Sore itu keadaan rumah gempar dengan keputusan Revan yang tiba-tiba ingin menyusul Aliya ke London. Hania dan Ayah berkali-kali hanya memutar bola mata melihat revan yang grasak-grusuk menyiapkan semuanya sendirian, sedangkan ayah dan Hania duduk di ruang tengah menikmati secangkir teh, karena kebetulan saat ini sedang hujan.
" Kamu serius mau nyusul Aliya, van?" tanya ayah, Revan menghentikkan langkahnya.
" Iya, yah," Jawab revan.
" Kamu udah dewasa, ayah nggak akan ngelarang kamu untuk cari kebahagian kamu. Tapi ayah mohon jangan berekspektasi tinggi, karena kamu juga nggak tahu bagaimana perasaan Aliya sama kamu."
" Nggak masalah yah, Revan ke sana untuk mencari, bukan memaksa. Revan nggak mau menyesal lagi." Ayah hanya tersenyum dan mengangguk.Sore itu jakarta sedang menangis, genangan air di mana-mana. Revan melangkahkan kaki memasuki area bandara, Revan pergi ke bandara tanpa di antar ayah, Hania dan Huma. Mereka mengerti di sini revan sedang berjuang untuk kebahagiaannya.
30 menit setelahnya Revan sudah duduk di kursi menunggu pesawat lepas landas. Perasaannya tidak karuan, tidak peduli cuaca di luar tidak satu frekuensi dengan perasaanya yang jelas bayangan bahagia bersama Aliya seakan nyata di depan mata. Perlahan-lahan pesawat mulai meninggalkan lapangan bandara, dan para penumpang mulai mencari posisi nyaman selama perjalanan.
****
Aliya duduk di kursi mendengarkan Joyce yang bercerita banyak hal tentang Marco, seorang lelaki yang Joyce taksir tiba-tiba memintanya menjadi kekasih semalam. Harusnya Joyce ingin memaksa Aliya mendengarkan ceritanya malam itu juga, tapi karena Aliya beralibi mengantuk. Jadilah saat ini Joyce menceritakannya.
" Jadi kamu dengan Ev, bagaimana?" Aliya mengangkat alisnya, tidak mengerti ucapan Joyce.
" Bagaimana apanya?"
" Ck, tidak usah pura-pura bodoh."
" Memang aku nggak paham, Joyce."
" Fine, pria itu selain bodoh juga lambat sekali!" gerutu Joyce yang bangkit dari kursi menuju dapur.
" Siapa?"
" Ev." Aliya hanya membulatkan mulut kecilnya dan meraih coklat panas yang ada di cangkirnya.Tok..tok..
Suara ketukan pintu nyaris membuat aliya tersedak.
" Haii Aliya." Ev berdiri di depan pintu menampakkan senyuman terbaiknya.
" Siapa Al?" Teriak Joyce dari dalam.
" Ev." jawab Aliya." Sore ini cerah, ingin melihat sunset nona manis?" Ucap Ev yang hanya di jawab senyuman tipis oleh Aliya, entah kenapa Aliya tidak pernah bisa merasa nyaman bersama Ev, padahal Ev adalah lelaki yang baik. Tapi tetap saja, berbeda rasanya tidak seperti jika bersama mas Revan atau Af..
Ah sudahlah, Semenjak Aliya pindah ke London, banyak hal yang dulunya mendominasi pikiran aliya sekarang menjadi biasa saja. Tentang mas Revan, sekarang Aliya bahkan sudah tidak berkomunikasi, entah bagaimana kabarnya.
Di sinilah Aliya sekarang, London Eye menjadi tempat Aliya dan Ev berpijak. Beberapa kali Ev memaksa Aliya untuk naik, Aliya sebenarnya ingin, karena aliya yakin dari atas sana akan melihat banyak hal luar biasa. Tapi bersama Ev, rasanya tidak mungkin. Dan akhirnya aliya dan ev hanya duduk di kursi yang ada di sekitar sana menunggu sunset datang.
" Aliya?"
" Iya, Ev."
" Apa indonesia punya hal yang menarik untuk di kunjungi?"
" Ada banyak Ev, seluruh bagian di indonesia sangat menarik untuk di kunjungi."
" Tapi satu-satunya hal yang di miliki indonesia dan menarik adalah kamu." ucap ev. Aliya mengernyit, bisa sekali aliya di gombali seperti itu.
" Aliya, kamu dan saya sama-sama pernah gagal dalam cinta. Apa kamu tidak mau membangun yang gagal supaya berhasil?" aliya semakin tidak mengerti, dadanya bergemuruh, rasanya aliya ingin pergi saja dari sini.
" Aliya, aku menyukaimu. Aku tidak lagi ingin sekedar berpacaran, kalau kamu setuju besok aku langsung melamarmu kepada orang tuamu." Aliya melotot, ev ini apa-apaan? Tidak ini tidak benar, tapi juga tidak bisa di salahkan, semua orang bisa merasakan hal yang sama.
" Ev ini salah, kita punya banyak perbedaan yang nggak semua bisa di jadikan sejalan. Aku menghargai dan berterima kasih untuk perasaanmu tapi maaf, aku tidak bisa ev." aliya bangkit dan berjalan cepat meninggalkan Ev.
" Apa ini tentang keyakinan aliya? Aku bersedia mengikuti keyakinan yang sama untuk kamu." aliya berhenti, kepalanya berdenyut mendengar ucapan ev yang argghhhh.
" Apa kamu bilang? Keyakinan itu prinsip ev, bukan hal yang main-main, kamu nggak bisa mengikuti suatu keyakinan karena seseorang, apa kamu nggak mikir perasaan orang tuamu dengan keputusan seperti itu. Hah" teriak aliya.
" Hey aliya dengarkan aku, my mom nggak akan keberatan, dia setuju dengan keputusanku. Bahkan saat pertama kali aku menceritakan tentang dirimu, my mom terlihat sangat bahagia."
" Aku tidak tahu Ev, tapi kamu harus ingat. Aku akan sangat marah kalau kamu menjadikan keyakinan itu seperti ini, ketika kamu meyakini sesuatu, kamu harus belajar apa yang kamu yakini, bukan karena apa-apa tapi karena dirimu sendiri, permisi!" ucap aliya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ev yang berdiri membelakangi matahari. Aliya tidak menyangka menemukan hal seperti ini di sini, apa mungkin aliya salah melangkah? Kenapa rasanya banyak rencana yang meleset dari jalurnya?.Sesampainya di rumah aliya hanya berdiam diri di kamar, beberapa kali joyce datang mengajak aliya makan, tapi seruan dari joyce hanya seperti angin lalu untuk aliya.
****
Suara teriakan membuat revan membuka mata, ia merasa pusing saat pesawat terbang dengan tidak stabil, rapalan doa keluar dari mulut revan, berharap ini hanya mimpi buruk. Petugas pesawat mulai memberi peringatan untuk terus tenang dan perbanyak doa, beberapa alat keamanan juga sudah terpasang di badan para awak pesawat untuk siap dengan kemungkinan terburuk tapi rasanya ini semua sudah tidak beres. Revan mengeratkan pegangan, mulutnya tidak berhenti merapalkan doa.
" Ya allah, engkau yang maha melindungi dan pemberi keajaiban. Lindungilah kami dari marabahaya dan segala hal buruk yang terjadi" ucap revan dalam hati.
Haii assalamualaikum readerku tersayangg, terima kasih masih stay di cerita ini. Jangan lupa vote koment dan tunggu kelanjutannya ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Waktu
SpiritualAllah maha baik merencanakan segalanya bagi makhluknya , tidak terkecuali untuk revan , ketika ia merasa allah begitu kejam memisahkan dirinya dengan orang-orang yang di sayangi seakan dunianya runtuh begitu saja , hampir ia berputus asa tanpa mengi...