2

1.2K 47 1
                                    

Revan menuruni tangga dengan langkah gontai , matanya menjelajah seluruh ruangan kemudian berhenti di ruang keluarga , disana ayahnya duduk bersama seorang anak kecil dengan canda tawa .

"Ayah sama humaira udah sarapan ? " tanya revan yang sudah berdiri di belakang sofa
" Udah bang , tadi papa ngajakin huma sarapan dulu , abang lama" jawab humaira

Revan tersenyum mengangguk.  Humaira adalah satu-satunya keluarga dari hafiza yang berhasil lolos dari bencana yang merenggut orang tua dan kakaknya , ia adalah motivasi terbesarnya untuk bangkit setelah ayahnya , humaira yang masih kecil saja bisa bangkit saat semua keluarganya pergi , maka ia juga harus bisa .

Revan mengusap perlahan kepala huma yang ditutupi hijab merah muda itu kemudian berpamitan untuk segera pergi ke kantor .

" Huma , ayah , revan berangkat dulu ya" pamit revan menyalami keduanya
" nggak sarapan dulu van ? " tanya ayah
" engga yah , revan ada meeting pagi ini " jawabnya berlalu menuju pintu depan

Revan mengendarai mobilnya dengan santai , jalanan masih terlihat sepi , mungkin revan yang terlalu pagi . Ia menyetel murrotal dalam mobilnya untuk menemaninya.
Sesekali ia berhenti di lampu merah , mengamati orang-orang yang berlalu lalang menyebrang . Ia tersenyum melihat orang yang bersemangat menjalani harinya sejak pagi buta dan ia bersyukur berada di antara mereka .

Sesampainya di kantor dengan nama PT Permana Group , ia melangkahkan kaki memasuki lift menuju ruangannya yang berada di lantai 23.

" Pak , meeting dengan Pak  Surya siang ini di adakan di luar Pak , di Restoran Hikmah " Sebuah suara mengintrupsinya saat hendak melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan .

Revan hanya mengangguk tersenyum kepada daniel yang merupakan sekertarisnya .
Revan menarik napasnya dalam-dalam saat bau aromatherapy menyeruak di indra penciumannya . Sekelebat bayangan memenuhi pikirannya , langkah gontai membawanya menuju kursi kebesaran kemudian duduk disana . Ia meraih salah satu bingkai foto disana , foto seorang wanita yang terlihat sangat cantik meskipun diambil secara blur , revan tahu kalau Hafiza sangat anti dengan yang namanya kamera .

"Hafiza , sudah 5 tahun kamu pergi, kamu bahagia kan disana ?  Kamu pasti sudah jadi bidadari syurga ya ?  Tunggu aku ya hafiza, aku akan memperbaiki diri lagi agar aku bisa bersama kamu di syurga kelak" gumam revan menitikkan air mata

Ia memeluk erat bingkai foto itu , seolah-olah yang di dalam pelukannya adalah Hafiza . Revan beranjak menuju balkon yang menghadap pemandangan di luar , revan menghembuskan nafas kasar , ia menjambak rambutnya frustasi , di genggam erat pisau yang berada di tangannya .

" Aku rindu kamu Hafiza " teriaknya sebelum ia mengarahkan pisau itu kepergelangan tangannya

" Revan !!! " suara itu membuatnya tersentak , pisau itu berhasil menggores sedikit pergelangan tangannya
" apa yang lo lakuin heh ! " teriak alvin berusaha melepaskan pisau itu dari tangan revan .
" aku kangen hafiza vin !  Biarin aku ketemu dia, aku kangen dia " ucapnya serak
" Jangan bodoh van , Cara lo tu banci tau gak , lo kira dengan ini semua bakal selesai ?  Lo bakal ketemu hafiza ? Punya bekal apa lo mau nyusul hafiza ?  Gak inget ayah sama adek-adek lo dirumah nunggu lo pulang , kenapa lo jadi gini si , sadar van sadar !!! "

BUGGGHHHHH !!!! 

Alvin menonjok revan hingga luluh ke lantai

" Gimana ?  Udah sadar ? " tanya alvin mengulurkan tangannya yang di sambut oleh revan , kemudian alvin membantu revan kembali ke dalam ruangan .

" udah gue bilang van , nggak usah ke balkon lagi , disana itu banyak setannya tau gak lo , andai gue gak kesini pasti tu setan udah buat lo khilaf " ucap alvin yang kini duduk di sofa

Ruang Waktu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang