[21] Not her fault.

2.5K 426 40
                                    


”So, if you call me back, or let me in.
I swear, i'll never let you down again.”


***

"Tunggu, oi!"

Vino mengeluarkan kunci mobil dari saku seragam nya, tanpa menjawab teriakan Reza.

Merasa di abaikan, Reza berdecak malas. Cowok berambut coklat itu memukul pundak temannya kesal. "Gue ngomong sama lo, setan!"

"Gue mau ke rumah Ali, tadi gue liat Pak Bondan balik cepet." Kemudian, ia masuk ke dalam mobil.

Reza memutar bola mata nya malas, "Jangan dulu. Ini masalah keluarga, lo gak perlu ikut campur!"

"Jelas gue harus ikut campur!" Vino menyalakan mobil nya.

"Lo siapa emangnya? Bapak tirinya?"

Dadanya panas. Vino menatap Reza dengan marah, "kalo lo malas, bilang aja!"

"Fine!" Reza menahan Vino yang akan menjalankan mobilnya. "Gue ikut!"

***

Prilly berjalan ketempat Vino dan Reza berdiri tadi. Gadis itu mengernyit bingung, saat ia tak sengaja mendengar pembicaraan keduanya. "Mereka kenapa, ya?"

"Kenapa?"

Prilly yang tersentak kaget, reflek menoleh ke belakang. Matanya terbelalak begitu melihat sosok Clara yang tengah menatapnya benci.

Cewek itu bersedekap dada. "Kaget, ya?" di tatapnya wajah muram Prilly. "sadar nggak, ini semua gara-gara lo?"

"Maaf, aku nggak ada waktu-!"

"Eh!" Sarla menahan lengan Prilly, lalu menuding gadis itu dengan telunjuk berkuku panjang miliknya. "Cewek palsu kayak lo, emangnya punya urusan apa, hah?"

"Lepas!"

"JANGAN TERIAKIN GUE!" Clara memperkuat cengkraman tangannya, "asal lo tau, Ali buat masalah besar tadi siang. Itu gara-gara lo!"

Prilly tercenung.

Merasa tak ada balasan, Clara kembali melanjutkan ucapannya. "Masalah itu karna lo sendiri, tapi lo nggak tau?" cewek itu tertawa kecil. "Jijik gue,"

Prilly menggeleng tak terima. Perlahan, ia memundurkan langkahnya, lalu berlari meninggalkan Clara.

Omong kosong! Semua orang selalu melebih-lebihkannya. Sejak dulu, Prilly selalu menjadi pihak yang salah, pihak yang terpojok, dan pihak yang ditindas.

Cewek itu berhenti berlari, ketika merasa kebas pada kakinya. Wajah Prilly memerah menahan tangis. Apa yang telah ia lakukan? Meninggalkan Ali karna kritik orang, sampai melupakan fakta kalau dirinya, dan Ali saling bergantung.

Birainya melengkung, membentuk senyum miris. "Kamu... nggak tau diri, Prilly."

***

Vino keluar dari mobil, seraya menyugarkan rambutnya ke belakang. "Kok sepi, ya?"

"Coba aja," Reza menyampirkan tasnya di bahu. "Gue yang ngetok, lo yang ngomong."

Vino mendelik kesal. "Lo pikir tujuan gue kesini mau apa?!" cowok itu berjalan cepat ke arah pintu, kemudian membukanya dengan kasar tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Reza mengusap wajahnya dengan kasar. "Emang susah, punya temen yang suka mikir pendek." Ia berjalan santai ke dalam rumah. Atensinya melihat sekeliling rumah yang terlihat suram itu. "VIN, LO DIMANA?!"

"Nggak punya sopan santun, ya?"

Reza berkedip dua kali. "Sorry, saya nyari temen saya, Vino."

"Nggak ada yang namanya Vino di sini, keluar!"

Senyum geli terulas di bibir Reza. Anak itu mengerling sinis kearah pria didepannya. "Ah, kok bahasa Pak Bondan jadi gak baku lagi, sih?" cowok itu membenarkan letak tasnya. "Kepala sekolah kok begini-,"

"Cukup!!" Pak Bondan menuding Reza dengan telunjuknya. "Jangan pernah ikut campur dengan urusan saya-,"

"Saya nggak ikut campur urusan bapak!" Reza balas memotong ucapan si kepala sekolah. "saya cuma bantu teman saya!"

"Jaga sopan santun kamu!"

Bacot.

Reza mengambil tangan Pak Bondan, kemudian menciumnya paksa. "Saya izin nemuin Ali, Pak. Permisi!"

Cowok itu berlari menaiki tangga, bahkan ia sempat mendengar umpatan dari sang kepala sekolah itu, tapi ia tak hiraukan.

Brak!

"Sumpah, ya Vin!" Reza mengatur nafasnya yang tak beraturan. "Gue bilang ketok pintu dulu!"

"Tau darimana lo, gue ada disini?"

"Nebak doang," Reza bersandar dikusen pintu. "Li, lo kenapa?"

Ali bertopang dagu, memandang lantai dengan tatapan kosong.

"Lo diamuk sama bapak-bapak itu?" Reza duduk di samping Ali, sambil merangkul bahu cowok itu. "udah, jangan sedih! Ayo kita ngopi!"

"Bisa diem, nggak?" Vino menatap temannya dengan tajam.

"Dih, gue nanya Ali kali."

Ali menghembuskan nafasnya kasar. "Gue... mau pulang,"

"Ayo, gue antar pulang!"

"Dia bakal di drop out kalo berani keluar dari sini." ucap Vino geram. "kenapa lo iya-iya aja, sih?!"

"Terus gue harus apa?!"

"Dia nggak pernah biayain hidup lo, begitu lo buat masalah, dia baru kayak gini!" Cowok berambut mahoni itu berteriak marah. "terlepas dia Bokap lo atau bukan, ini udah keterlaluan, Li!"

"Vin, omongan lo bisa kedengaran."

Vino menepis pegangan Reza darinya, kemudian memandang cowok itu dengan marah. Reza bahkan bisa melihat kilatan emosi dimatanya. "Dengan kelakuan bokap lo yang begini, lo itu mirip sampah yang bisa dia buang, terus pungut seenaknya!"

"Gue emang sampah,"

Reza dan Vino melotot mendengar jawaban santai Ali. "Lo ngomong apaan, sih?" Reza menepuk bahu Ali menenangkan.

"Gue emang sampah, bukan cuman bokap gue, Prilly bahkan udah buang gue!"

"Jangan sebut nama cewek itu!" Vino mengacak rambutnya pusing. "sadar nggak ini semua gara-gara dia?!"

"Jangan salah-salahin dia, anjing!"

"KARNA EMANG DIA BIANG MASALAHNYA!"

Reza dengan sigap menahan Ali yang akan berdiri. Cowok itu menghela nafas, selalu begini, ketika mereka bertengkar ia akan menjadi pihak yang netral. Berteman dengan mereka berdua, memang menekan mentalnya.

"Keluar!" Ali mengusir kedua temannya itu. Mereka hanya membuatnya emosi, tanpa memberi jawaban. Bangsat.

"Omongan kita belom selesai!"

"Omongan apa lagi?!"

"Vin, kita pulang!" Reza segera menarik lengan Vino dengan susah payah. "kalo udah nggak emosi, kita balik lagi kesini!"

"Gue nggak nerima tamu kayak kalian!"

Vino menggeram, "inget kehidupan lo sebelum ketemu Prilly! Semuanya lancar, tapi begitu lo ketemu dia, lo selalu kena masalah!"

"Besok kita balik lagi, Li!"

"Inget omongan gue!!"

Begitu kedua temannya pergi, Ali terdiam. Tidak ada yang menerima jika ia bersama Prilly. Cowok itu tidak punya pilihan. Dia hanya bisa menunggu sampai Prilly kembali memanggilnya, dan membiarkannya kembali.

Jika itu terjadi, Ali tidak akan membiarkan Prilly kembali jatuh, dan merasakan semua ini.

***

Masih ada yang mau baca?

Love You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang