24: Drama

2.8K 282 22
                                    

June masih terduduk di sofa apartemen miliknya sendiri, kepalanya masih terasa pening untuk memutar ulang kejadian beberapa jam yang lalu di kantornya.

Sementara otaknya masih terasa suntuk, june mengarahkan pandangannya ke arah rose yang kini sedang berjalan ke arahnya dengan membawa kotak p3k. Kalau kalian tanya untuk apa? Jelas untuk june.

Rose mendudukkan dirinya disamping june dan perlahan tangannya bergerak untuk membuka kotak p3k yang tadi ia bawa lalu mengeluarkan obat merah dan kapas. Rose membasahi sedikit kapas tadi dengan air lalu menuangkan obat merah tersebut ke atasnya. Entah ini benar atau tidak, yang penting luka di sudut bibir june akan terobati.

"Ahh-- ah-- perih rose" ucap june seraya menahan tangan rose yang tadi menempelkan kapas pada bibirnya yang terluka.

"Lu mau bibir lu gitu aja?" tanya rose, dan tanpa aba aba ia langsung menarik kembali tangannya dan menempelkan kapas tadi ke sudut bibir june.

Sementara itu june memejamkan matanya sambil berusaha menahan erangan perih, iya perih, bukan yang aneh aneh.

Rose menyentuh luka june dengan hati hati, dan dengan sengaja ia menekan kapasnya dengan lumayan keras untuk mengerjai june. Tentunya june mengaduh akibat rasa perihnya.

Tangan june terulur untuk menyentuh sudut kiri bibirnya yang tadi berdarah, dan menatap ke arah rose yang sudah mengeluarkan plester transparan. "Gue engga harus pake plester itu kan?" tanyanya.

"Lu mau gitu aja?" tanya rose balik.

"Lebih baik gini aja daripada nanti gue makan susah"

Mendengar jawaban terus rose kembali meletakkan plester ke kotak p3k. "Lu harusnya engga usah ngelakuin hal kaya tadi" ucap rose.

June hanya terkekeh mendengar omongan rose. Dalam keadaan kaya gini gimana bisa june terkekeh dan mukanya itu loh, yang ngeselin minta ampun. Rasanya rose mau nambah rasa sakit di pipi june.

"Terus kalo gue engga nyium lu, gue harus kasih bukti apa ke mereka?" tanya june.

"Yang lain june pasti ada"

"Contohnya apa? Lu mah pasti ngomong doang tapi ga punya ide kan?"

Rose terdiam karena omongan june barusan memang benar. "Gimana? Masih sakit?" tanya rose untuk mengalihkan pembicaraan.

June menggeleng pelan. "Engga, cuma perih aja sedikit"

"Gue engga menduga jun kalo papa lu bakal mukul lu tadi" ucap rose.

June mengangguk menyetujui omongan rose. Karena tadi di kantor setelah june mencium rose, papanya langsung memberikan bogem mentah tepat di wajahnya.

June menyentuh lukanya lagi, ini bukan pertama kalinya june mendapatkan luka diujung bibirnya ketika ribut dengan sang papa jadi ia tak akan mengambil hati karena hal itu, ia berbeda dengan yang lain.

Rose beranjak berdiri dan ingin berpamitan untuk kembali pulang, tapi tiba tiba tangan june menahan lengannya.

"Kenapa?" tanya rose.

June menunjuk ke arah jam dinding dengan dagunya sehingga mau tak mau rose ikutan menoleh. "Udah malem, diluar ujan"

"Terus kenapa?"

"Nginep disini. Gue engga mau lu kenapa kenapa"

Tenggorokan rose tercekat, sejak kapan june jadi peduli padanya?. Baru saja rose hendak menolak, tapi suara sambaran petir sudah memekikan telinga, dan refleks membuat rose sedikit terlonjak.

Oke, sepertinya tidak ada salahnya untuk menerima tawaran june.








Kiss Me or Slap Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang