Sekarang baik june dan rose masih duduk terdiam di sofa apartemen june. Keduanya masih enggan membuka suara dan masih setia mengunci pandangan mereka ke arah lantai.
Sementara itu di depan mereka ada papa june yang masih menyangga tangannya di tembok sambil menatap arah luar dari jendela apartemen june. Ya, papa june terjebak oleh drama mereka tapi entah mengapa bukannya mereka senang kini justru situasi agak canggung.
Hal pertama yang dilihat oleh papa june begitu memasuki apartemen anaknya adalah kamarnya yang kosong, tapi setelah itu ia tau dimana anaknya berada karena suara aneh yang ditimbulkan dari kamar sebelah yang semestinya kosong. Begitu papa june membuka pintu, ia mendapati pundak june yang polos tanpa pakaian, hanya ada sebuah selimut yang menutupi setengah badannya dan belum lagi kepala putranya yang berada di cekukan leher seorang perempuan sambil menindih perempuan itu. Begitu mereka menoleh disitu papanya baru sadar bahwa perempuan itu rose, calon anak tirinya nanti.
Dan disini mereka sekarang, seakan menunggu hasil vonis dari hakim. Satu gebrakan di meja sukses bikin rose kaget, sementara june hanya menghembuskan nafasnya berat sambil membuang muka.
"Bilang sama saya kalau hal tadi itu bohongan" pinta papa june.
Rose engga pernah diomelin karena hal memalukan kaya gini walaupun tadi cuma bohongan, jadinya dia cuma nunduk. Beda sama june yang matanya malah mau ngelawan papanya itu.
"Kalau saya bilang hal tersebut beneran gimana?" tanya june.
"Berapa lama kalian menjalin hubungan?"
"Lima bulan. Puas?" tantang june.
"Saya dengar dari chanyeol bahwa hubungan kalian tadinya tidak baik, bahkan membenci satu sama lain. Gimana bisa? Mau jelasin ini?"
Kali ini rose bersiap untuk membuka mulut, tapi belum sempat ia berkata, june sudah terlebih dahulu menerobos omongannya. "Namanya juga perasaan pah, engga ada yang tau kapan akan damai, kapan akan pecah. Kita berantem saat itu karena masing masing dari kita kecewa. Kecewa karena ternyata kekasih kita nantinya bakal jadi saudara tiri. Iya kan rose?"
Rose mengangguk. "Iya om, semua yang june bilang itu benar. Dan saya bisa terima alasan june waktu di pertemuan makan malam ketika itu begitu kasar. Begitu halnya dengan saya, saya juga pernah kasar sama anak om karena engga bisa terima kenyataan kalau kita akan jadi saudara tiri" terang rose yang tentunya bagaikan naskah sebuah drama.
Suara bel memenuhi ruangan mereka, papa june melangkah untuk membukakan pintu menyambut kedatangan mama rose. Rose bahkan bingung harus bersikap seperti apa.
Rose dapat mendengar hembusan nafas dari mamanya, ia tau pasti mamanya kecewa.
"Mama udah denger semua dari papa june. Apa itu bener rose?" tanya sang mama.
Rose mengangguk pelan dan menatap mamanya. "Iya itu bener. Dan pembicaraan gila soal aku akan kasih cucu ke mama itu...itu.. june yang akan jadi calon ayah dari anak aku. Jadi ini semua beneran ma"
Masing masing dari orangtua mereka sudah bingung ingin berkomentar apa, tapi june yang mendengar omongan rose barusan menyeringai kecil tanpa ada yang tau kecuali yang baca sama yang buat cerita ini. Hehehe
"Kamu serius sama omongan kamu rose?" tanya mamanya untuk memastikan.
Rose mengangguk lagi. "Iya ma"
"Sorry kalo gitu rose. We have no another choice"
Rose mengerutkan keningnya begitu mendengar ucapan sang mama. "Apa maksudnya?"
"Mama akan kirim kamu ke australia"
Mereka semua yang ada disana langsung kaget mendengar ucapan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss Me or Slap Me ✔
Fanfiction"wanna play rock, scissor, paper with me? if won, you can slap me anywhere you want and if you lose.... ... ... ... Give me a quick kiss" ⚠⚠⚠⚠ 17+ harsh word Ff dengan rasa lokal Some chapters will privated Start : 28-06-2018 End : 23-02-2019