"Dia bakalan menjauh, kalo tau mantan 'cowoknya' itu pembunuh." Reza berteriak marah. Beralih menatap teman sekelas Ali yang masih menonton. "Daripada kalian semua cuma nonton, mending bawa sekertaris gak guna ini ke rumah sakit, sebelum meninggal beneran!"

Vino melirik Ryan dengan pandangan tak suka. "Mending lo pulang aja, Li. Sebelum ada yang ngadu."

"Lo pikir, gue takut?"

"Jangan batu gue bilangin!" Vino menampar pipi Ali sekali. "Ikut gue!"

"Kemana?" Reza berjalan cepat, menyusul kedua temannya.

"Bawa Ali pulang, lah!" Vino meraih kunci mobil dari tangan Ali. "Penghuni XI IPS 2 itu lemes semua mulutnya!"

***

Faris menarik tangan Prilly menuju kelas nya dengan langkah yang cepat. Matanya menyalang marah. Bisa-bisanya Prilly duduk santai di pinggir lapangan, saat kekasihnya itu sedang mengamuk.

"Faris, pelan-pelan!" Prilly menarik tangannya.

"Ini darurat, Prill! Cowok lo main gila!"

Prilly mengeryit saat mendengar kalimat ; cowok lo main gila!

Siapa?

Prilly tidak merasa dekat dengan laki-laki belakangan ini, selain dengan... Ryan.

"Minggir!" Faris berteriak. "Mana Ali?!"

Prilly makin mengeryit saat nama Ali di sebut-sebut. Kalau bersangkutan dengan Ali, semua ini pasti kabar buruk. "Ris, kenapa sih?"

Faris mendiamkannya. Cowok itu menghampiri Cio dengan panik. "Kenapa sepi? Pada kemana?!"

"Udahan." Cio menguap malas. "Ali udah di tarik sama temennya yang sama-sama berandalan itu, terus Ryan di bawa ke rumah sakit."

"Sama siapa?!"

"Anak PMR,"

"Tapi temen gue nggak mati, kan?!"

"Tadi, sih pingsan. Gak tau deh sekarang masih nafas apa nggak."

Prilly menarik tangannya dengan kasar, lalu menunjuk Faris. "Kasih tau sama aku, sebenernya ini kenapa?!"

"Cowok lo sinting, Prill! Gila aja dia main-main sama kata 'mati'!"

"Siapa cowok yang kamu maksud?"

"Ali! Siapa lagi, hah?" Faris bersedekap dada. "Asal lo tau, dia hampir bikin Ryan mati tadi! Lo gak liat aja, cara dia mukulin temen gue!"

"Tapi... kenapa?"

"Mana gue tau! Tanya aja sama cowok lo yang udah sakit jiwa itu!"

Prilly melenggang pergi, meninggalkan Faris yang masih memaki Ali.

Disepanjang koridor, ia mendengar beberapa murid sedang membicarakan Ali. Bahkan ada beberapa yang mengutuknya.

Matanya berkaca-kaca. Menjelek-jelekkan Ali di depannya, itu sama saja menyakitinya.

Ali... tidak seburuk itu.

Prilly berlari menuju warung yang biasa Ali datangi dulu. Semua yang Ali lakukan pasti ada alasan nya. Ali tidak 'sinting' seperti yang dilontarkan Faris barusan.

Ali tidak mungkin lost control karena masalah mereka, kan?

***

Haloooo!

Jangan lupa vote dan comment ya?
Terimakasih semua nya, aku sayang kalian<3

Love You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang